19 Tahun, SK Walikota Cirebon tentang Penetapan Benda Cagar Budaya Tak Berubah

19 Tahun, SK Walikota Cirebon tentang Penetapan Benda Cagar Budaya Tak Berubah

CIREBON – Menjelang April dua tahun silam, suasana tenang di Gedung Negara mendadak berubah. Tiba-tiba jadi episentrum kegemparan. Pemicunya tidak lain penggantian keramik yang ditengarai dilakukan tidak sesuai prosedur.

Beragam kalangan mengalamatkan kecaman pada tindakan yang dilakukan Badan Koordinasi Pemerintahan Pembangunan (BKPP) Wilayah III Jawa Barat (kini lembaga itu sudah dihapus).

Peristiwa yang menjadi ironi. Gedung berstatus cagar budaya, nyaris mengalami distorsi facade justru oleh pemilik otoritasnya sendiri.

Hal ini menunjukkan perlindungan terhadap bangunan cagar budaya (BCB) dalam kondisi sangat rentan. Jangankan yang lokasinya berada di pinggiran. Atau yang berstatus diduga. Di pusat kekuasaan, prosedur pelestarian justru diabaikan.

Bahkan Surat Keputusan (SK) Walikota terkait penetapan benda cagar budaya (BCB) sudah berumur 19 tahun tanpa pembaruan apa pun.

Setelah empat kepala daerah berganti, Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (DKOKP) baru berencana mengajukan pembaruan SK walikota. Tentunya dengan tambahan daftar usulan BCB baru dan yang statusnya diduga cagar budaya.

Dalam rapat koordinasi khusus, Walikota Cirebon, Nashrudin Azis menginstruksikan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) yang menjadi tim teknis penanganan persoalan RTH untuk segera mengambil langkah-langkah strategis. Prioritas saat ini adalah menangani persoalan lahan Ku Tiong dan penentuan status yang diduga sebagai petilasan Sultan Matangaji.

“Saya menginstrksikan untuk segera. Kordinatornya Asisten Pembangunan dan kepala DKOKP,” kata walikota, usai memimpin rapat koordinasi khusus, Senin (24/2).

Azis menerangkan, langkah pertama yang akan dilakukan adalah segera menentukan status tanah Ku Tiong. Saat ini tanah, komplek pemakaman Tionghoa tersebut statusnya masih tanah negara yang bebas. Namun sudah ditetapkan menjadi ruang terbuka hijau (RTH) berdasarkan rencana tata tata ruang wilayah (RTRW).

Untuk kejelasan statusnya, pemkot akan segera mengajukan permohonan kepada Badan Pertanahan Negara (BPN), agar dapat menjadikan area tersebut sebagai hak guna. Sehingga pihaknya punya landasan untuk pemanfaatan dan pengelolaan kawasan tersebut.

Sedangkan, terkait penentuan status lokasi di Blok Melangse, walikota telah memerintahkan kepada DKOKP untuk segera mencari referensi, sumber buku, maupun narasumber ahli yang dapat dipercaya. “Kalau itu situs akan dikelola seperti apa, dan kalau bukan situs langkahnya apa,” ungkapnya.

Terkait pelibatan tim ahli, Azis menegaskan, penanganan hal ini tidak perlu menunggu terbentuknya tim ahli cagar budaya (TACB) Kota Cirebon. Pemkot melalui DKOKP bisa bertanya kepada tim ahli di Provinsi Jawa Barat atau di pusat.

“Itu kan bisa cari referensi dan tokoh-tokoh yang bisa dijadikan narasumber. Segera diputuskan itu situs atau bukan, supaya tidak menjadi gonjang ganjing,” tandasnya.

Terkait penunjukkannya sebagai koordinasi, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sumanto mengaku akan menyusun rencana kerja yang menjadi prioritas dalam penanganan persoalan Ku Tiong.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: