Tak Ada Corona di Jalur Gaza

Tak Ada Corona di Jalur Gaza

JALUR GAZA- \"Hai, Dunia apa rasanya di lockdown. Gaza,\" kalimat ini menjadi menjadi trending topic di lini masa media sosial setelah pandemi virus Corona membuat sejumlah negara melakukan lockdown sejak awal Maret lalu.

Bukan hanya sebagai trending topic, para penggiat seni Palestina membuatnya menjadi mural dan karikatur yang menggambarkan kehidupan Jalur Gaza yang selama 14 tahun diisolasi oleh Pemerintah Israel.

Ya, kalimat tersebut bisa bernada sarkas atau sindiran. Di saat negara-negara maju seperti Perancis, Italia, China dan Amerika mencoba untuk mencegah penyebaran virus Corona dengan menutup rapat pintu perbatasannya, warga Gaza sudah berpengalaman di-lockdown oleh Israel untuk mencegah warganya keluar.

\"Jika kalian merasa bosan dengan isolasi, ketiadaan transportasi dan tidak bisa berdagang, sebaiknya contohlah kami yang sudah 14 tahun tak mendapatkan kemewahan itu semua,\" ujar penggiat sosial seperti yang dilansir Reuters, kemarin. \"Hai dunia, selamat datang dalam realita yang sesungguhnya, ini lah yang kami rasakan,\" tambahnya.

Jalur Gaza bak potret gelap mata dunia yang mengabaikan mereka berpuluh-puluh tahun lamanya. Dataran selias 375 kilometer persegi menjadi hunian bagi dua juta warga Palestina. Tak ada yang bisa memasuki kawasan tersebut dengan lancar. Hanya ada dua cara, jika tak melewati perbatasan Mesir-Palestina, para pengunjung akan berhadapan dengan wajah garang para penjaga perbatasan di Israel.

Sekitar 90 persen perbatasan mereka ke dunia hanya melalui darat. Sementara di lait, rudal-rudal peluru pengawas pantai milik Israel siap ditembakkan kepada para pengunjung ilegal.

Sejak pertengahan 2007, Israel memberikan kebijakan kontroversial dengan mem mblokade Gaza dari dunia luar. Upaya ini dilakukan dengan alasan menghentikan serangan roket Hamas yang setiap hari menyasar ke Pemukiman Yahudi.

Sudah berkali-kali masyarakat internasional mengecam blokade tersebut. Sayangnya, Israel tetap bersikukuh bahwa kebijakan ini untuk melindungi rakyatnya. Blokade ini juga membuat ekonomi negara Yaser Arafat itu goyang. Angka pengangguran di Gaza kini meroket hingga 52 persen, sementara tingkat kemiskinan ambruk ke angka 50 persen. Sejak dari itu, Gaza menggantungkan diri dari bantuan internasional, termasuk Indonesia.

\"Sebelumnya (diblokade), saya adalah pengusaha di sini. Saya punya 70 karyawan, sekarang cuma satu,\" kata Youssef Sharaf, pemilik pabrik besi di utara Gaza menanggapi perbedaan nasib warga sebelum adanya blokade Israel.

Pria tersebut mengatakan kehidupan di kota yang di-lockdown sungguhlah sulit. Namun, Sharaf tak menaruh dendam atas dunia yang meremehkan mereka selama 14 tahun lamanya.

Kepada Reuters, ia turut mendoakan agar lockdown di berbagai negara akibat pandemi virus korona bisa segera berakhir. \"Ini (lockdown) sangatlah berat. Semoga Allah selalu beserta mereka,\" ucapnya.

Di Palestina, sedikitnya ada 41 kasus terjangkit infeksi virus corona. Sayangnya, kondisi itu terjadi di Kawasan Tepi Barat, Ramallah. Ini tentu menjadi tantangan di mana mereka juga berjuang dengan sistem kesehatan yang lemah.

Sementara Israel, jumlahnya lebih besar lagi. Otoritas kesehatan setempat mengkonfirmasi sebanyak 324 warganya terjangkit virus tersebut.

Saat warga Tepi Barat dan Israel diminta untuk kerja dari rumah menggunakan internet. Bagi warga Gaza, mereka sudah paham caranya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: