Majalengka ?Butuh Perda Pertanian
MAJALENGKA - Pembangunan infrastruktur jalan, hotel, gedung-gedung dan pabrik di Majalengka terus berlangsung dan akan semakin banyak. Tidak mengherankan jika penyerapan air pada musim hujan, semakin tak terkendali. Apalagi di wilayah pegunungan Majalengka yang tadinya hutan dipenuhi pohon-pohon besar, kini sebagian besar beralih fungsi menjadi lahan pertanian dan tempat wisata.
Persoalan lain muncul ketika semua yang berkaitan dengan tanah untuk penyerapan air hujan dan lahan pertanian yang terkikis pembangunan, belum ada regulasi terkait lahan abadi. Belum ada Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Bupati yang mengatur semua itu.
Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Majalengka, Boy Supanget memaparkan harus ada peta pertanian khususnya di wilayah Majalengka. \"Sepakat harus ada Perda atau minimal Perbup yang mengatur semua lahan, termasuk lahan pertanian. Berapa hektar lahan pertanian hilang karena bandara dan proyek aerocity. Petani di Kertajati dan sekitarnya sudah berubah pekerjaan menjadi tukang ojek, buka warung dan tukang bangunan,\" ujarnya saat ditemui di rumahnya, blok Sukawera Desa Cisambeng Kecamatan Palasah Sabtu (21/3).
Sejak tahun 2013, Boy yang dipercaya menakhodai para kelompok tani di kota angin lewat KTNA ini merasa prihatin dengan semua hal yang berkaitan dengan pertanian. Ia menyebut sejumlah kendala sulit dicari solusinya, meski sebetulnya sangat mudah secara teori jika tidak ada keterkaitan atau kepentingan program, birokrasi, dan politik.
\"Sebagai contoh kita kekurangan penyuluh pertanian. Kalaupun ada, setiap kecamatan hanya beberapa orang. Tidak semua desa mendapat petugas penyuluh pertanian. Sehingga jika ada satu desa yang bukan kewenangan penyuluh, petugas bisa berdalih bukan kewenangan binaan saya,\" ujarnya.
Boy juga menyinggung tentang asuransi pertanian. Pihak perusahaan asuransi, kata dia, sepertinya belum siap untuk memberikan jaminan yang benar-benar real kepada para petani.
\"Soal lainnya, kebanyaakan petani di kita juga tidak begitu peduli. Karena hitung-hitungannya tidak cocok. Misal panennya lancar-lancar saja, petani rugi karena tetap harus bayar premi bulanan. Kalau pun gagal panen, kalkulasi pihak asuransi juga tidak mengena di tataran pola pikir para petani,\" ungkapnya.
Boy menjelaskan kendala lainnya, soal bantuan pupuk yang tak sesuai sasaran dan penyalurannya. Jika penyalurannya dengan sistem yang lebih canggih seperti saat ini, hal itu pun dirasa kurang sreg dengan petani yang pola pikirnya sebetulnya lebih sederhana.
\"Coba saja tanya petani, soal pupuk dan bantuan pupuk saat ini. Bagaimana pendapatnya, tanya langsung kepada petaninya,\" ujarnya.
Kembali ke soal lahan pertanian dan lahan-lahan lainnya yang beralih fungsi, pemerintah menurut Boy harus berupaya untuk meminimalkan dampak perusahaan. Caranya dengan menetapkan regulasi yang jelas tentang lahan abadi.
\"Dampak dari industri, sebagai contoh, limbah batu alam kurang baik bagi tanaman padi. Apalagi limbah pabrik lainnya. Alih fungsi tolong diperhatikan.\" ungkapnya. (iim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: