Arkeolog Temukan Altar Pemujaan Megalitikum di Cipari

Arkeolog Temukan Altar Pemujaan Megalitikum di Cipari

KUNINGAN–Khazanah peninggalan zaman purba di Kabupaten Kuningan ternyata bukan hanya di Kelurahan Cipari, Kecamatan/Kabupaten Kuningan saja. Di Kecamatan Luragung pun terdapat peninggalan masa silam yang tak ternilai harganya. Sebetulnya, masyarakat setempat sudah sejak lama tahu ada benda-benda prasejarah yang dibiarkan tergeletak begitu saja di sebuah hutan yang tak jauh dari pemukiman penduduk. Padahal benda benda tersebut memiliki nilai sejarah yang tak bisa digantikan dengan uang. Masyarakat setempat hanya melestarikannya, karena takut akan terkena bencana. Sejak zaman dulu, Kecamatan Luragung dikenal sebagai cikal bakal berdirinya Kerajaan Kuningan atau Kajene. Tapi hanya sedikit yang tahu jika di wilayah tersebut tepatnya di Desa Dukuh Maja, terdapat benda-benda masa lalu yang menjadi bukti kalau wilayah itu sebelumnya berdiri sebuah kerajaan. Cerita dari mulut ke mulut itulah yang membuat empat petugas Balai Arkeolog Bandung tertarik untuk melakukan penelitian tentang sejarah masa lalu Kabupaten Kuningan. Selama delapan hari, tim arkeolog yang berjumlah empat orang itu keluar masuk desa yang diduga memiliki peninggalan sejarah. Tercatat 16 desa di wilayah Kecamatan Luragung disasar tim arkeolog Bandung. Misalnya tim mengunjungi Desa Cigedang yang lokasinya di sebelah selatan Luragung. Di desa ini, tim arkeolog menemukan sebuah batu menhir, namun ukurannya relatif kecil. Batu yang diduga berasal dari zaman Megalitikum tersebut berada di depan balai desa setempat. Selain batu menhir, tim juga mendata makam-makam unik yang ditemukan di desa tersebut. Penemuan batu berbentuk menhir juga ditemukan tim di Desa Walahar Cageur, masih di kecamatan yang sama. Motif batu prasejarah itu hampir sama seperti yang ditemukan di Cigedang. “Tim sudah mendatangi 12 desa yang ada di Kecamatan Luragung. Mereka meneliti batu berbentuk menhir yang ada di Cigedang dan Walahar Cageur. Malah di Cigedang ditemukan pecahan keramik dan makam penyebar Islam. Mungkin masih banyak benda-benda prasejarah yang belum ditemukan,” terang Suhartono, staf Kecamatan Luragung yang mendampingi tim arkeolog melakukan penelitian. Selanjutnya tim menuju Desa Dukuh Maja yang hanya berjarak 10 menitan dari pusat kota Luragung. Dipimpin Dra Sudarti dan Dra Evi Latipundiah, mereka memasuki hutan Cireundeu, Desa Dukuh Maja. Di wilayah yang dipenuhi pohon jati tersebut, tim memantau sejumlah artefak yang ada di lokasi. Di lokasi tersebut, tim melakukan eksvakasi untuk mencari benda-benda bersejarah. Hasilnya, tim menemukan pecahan keramik dan gerabah yang diduga peninggalan zaman Islam. Di samping itu, arkeolog juga menemukan punden berundak di lokasi eksvakasi. Punden berundak dari batu itu belum terlihat jelas, karena lapisan atasnya tertutup tanah dan rumput. Agar hasil penelitian maksimal, tim arkeolog membagi dua tim. Selain punden berundak, tim juga menemukan bebatuan yang posisinya melingkar mirip altar sesaji. Batu-batu berwarna hitam itu seperti tak lazim berada di lokasi tersebut. Warga sendiri sebenarnya sudah tahu sejak lama keberadaan batu mirip punden berundak dan altar yang diduga untuk pemujaan tersebut. “Bebatuan ini disebut temu gelang yang di tengahnya terdapat monolit. Monolit ini biasa disebut media untuk memuja. Hal ini menunjukkan peradaban zaman Animisme sempat berkembang di daerah sekitar Luragung. Tanda lain yang mendukung keberadaan zaman Megalitikum adalah altar yang terdiri dari lima buah batu. Di mana masing-masing altar memiliki temu gelang,” terang Dra Evi Latipundiah kepada Radar di lokasi eksvakasi, kemarin. Namun Evi belum bisa memastikan apakah benda temuannya ini berasal dari zaman prasejarah atau masa Hindu/Budha. Sebab untuk memastikannya memerlukan penelitian lebih lanjut. Tapi melihat ciri-ciri yang ada, dia berasumsi kalau punden berundak dan altar batu itu peninggalan zaman Megalitikum. “Perlu penelitian lebih dalam. Mungkin saja eksvakasi lebih besar dilakukan, seandainya kami menemukan benda-benda prasejarah lainnya,” ujar tim kedua arkeolog Bandung itu. Arkeolog lainnya, Dra Sudarti memaparkan, untuk pecahan keramik dan gerabah yang ditemukan menunjukkan jika itu berasal dari zaman peradaban Islam. Hanya saja dia belum bisa memastikan dari tahun berapa keramik dan gerabah itu berasal. Untuk memastikannya, diperlukan penelitian khusus. “Pecahan keramik dan gerabah kami menduga dari peradaban Islam yang masuk ke Luragung. Apalagi di wilayah ini banyak ditemukan makam penyebar Islam. Penelitian yang kami lakukan baru sebatas proses awal. Bisa saja nantinya ditemukan benda-benda antik lainnya jika digali secara total dan penelitian secara khusus,” tambah dia. Melihat banyaknya benda purbakala yang ditemukan di wilayah Kecamatan Luragung, bisa jadi kawasan ini dulunya kota tua. Menurut Evi, timnya melakukan penelitian setelah sebelumnya mendapat laporan tentang banyaknya benda purbakala yang ditemukan warga. Untuk memudahkan penelitian, pihaknya membagi dua tim. “Di Cigedang dan beberapa desa lainnya kami menemukan pecahan keramik dan gerabah dan juga makam penyebar Islam. Penemuan serupa juga ditemukan di Dukuh Maja. Lokasinya jauh dari pemukiman penduduk. Kami hanya menggali tanah di lokasi yang diduga menyimpan pecahan keramik,” tuturnya. Kendati menemukan benda purbakala dan zaman Kerajaan Islam, tapi tim arkeolog tidak menemukan benda-benda peninggalan zaman Hindu/Budha. Padahal antara zaman Animisme dan Kerajaan Islam terpaut jarak ratusan tahun. “Kami belum menemukan benda-benda peninggalan kebudayaan Hindu/Budha di wilayah Luragung. Sekali lagi temuan awal yang kami dapatkan diduga berasal dari masa Megalitikum dan Kerajaan Islam,” pungkas dia.  (ags)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: