Fatal Jika PSBB Dilonggarkan

Fatal Jika PSBB Dilonggarkan

PEMERINTAH pusat melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 kembali mencatat jumlah pasien sembuh dari virus corona (Covid-19) bertambah. Data hingga Jumat (15/5) menjadi 3.803 orang setelah ada penambahan sebanyak 285 orang.

Meski terus terjadi penambahan, pemerintah daerah perlu mewaspadai risiko jika ada pelonggaran pada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). “Kasus sembuh bertambah 285 orang sehingga menjadi 3.803 orang,” ungkap Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto dalam keterangan resmi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Jumat (15/5).

Di sisi lain, jumlah kasus terkonfirmasi positif juga bertambah 490 orang, sehingga totalnya menjadi 16.496. Sedangkan jumlah kasus meninggal menjadi 1.076 setelah ada penambahan 33 orang.

Kemudian jumlah orang dalam pemantauan (ODP) menjadi 262.919 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) menjadi 34.360 orang. Data tersebut diambil dari 34 provinsi dan 383 kabupaten/kota di Tanah Air.

Yurianto mengatakan, PSBB menjadi senjata bersama untuk mengendalikan laju, bahkan memutus rantai penularan virus membahayakan itu. “Keberhasilan pengendalian Covid-19 sangat bergantung pada kesungguhan dan kedisplinan kita semua,” terang Yurianto.

Beberapa hari terakhir banyak media yang memberitakan penilaian tentang penerapan PSBB di berbagai daerah. Fokus Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 adalah pelaksanaan PSBB yang efektif di daerah-daerah yang menerapkannya.

Dengan pelaksanaan PSBB, banyak kegiatan masyarakat yang dibatasi. Ada kegiatan yang sepenuhnya dilarang, ada pula kegiatan yang pelaksanaannya diatur.

“Salah satu perangkat pemerintah untuk mengatur pembatasan dalam PSBB adalah dengan adanya Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020. Surat Edaran itu untuk mengatur, bukan menghilangkan pembatasan dalam PSBB,” tuturnya.

Yurianto mengatakan surat edaran tersebut secara tegas menyebutkan siapa saja yang masih bisa melakukan perjalanan sepanjang penerapan PSBB karena keberadaannya masih diperlukan untuk pelayanan percepatan penanganan Covid-19.

Misalnya, bila suatu daerah memerlukan tambahan tenaga sukarelawan, baik medis maupun nonmedis, tenaga dokter spesialis paru, teknisi laboratorium kesehatan, atau tenaga lain yang diperlukan dalam rangka percepatan penanganan Covid-19, maka perjalanannya diberikan pengecualian.

“Keperluan pertahanan negara, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, pelayanan kesehatan, dan pelayanan kebutuhan dasar juga termasuk yang dikecualikan,” jelasnya.

Terpisah, Ketua Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) James Allan Rarung mengatakan kemungkinan ada orang tanpa gejala yang membawa virus penyebab Covid-19 meningkat saat pelonggaran PSBB.

Pelonggaran PSBB itu terkait kebijakan pemerintah untuk mengizinkan warga yang berusia 45 tahun ke bawah bekerja kembali. “Secara prediktif risiko meningkatnya kasus penularan Covid-19 atas pemberlakuan keputusan ini adalah sesuatu yang nyata dan tak terelakan. Namun, kemungkinan besar yang terjadi adalah meningkatnya orang yang terinfeksi dengan tanpa gejala,” kata James di Jakarta, kemarin.

Menyikapi keputusan pemerintah itu, James menuturkan pelayanan kesehatan mau tak mau harus menyesuaikan. Dan pemberlakuan atas bekerjanya pekerja 45 tahun ke bawah harus diikuti oleh protokol yang ketat terkait pencegahan penularan Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: