Mobil Listrik Dipasarkan Mulai 2014
Harga Rp140 Juta, Biaya Operasional Jauh Lebih Hemat BOGOR - Rencana Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan untuk memproduksi secara masal mobil listrik segera terwujud. Persoalan baterai yang selama ini menjadi salah satu kendala sudah teratasi. Kemarin (13/7) baterai litium pertama di Indonesia untuk kebutuhan mobil listrik nasional diluncurkan di pabrik PT Nipress Tbk di Jalan Raya Narogong Km 26 Cileungsi, Bogor. Dengan baterai tersebut, Dahlan menargetkan pada 2014 sudah dipasarkan mobil listrik produksi dalam negeri sebanyak 5.000 unit. Dahlan mengatakan, baterai litium menjadi solusi atas permasalahan suplai energi yang dihadapi dalam mengembangkan mobil listrik. ”Penemuan ini saya catat karena sangat penting. Ini hasil diskusi yang sangat lama dari tim mobil listrik. Produksi baterai litium ini juga selesai sesuai target,” papar Dahlan setelah meresmikan pabrik baterai litium milik PT Nipress. Menurut Dahlan, dibutuhkan waktu 15 tahun untuk menjadi raja produsen mobil listrik di dunia. ”Sekarang pakai mobil listrik dicerca orang, dicaci maki orang. Kemarin dengar sudah ada pabrik mobil listrik di AS yang (menghasilkan) laba. Kemudian, ada pabrik pembuatan bajaj listrik di Sidoarjo, buatan Swedia. Itu kabar baik,” ujar Dahlan. Produksi baterai litium di dalam negeri akan mengakselerasi pengembangan mobil listrik sebelum akhirnya dipasarkan tahun depan. Kementerian BUMN akan menempatkan sejumlah perusahaan pelat merah sebagai salah satu konsumen utama, salah satunya PT PLN. ”Terima kasih kepada tim yang sudah bersusah payah membuat ini. Saya ucapkan selamat pada Indonesia karena baru saja meluncurkan baterai litium pertama di Indonesia. Seumur-umur, kita belum pernah buat baterai litium di Indonesia,” kata Dahlan. Dahlan pada kesempatan itu juga memperkirakan, harga mobil listrik yang akan dijual bisa ditekan menjadi Rp140 juta. Dengan penggunaan baterai litium, harga jual kembalinya pun lebih stabil dan bobotnya lebih ringan. Direktur Operasional PT Nipress Richard Tandiono mengatakan, bobot dan ukuran baterai litium itu hanya sepertiga baterai mobil listrik yang digunakan sekarang. ”Tadinya baterai untuk mobil listrik diimpor. Sekarang sudah ada di dalam negeri dengan kapasitas produksi 500 unit per bulan atau 6.000 unit per tahun,” terangnya. Richard menyimulasikan head-to-head penggunaan mobil konvensional dan mobil listrik. Mobil berbahan bakar minyak dengan dapur pacu 1.300 cc setara dengan mobil listrik berkapasitas battery pack 15 kwh. Dengan jarak tempuh per bulan rata-rata 2.000 kilometer, biaya operasional pengguna mobil konvensional sekitar Rp1,3 juta. Sedangkan mobil listrik hanya membutuhkan biaya operasional Rp1 juta. ”Setiap 10 kilometer mobil konvensional diasumsikan menyedot BBM bersubsidi 1 liter dengan harga Rp6.500. Sedangkan mobil listrik hanya dengan biaya Rp750. Harga jualnya pun bisa lebih murah dengan sistem penggunaan baterai berjangka atau sewa,” jelasnya. PT Nipress didaulat menjadi salah satu konsorsium penyokong industri mobil listrik nasional untuk penyedia baterai litium. Sementara PT Sarimas Ahmadi Pratama menjadi salah satu pelopor produsen mobil listrik, salah satunya tipe Ahmadi. (cr17/jpnn/c11/agm)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: