Jenis Pungutan dengan Alasan Biaya Gedung Dianggap Ilegal

Jenis Pungutan dengan Alasan Biaya Gedung Dianggap Ilegal

KEJAKSAN- Wali Kota Cirebon Drs Ano Sutrisno MM mengaku sudah mengingatkan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Cirebon Drs Anwar Sanusi MSi untuk membina pihak sekolah yang melakukan pungutan. Dia pun meminta dinas pendidikan untuk juga mengingatkan pihak sekolah agar tidak melakukan pungutan yang memberatkan orang tua siswa. Dikatakan, kalaupun ada aksi pungut-memungut, hal itu harus disesuaikan dengan kemampuan orang tua. “Setiap hari saya ingatkan kadisdik untuk mengimbau dan mengingatkan kepala sekolah agar tidak bicara uang. Yang penting ada duduk dulu, baru undang orang tua bila ingin ada sumbangan. Dan itu pun harus disesuaikan dengan kemampuan orang tua,” bebernya, kemarin. Dirinya pun heran, bila sampai terjadi pungutan di lingkungan SMP. Pasalnya, untuk tingkat SMP sendiri dana pendidikan siswa sudah di-cover oleh bantuan operasional sekolah (BOS) baik dari pusat ataupun daerah. “Seharusnya di SMP, beban-beban orang tua lebih ringan,” lanjutnya. Kalaupun SMA belum tersentuh dana bos secara utuh, pungutan yang dilakukan pun harus berdasarkan rapat dan musyawarah mufakat orang tua. Terlebih, untuk tahun ajaran baru 2013 ini biaya LKS sudah ditanggung oleh pemerintah daerah. Sehingga tidak akan ada lagi pungutan LKS baik di tigkat SMP ataupun SMA. “LKS tahun ajaran baru ini sudah ditanggung oleh pemerintah daerah, baik SMP atau SMA. Jadi seharusnya ya lebih ringan,” tukasnya. Lebih lanjut dikatakan Ano, saat ini dirinya sudah menugaskan tim untuk melakukan pengkajian terkait biaya yang dibutuhkan untuk anak didik di tingkat SMP dan SMA. Sehingga dari hasil pengkajian itu sudah terlihat berapa standar minimal anggaran yang diperlukan masing-masing siswa. “Setelah ketahuan kan bisa dibedah minimalnya berapa dan untuk apa saja,” ujarnya lagi. Di tingkat SMA sendiri, diakui Ano memang belum di-cover oleh dana BOS secara utuh. Namun rencananya, tahun 2014 mendatang, dana BOS SMA akan dianggarkan. “Kalau sekarang ada beban untuk anak yang sekolah di SMA, saya minta jangan berat-berat. Dan itu harus melalui musyawarah. Sambil menunggu kebijakan pemerintah lainnya, pengalokasian BOS di 2014. Karena sekarang saya juga tidak bisa berbuat banyak. Saya sendiri jadi wali kota di tengah anggaran berjalan,” tukasnya. Sementara itu, dana sumbangan pembangunan (DSP) hingga jutaan rupiah yang dilakukan pihak sekolah ke siswa baru dinilai tanpa dasar hukum yang jelas. Langkah tersebut dianggap ilegal. Hal ini disampaikan pengamat hukum pidana, Agus Dimyati SH MH, Selasa (16/7). Agus Dimyati mengatakan, pemerintah mengamanatkan anggaran pendidikan hingga 20 persen dari APBD kota/kabupaten, provinsi maupun APBN. Dana tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan pendidikan. Termasuk di dalamnya pembangunan fasilitas sarana prasarana di sekolah. Adanya iuran biaya sumbangan pembangunan sekolah, menurut Agus, sama dengan sekolah negeri membiayai kebutuhan operasional sekolahnya sendiri. Padahal, ratusan miliar dana APBD Kota Cirebon, digelontorkan khusus untuk pendidikan. “Ini fakta, sekolah negeri lebih mahal dari swasta. Menurut saya ini aneh,” ucapnya. Iuran DSP dianggap illegal oleh Agus Dimyati karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Jika kesepakatan dengan Komite Sekolah dan orang tua siswa menjadi acuan, hal itu sama dengan cacat hukum. Pasalnya, kesepakatan tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum. “Dasar hukum harus dibuat secara resmi oleh pemangku kebijakan. Baik eksekutif maupun legislatif,” terangnya. Bukti lain, besaran iuran tidak sama nominalnya. Jika iuran resmi, pasti diseragamkan. Dikatakan Agus, DSP yang diajukan sekolah sama dengan komersialisasi pendidikan. Wali Kota Cirebon Ano Sutrisno selaku pemegang kebijakan tertinggi, harus bertanggung jawab jika ada siswa tidak bisa sekolah karena DSP yang tinggi. Saat menerima siswa baru dikendalikan dengan Peraturan Wali kota (perwali), namun urusan keuangan DSP, tidak ada perwali yang mengatur. “Padahal sudah tahu, tapi tidak bersikap,” cetusnya. DSP, jelas-jelas menarik uang dan memberatkan orang tua siswa. Saat rapat, orang tua tidak mungkin menolak, karena beban psikologis anak yang sekolah. SEKOLAH SAMPAIKAN KLARIFIKASI Terpisah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMAN 2 Kota Cirebon, Dra Mumun Maemunah mengatakan jumlah dana yang ditawarkan kepada siswa baru di SMAN 2, sama dengan sekolah lainnya. Ditegaskan, pihaknya tidak semena-mena dalam memungut uang kepada orang tua siswa baru. Terkait sumbangan orang tua siswa baru, SMAN 2 memberikan perbedaan harga yang variatif. Mumun menjelaskan, pihaknya menyodorkan kepada orang tua siswa DSP (Dulu disebut uang gedung) dengan nominal Rp5 juta. Uang itu, jelasnya, digunakan untuk renovasi dan perbaikan gedung sekolah. Termasuk menyediakan sarana pendidikan yang belum dimiliki. Namun, dia menegaskan bahwa angka Rp5 juta bukan patokan pasti. “Ada yang kurang, kami terima. Orang tua yang memberi lebih (dari Rp5 juta, red) terima kasih,” tukasnya, kemarin. Bagi siswa baru tahun ajaran 2013-2014, SMAN 2 memberikan uang wajib keperluan siswa sejumlah Rp1,6 juta. Dana tersebut digunakan untuk kebutuhan siswa itu sendiri. Menurut Mumun, uang itu untuk membeli seragam lengkap, simpanan wajib koperasi sejumlah Rp200 ribu, biaya komputer dengan sertifikat Singapura, buletin selama satu tahun, pelatihan pramuka dan lain-lain. “Peruntukanya bukan hanya satu item. Tapi seluruh kebutuhan siswa baru,” paparnya. Untuk SPP bulanan, SMAN 2 memutuskan angka Rp300 ribu. Sedangkan, siswa dari keluarga miskin, sekolah komitmen untuk membebaskan dari biaya DSP dan juga biaya SPP. Sementara, biaya Rp1,6 juta hanya ditawarkan kepada keluarga miskin. “Kami harap mereka bayar untuk Rp1,6 juta itu,” ucapnya. Artinya, kata Mumun, SMAN 2 mendukung program pemerintah mencerdaskan anak bangsa secara merata. Termasuk, membebaskan biaya SPP bulanan untuk siswa miskin. Jika SMAN 2 telah menetapkan biaya DSP, SMAN 1 justru belum merapatkan sama sekali. Ketua PPDB SMAN 1 Kota Cirebon, Drs Bekti Susilo MPd mengatakan, pihaknya belum pernah melakukan rapat atau pertemuan apa pun terkait besaran DSP. Jika kemudian diberitakan muncul angka Rp8 juta, Bekti justru heran dan mempertanyakan hal itu. “Kita belum rapat apa pun terkait uang sumbangan pendidikan, baik tahunan maupun bulanan. Kenapa bisa muncul angka Rp8 juta? Itu darimana asalnya?” ucapnya, Selasa (16/7). Selama ini, SMAN 1 memegang prinsip mengutamakan kualitas tanpa membebani siswa. Untuk siswa miskin, lanjut Bekti, tidak menutup kemungkinan akan mendapatkan beasiswa dan gratis biaya pendidikan. “Untuk itu, kita lihat perkembangan selanjutnya. Kami memegang teguh komitmen pendidikan untuk semua golongan dan status sosial,” terangnya. Bekti menegaskan, hingga saat ini belum ada rincian dana terkait DSP maupun SPP. Kepala Sekolah SMAN 5 Kota Cirebon, Drs Mulya Hadiwijaya MPd menjelaskan, pihaknya sudah merencanakan besaran biaya. Hal ini atas dasar pertanyaan orang tua siswa. Dikatakan Mulya, untuk keperluan perlengkapan seragam dan kegiatan, seluruhnya dihitung dalam satu pembayaran. Nilai totalnya untuk biaya seragam dan lain-lain, hanya Rp895 ribu. “Itu untuk semua kebutuhan siswa baru,” jelasnya kepada Radar di ruang kerja, Selasa (16/7). Untuk biaya SPP bulanan, SMAN 5 mematok Rp150 ribu yang dibayarkan dua bulan pertama, Juli dan Agustus. Mulya mengatakan, sekolahnya merencanakan akan meminta persetujuan untuk uang awal tahun dengan besaran Rp2,5 juta. “Kami tidak meminta uang gedung atau DSP itu,” terangnya. Uang awal tahun, digunakan untuk kebutuhan sekolah selama setahun. Seperti mengganti kaca rusak, pintu rusak, fotokopi ulangan dan sejenisnya. Namun, dana tersebut baru rencana. Karena SMAN 5 belum merapatkan dengan orang tua siswa. Selanjutnya, sekolah di Jalan Perjuangan itu berkomitmen untuk mempersilakan orang tua siswa baru menyicil biaya jika tidak mampu. Bahkan, jika orang tua merasa tidak mampu atau keluarga miskin, dapat mengajukan bukti fisik yang diperlukan. “Bagi yang miskin, bayar semampunya,” ucap Mulya. Terpisah, Kepala SMPN 1 Kota Cirebon, Drs Tusman MPd menjelaskan, informasi yang berkembang tentang jumlah uang yang harus dibayarkan saat daftar ulang di SMPN 1 mencapai Rp5 juta, adalah tidak benar. “Satu rupiah pun kami tidak minta uang saat daftar ulang siswa baru,” tegasnya. SMPN 1 berkomitmen agar pendidikan berjalan sesuai aturan tanpa beban biaya tinggi. Terkait pungutan biaya, dilakukan setelah siswa sudah mendaftar ulang dan dianggap resmi sebagai siswa baru SMPN 1. Pungutan siswa baru untuk pembelian kebutuhan sekolah, lanjut Tusman, nilainya tidak lebih dari Rp900 ribu saja. Uang tersebut, untuk pembelian seragam, baju olahraga, baju muslim, kaus kaki, sepatu, pakaian pramuka, sampai atribut sekolah. Itupun, tidak ada pemaksaan. Dengan kata lain, pembelian seragam dan sejenisnya, hanya diperuntukan bagi yang pesan. “Kalau tidak pesan, tidak apa-apa,” ujarnya. MOPDB HARI KEDUA Sementara itu, masa orientasi peserta didik baru (MOPDB) di sejumlah sekolah yang berbarengan dengan pelaksanaan ibadah puasa membuat panitia dan pihak sekolah berpikir ulang untuk melaksanakan MOPD dengan kegiatan-kegitan fisik yang menguras tenaga. Hal inilah yang coba diterapkan di SMAN 1 Cirebon. Wakasek Kesiswaan Abdul Haris Muhajir SPd menjelaskan mulai tahun ini pihaknya memberlakukan sistem MOPD tersebut. \"Kita ingin semua siswa berpakaian yang rapi, dan kalaupun ada hukuman harus ada nilai edukasinya, seperti dengan membuat tulisan artikel,\" ungkapnya kepada Radar, Selasa (16/7). Tradisi perpeloncoan, kata Haris, akan menimbulkan efek balas dendam nantinya. Maka dari itu, pihak sekolah mencoba untuk menghapus tradisi-tradisi semacam itu, baik di MOPD maupun di kegiatan-kegiatan ekstra kulikuler.  Tahun ini, lanjut Haris, setidaknya ada 413 siswa yang mengikuti MOPD di SMAN 1. Sementara itu, panitia disiapkan terdiri dari panitia OSIS 48 orang dan panitia guru 15. Kegitan MOPD sendiri, menurut Haris, sangat penting untuk mengenalkan kepada siswa baru mengenai lingkungan yang berada di sekolah. \"Kita fokuskan kegiatannya berada di aula, lapangan dan masjid,\" tukasnya. Kegiatan MOPD di SMAN 1 sendiri digelar selama 4 hari, dari tanggal 15 hingga 18 Juli 2013. (kmg/ysf/jml)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: