Demokrat Tuding Pihak Lain Terlibat, Ancam Buka Aktor PPDB Jilid II Tahun 2012
KEJAKSAN– Kader Demokrat, HP Yuliarso BAE, tak tinggal diam soal kisruh penerimaan peserta didik baru (PPDB) online 2013. Apalagi banyak pihak terang-terangan menyesalkan tindakan Wakil Wali Kota Nasrudin Azis yang menyetujui ratusan siswa ke sekolah negeri tertentu yang nyata-nyata sudah melebihi kuota rombel. Yuliarso yang juga ketua DPRD itu mengatakan penambahan rombel akibat rekonsiliasi data bukan kesalahan Wawali Azis. Pria yang akrab disapa Yuli itu menuding ada pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan kebijakan Azis. Dia lantas mengajak seluruh pihak agar kasus penambahan rombel ini menjadi pelajaran berharga untuk perbaikan PPDB tahun 2014. “Tahun ini perwali tidak jalan. Akhirnya ada kebijakan wawali. Begitu dibuka kebijakan, dimanfaatkan pihak luar. Wawali hanya menitipkan 300 orang, kalau sampai 632, berarti ada titipan liar yang tidak terpantau wawali,” paparnya kepada Radar, kemarin. Titipan itu, sambung Yuli, diberikan sebelum pengumuman penerimaan siswa baru. Caranya, kepala sekolah mendata nilai UN siswa. Setelah itu, disesuaikan dengan patokan sekolah tujuan masing-masing. Setelah didata dan didistribusikan, nama-nama siswa baru itu harus kepala sekolah langsung yang mendaftarkannya. Sehingga, jika terjadi kesalahan dalam penerimaan siswa baru, kepala sekolah yang harus bertanggung jawab. Dalam hal ini, kata Yuli, disdik menjadi pengawas lapangan. “Ini usulan saya yang pasti disampaikan kepada wali kota untuk pelaksanaan PPDB tahun depan,” ucap Yuli. Saat rapat dengan wali kota dan disdik, Yuli mengaku sudah menyampaikan agar handphone (HP) tidak boleh ada yang dimatikan. Namun, saat dia menghubungi Kepala Disdik, Anwar Sanusi, pada Rabu siang (17/7), nomor kadisdik tidak aktif. Hal ini membuat DPRD kecewa dan menganggap kadisdik selaku pihak yang paling bertanggung jawab dalam dunia pendidikan, tidak menunjukkan tanggung jawabnya. Terkait aksi titip-menitip, Yuli menegaskan siap membongkar oknum aktor utama pada PPDB jilid dua 2012 lalu. “Saya tahu persis siapa yang mulai menitip. Mau saya bongkar tah?” ancamnya. Secara umum disampaikan, harus diakui bersama bahwa seluruh elemen belum siap menerima dan melaksanakan PPDB secara online dengan tidak ada aksi titip-menitip. APBD SANGGUP GRATISKAN PENDIDIKAN Soal pungutan di sekolah-sekolah negeri yang memberatkan para orang tua, Yuli mengatakan bisa diatasi dengan menggunakan APBD Kota Cirebon. Dia menjelaskan, APBD Kota Cirebon mencapai Rp1 triliun. Jika 20 persen untuk dana pendidikan, Rp200 miliar bisa dimaksimalkan untuk berbagai kegiatan pendidikan. Termasuk di dalamnya DSP dan biaya seragam sekolah yang relatif tinggi. Dalam hal ini, dia meminta kepala sekolah mengkoordinasikan dengan dinas pendidikan (disdik) terkait berbagai kebutuhan yang ada. Pasalnya, dewan tidak pernah menyoret anggaran yang diajukan disdik. “Koordinasikan dengan disdik. Butuh apa? Anggaran diambil dari APBD. Kalau bisa begini, selesai dan tidak ada biaya pendidikan mahal,” ucapnya. Mantan Ketua Komisi C yang membidangi pendidikan ini menegaskan, sekolah dapat membuat Rencana Kerja Anggaran (RKA) yang diajukan ke disdik. Selanjutnya, disdik memasukan ke RKA dinas kepada DPRD. Jika tetap meminta biaya DSP kepada siswa baru, hal ini dianggap terlalu membebani. Padahal, anggaran APBD Kota Cirebon sangat mampu untuk mendukung pembiayaan pendidikan. “Saya jamin. Anggaran kita mampu memenuhi segala kebutuhan sekolah,” tegasnya. Bahkan, Yuli menjamin hingga kebutuhan sarana prasarana seluruh sekolah negeri di Kota Cirebon. Terlebih, kucuran dana untuk pendidikan tidak hanya dari anggaran APBD Kota Cirebon. Kucuran dana dari APBN dan APBD Provinsi, dana Bantuan Operasional Siswa (BOS) dan dana lainnya, sangat mampu membiayai seluruhnya. Yuli berharap, sekolah tidak menjadikan penyelenggaraan pendidikan sebagai alasan pembebanan biaya ke orangtua siswa. “Pembelian seragam, jangan dipaksakan,” tukasnya. Politisi Demokrat itu menegaskan, tidak ada alas an untuk pungutan DSP. Pada era kepemimpinan Ano-Azis, Yuli menekankan makna perubahan di semua lini. Disdik telah memiliki anggaran untuk beasiswa rawan drop out (DO), anggaran untuk mengganti biaya ijazah yang ditahan, dan anggaran pendidikan lainnya yang menunjang keberlanjutan siswa agar terus sekolah. Ayah satu puteri ini menekankan kepada seluruh pihak sekolah negeri, agar tidak mencari uang dari siswa baru. Di samping itu, dia meminta walikota untuk bertindak tegas. “Wali Kota Ano harus tegas,” ucap Yuli. Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi C DPRD, Andi Riyanto Lie SE. Menurutnya, posisi APBD Kota Cirebon lebih dari Rp1 triliun. Dengan penduduk hanya 350 ribu jiwa, seharusnya anggaran untuk pendidikan bisa diambil dari APBD kota Cirebon. “Tidak ada alasan anggaran pendidikan minim. DSP tidak perlu ada dan bisa diambil dari pos anggaran Disdik,” ucapnya kepada Radar, Rabu (17/7). Dikatakan Andi, langkah ini kuncinya ada di wali kota. Andi mengatakan, Ano akan berani melakukan perubahan mendasar di bidang pendidikan. Terlebih, salah satu janji kampanye saat mencalonkan diri menjadi walikota, akan menggratiskan biaya pendidikan hingga wajib belajar 12 tahun. Artinya, lanjut Andi, pendidikan dari tingkat SD hingga SMA, tidak perlu ada uang SPP, daftar ulang maupun uang DSP (uang gedung). Untuk tahap awal di tahun ajaran 2013-2014 ini, Ano, kata Andi, telah menggratiskan biaya Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan anggaran Rp4 miliar di APBD Perubahan. Jika dana dialokasikan untuk DSP maupun biaya seragam, Andi yakin tidak akan mengganggu pos anggaran lain di disdik. Khususnya, anggaran untuk belanja pegawai atau gaji guru. “Itu pasti tidak terganggu. Anggaran bisa diambil dari efisiensi anggaran kegiatan-kegiatan,” terangnya. Anggaran kegiatan tidak harus dikurangi, namun, diefisiensikan sesuai kebutuhan. Bila diperlukan, Komisi C DPRD akan menyetujui pagu tambahan untuk disdik. Namun, dengan konsekuensi harus mengurangi pagu anggaran untuk SKPD lain. Jika pendidikan menjadi prioritas utama bagi pasangan Ano-Azis, SKPD lain harus mengalah untuk disdik. Terpisah, tokoh masyarakat Lemahwungkuk, Juhaeni menyesalkan adanya rekonsiliasi data yang akhirnya menambah jumlah rombel. Menurutnya, jika disdik sigap melakukan pendataan awal, rekonsiliasi data tidak mungkin terjadi. Maksudnya, sambung dia, disdik mendata jumlah siswa lulusan dari SD hingga SMA. Setelah itu, kursi yang disediakan didata dengan jumlah lulusan. Menurutnya, 30 sampai 40 persen siswa SD atau SMP di Kota Cirebon merupakan warga luar kota. Artinya, secara matematika, jika pembagian kuota di angka 70-30 sekalipun, tidak aka nada kursi kosong di semua sekolah negeri. Namun, karena tidak ada pendataan dan minimnya sosialisasi Perwali PPDB, membuat keadaan menjadi tidak terkendali seperti tahun sebelumnya. Dalam hal ini, Juhaeni menganggap Wawali Nasrudin Azis dan disdik sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. “Masyarakat sudah menilai. PPDB tahun ini tidak berjalan baik,” ucapnya. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: