Panglima Azis
Oleh: Yanto S Utomo
JAKARTA kembali memberlakukan PSBB kedua, Senin kemarin. Pembatasan Sosial Bersekala Besar itu kembali diributkan. Yang pro dan kontra Anies Baswedan, kembali \"berperang\".
Seolah mengulang ketika Sang Gubernur DKI Jakarta itu, berencana memberlakukan lock down kota. Yang akhirnya diputuskan PSBB pertama. Awal-awal pandemi dulu. Beberapa bulan lalu.
Sepertinya kita ini benar-benar telah terbelah. Mungkin niat sama. Memerangi Covid-19. Tapi bisa jadi juga tidak. Yang penting berbeda. Yang penting ribut. Tidak perduli pandemi sudah mengancam nyawa kita.
Padahal yang dibutuhkan sekarang adalah skala prioritas. Keputusan pemerintah yang ditunggu. Kesehatan dulu atau ekonomi. Atau kedua-duanya bisa sejalan. Lalu bagaimana menjalankan keputusan itu. Bukan hanya ribut tanpa ujung. Yang menambah kepedihan akibat pandemi.
Saya tidak habis pikir, apakah tidak bisa ngobrol antara pemimpin negeri ini. Yang ada malah saling menyalahkan. Terutama yang pro dan kontra Anies.
Drama itu di Jakarta. Di pusat. Di sentralnya keruwetan negeri ini. Di tempat banyak orang cerdik pandai tinggal. Di singgah sana para pejabat kita. Di lokasi di mana negeri ini dikendalikan. Di pusat episentrum pandemi.
Di Cirebon? Pasti juga tertular. Kota kecil di Pantura Jabar ini juga kena imbasnya. Tapi hanya riak-riak. Tidak terlalu berpengaruh. Bahkan mungkin hanya segelintir orang.
Lihatlah Walikota Nashrudin Azis. Orang nomor satu di Kota Cirebon ini. Memimpin sendiri di lapangan. Perang melawan ganasnya Covid-19. Tanpa banyak retrorika. Set set wet terjun di jalanan. Pagi, siang, sore bahkan malam. Tak kenal waktu. Tak ada jam kerja. Misinya satu, menjaga rakyatnya agar tidak tertular virus asal Tiongkok itu.
Pak Azis, biasa disapa, kadang-kadang mendatangi pasar, mal, dan sejumlah keramain. Yang paling sering di jalanan. Di sekitar lampu merah. Kadang-kadang di lokasi kerumunan orang.
Sosok yang terkenal santun ini,
terus mengimbau penerapan standar Covid-19. Meminta selaku memakai masker. Cuci tangan. Jaga jarak. Tapi juga tidak segan-segan mencegat siapa saja yang melanggar protokol Covid. Terutama yang tidak mengenakan masker. Dari imbauan hingga teguran keras pun dilakukan.
Dia sangat sadar, perlawanan terhadap covid, tidak bisa hanya dikomandoi dari ruang ber-ac balaikota. Tidak bisa juga hanya lewat pidato, diskusi, dan seremoni. Apalagi hanya saling ejek di media sosial. Perlawanan itu di lapangan. Pencegahan secara langsung.
\"Saya memang berbagi tugas dengan Tim Penanggulangan Covid 19 Kota Cirebon. Tapi saya memilih memimpin pencegahan di lapangan,\" ungkap mantan Ketua DPRD Kota Cirebon ketika \"sidak\" di Komplek Graha Pena Radar Cirebon beberapa waktu yang lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: