CIREBON - Rapat pleno penghitungan manual surat suara hasil pilkada yang digelar KPU Kabupaten Cirebon di Asrama Haji Wetubelah, berlangsung tegang, Sabtu (12/10). Para saksi protes keras karena melihat banyaknya kejanggalan. Buntutnya, empat saksi pasangan calon (kecuali Hebat dan Ason-Elang) menyatakan menolak menandatangani hasil penghitungan. Meski diguyur protes, namun KPU tetap tak bergeming. Pada penghitungan itu, pasangan Sunjaya-Gotas (Jago-Jadi) tetap meraih suara tertinggi dengan 239.040 suara atau 27,89%. Kemudian posisi kedua diperoleh pasangan Heviyana-Rakhmat (Hebat) dengan 173.519 (20,24%), disusul duet Luthfi-Arimbi dengan mendapat 158.168 (18,45%), Qomar-Subhan meraih 123.003 (14,35), selanjutnya Ason-Elang dengan 82.719 (9,65%) suara, dan posisi paling buncit diraih Insyaf-Darusa dan 80.769 (9,42%) penduduk. Pantauan Radar di lokasi, sejumlah pertanyaan yang dilontarkan masing-masing saksi membuat penyelenggara pemilu itu gelagapan dan bingung memberikan jawaban, terutama kaitannya dengan masalah surat suara. Tidak hanya itu, para saksi juga mempersoalkan hasil rekap model DA di 19 kecamatan. Saat kotak suara dibuka, hasil rekap tingkat PPK yang semestinya disegel dan dimasukkan ke dalam amplop SOP (Standar Oprasional Pelaksanaan) KPU, justru terbuka tanpa pengaman. “Kalau seperti ini, sangat diragukan keabsahannya. Sehingga kami menilai rekapitulasi hasil pilbup adalah cacat hukum,” tegas salah satu saksi di hadapan ratusan audiens. Saat rekapitulasi berlangsung, tidak satupun pasangan cabup-cawabup yang pleno ke tersebut, kecuali pasangan Luthfi-Arimbi. Namun, kehadiran pasangan nomor urut tiga itu tidak sampai tuntas proses hasil rekapitulasi. Penetapan hasil pleno cabup cawabup pun berlangsung alot. Para saksi kecewa dengan sikap KPU yang akhirnya meminta waktu kepada pimpinan sidang kurang lebih 10 menit untuk berunding menyikapi hasil rekapitulasi manual KPU yang dinilai bermasalah. Dari hasil rundingan tersebut, keenam saksi sepakat satu suara menyatakan bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu sangat tidak professional dan patut dipertanyakan kinerjanya selama melaksanakan tahapan pemilu. Selain itu, pihaknya meminta kepada KPU agar di 19 kecamatan tersebut dilakukan penghitungan ulang. “Kami minta ada penghitungan pemilu ulang khusus di 19 kecamatan itu, karena ini benar-benar cacat hukum. Sebanyak sembilan kecamatan tidak menggunakan amplop dan tidak disegel. Sedangkan 10 kecamatan pakai amplop tapi bukan standar KPU,” ungkapnya. Saksi pasangan nomor urut 3 Luthfi-Arimbi, Ahmad Fadli MSi mengatakan, hasil perhitungan suara di 19 kecamatan tidak sesuai dengan standar operasional perhitungan KPU, sehingga dinilai cacat hukum. Artinya, KPUD Kabupaten Cirebon sebagai penyelenggara pemilukada Kabupaten Cirebon tidak professional. “Kami melihat ini terkesan main-main. Kalaupun ada calon bupati dan wakil bupati yang terplih, maka bupati dan wakil bupatinya cacat hukum,” katanya. Oleh karena itu, tim saksi menolak menandatangi hasil rapat pleno KPUD Kabupaten Cirebon kali ini dan menuntuk perhitungan ulang di 19 kecamatan. “Kami memilih untuk tidak tanda tangan, karena penyelenggara tidak professional. Kalau perlu di 19 kecamatn tersebut pemilihan ulang,” beber Fadli. Langkah selanjutnya, tim pemenangan Luthfi-Arimbi akan melaporkan KPUD Kabupaten Cirebon kepada Dewan Kehormatan Pengawasan Pemilihan Umum (DKPPU), KPU Pusat dan Badan Pengawas Pemilu. “Kita sudah berkordinasi dengan Jimly Asshiddiqie sebagai ketua KPPU dan dalam waktu dekat akan segera dilaporkan sebelum batas yang telah ditentukan dalam undang-undang,” ungkapnya. Selain kecewa dengan kinerja KPUD Kabupaten Cirebon, Fadli juga mempertanyakan peran dan fungsi Panwaslu Kabupaten Cirebon yang terkesan sengaja dilemahkan oleh pihak penguasa anggaran. “Karena logistiknya kurang, Panwaslu taringnya tidak kuat. Banyak pelanggaran pemilukada yang tidak ditindaklanjuti,” ucapnya. Sementara, saksi dari pasangan nomor urut dua, Jago-Jadi pun menolak melakukan tanda tangan dalam rapat pleno tersebut dengan alasan KPUD Kabupaten Cirebon tidak professional. Dikatakan oleh Bejo Kasiono, sejak awal proses persiapan pelaksanaan pemilukada, banyak kesalahan yang dilakukan KPU, mulai dari pencetakan surat suara, tempat sortir dan pelipatan surat suara yang terkesan tidak netral, sampai dengan pendistribusian logistic yang tidak dibubui oleh tanda terima berita acara. “Kami melihat banyak proses yang tidak sesuai dengan standar operasional pelaksanaan pemilukada, sehingga kami menolak untuk tanda tangan,” katanya. Selain itu, dalam proses rekapitulasi tersebut, saksi Jago-Jadi menemukan ada sembilang kecamatan yang dinyatakan harus hitung ulang. Sebab, dalam pelaporan hasil rekapitulasi tingkat kecamatan yang disampaikan dalam rapat pleno tersebut tidak sesuai dengan standar operasional pelaksanaan. “Lembah DA ada yang tidak beramplop resmi dan segelnya pun banyak yang rusak,” ucapnya. Kemudian, koordinator tim pemenangan Jago-Jadi, Ono Surono saat ini tengah menyusun bukti-bukti kecurangan dan kejanggalan dalam pelaksanaan pemilukada Kabupaten Cirebon. Lalu, akan dilaporkan ke DKPPU dan Mahkamah Konstitusi. “Kita siapkan upaya-upaya untuk menggunakan hak kita dalam menggugat KPU, kita juga mengupayakan kepada kader PDI Perjuangan untuk bersabar dan menenangkan diri,” imbuhnya. Oleh sebab itu, KPUD Kabupaten Cirebon harus menunggu putusan dari MK untuk menggulirkan pemilukada putaran kedua. Pasalnya, Jago-Jadi masih meyakini akan menang satu putaran, sebab ada banyak kesalahan yang begitu massif dan tersetruktur yang dilakukan oleh KPUD. “Data rekapitulasi tadi akan dikomparasikan dengan data C1 yang dimiliki Jago-Jadi, sebab banyak penyusutan persentase suara kita,” ungkapnya. Sama halnya dengan tim Luthfi-Arimbi dan Jago-Jadi, tim saksi pasangan nomor urut empat Marhaban akan melakukan hal yang sama. Mereka mencatat ada sembilan kecamatan yang tidak sesuai dengan SOP dalam penyampaian rekapitulasinya. Kemudian, dalam proses pelaksanaan pemilukada kali ini banyak ditemukan politik transaksional. “Pemilukada kali ini banyak terjadi kecurangan, kita akan laporkan ke DKPP dan menggugat pemilukada ini ke MK,” ujar Toto Sugiarto, saksi tim Marhaban. Bukan hanya itu, saksi tim pasangan nomor urut 1 Insyaf-Darusa juga menolak menandatangani tidak menandatangi hasil rapat pleno KPUD tersebut. Muadi menyebutkan, dalam proses pemilukada ini banyak ditemukan dugaan kecurangan-kecurangan, misalnya ada di kecamatan dan desa ada oknum yang membuka-buka kotak suara seenaknya. “Kami tidak bisa banyak bicara, karena tidak menempatkan saksi di TPS se-Kabupaten Cirebon. Tapi, kami hanya bisa member tahu ada banyak kecurangan,” singkat saksi tim pasangan Insyaf-Darusa ini. Partai Demokrat (PD) juga siap menggugat KPUD jika ditemukan indikasi kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan bupati (Pilbup) Cirebon. Demikian ditegaskan Wakil Sekretaris DPD Partai Demokrat Jawa Barat Ir Sri Budiharjo Herman kepada Radar menyikapi hasil rapat pleno KPU. Menurut dia, pihaknya akan mengikuti mekanisme yang benar terkait proses Pilkada Kabupaten Cirebon. Namun, jika ada kecurangan maka langkah hukum harus dilakukan. “Apabila ada indikasi kecurangan ya harus kita gugat,” tukasnya. Seperti diketahui, saksi pasangan cabup Marhaban yang hadir dalam rapat pleno KPU di Asrama Haji Watubelah memilih walk out dan tidak menandatangani berita acara. Disinggung soaI koalisi atau dukungan pada putaran dua Pilbup Cirebon nanti, masih belum bisa ditentukan sekarang. “Itu masih dirundingkan dulu dengan DPP dan kandidat PD serta mendengar aspirasi arus bawah,” kata Budi. Ditanya jika melihat figur yang akan bertarung, kans suara PD kemana? “Ya kita tunggu saja,” jawabnya. Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrat Ir HE Herman Khaeron MSi menyatakan, timgab akan melakukan rapat terlebih dahulu terkait sikap atas penghitungan akhir d KPU. Menurut dia, pihaknya akan bersikap setelah Pilkada Kabupaten Cirebon dianggap klir atas permasalahan terkait pelaksanaan pemilihan bupati Cirebon. Lantas kemana dukungan Partai Demokrat jika putaran dua jadi digelar? Pria yang akrab disapa Hero menjelaskan, pihaknya telah melaporkan berbagai hal terkait pelaksanaan Pilkada Kabupaten Cirebon ke Sekjen DPP PD. “Jadi segala sesuatu terkait pelaksanaan pemilihan bupati Cirebon sudah kami laporkan ke Sekjen. Untuk dukungan pada putaran dua nanti, ya akan mengarahkan pada pasangan calon secara bermartabat setelah mendapat masukan dari ketua PAC, H Qomar, sayap partai, dan kader PD,” terang anggota DPR RI dapil Cirebon dan Indramayu ini. Lalu bagaimana reaksi tim Hebat? Ketua pemenangan pasangan Hj Rd Sri Heviyana dan H Rakhmat SE (Hebat), Rifky Rizania Permana menegaskan, pihaknya tidak pernah berbohong dan merekayasa hasil suara berdasarkan model C1. \"Kami dari awal sudah optimis masuk putaran kedua, karena memang tidak ada calon yang mencapai angka 30 persen. Data real count atau C1 Hebat tidak direkayasa, Hebat tidak berbohong untuk C1,\" tegasnya. Lebih dari itu, ia juga mengaku tetap menghormati keputusan KPUD yang dalam hal ini sebagai penyelenggara Pemilu. Karena bagaimanapun juga pihaknya menginginkan agar kondusivitas tetap terjaga. Dikatakan, temuan-temuan yang ada di lapangan jangan sampai dianggap kecurangan. \"Soal sembilan kecamatan tidak ada segel bukan hal yang substansi atau kecurangan. Dalam pleno ini yang penting tidak ada perbedaan suara, tidak ada pelanggaran dan kekurangan,\" tuturnya. Ketua Indonesia Crisis Centre (ICC) Cirebon, Wartono mengungkapkan, dalam penyelenggaraan Pilbup Cirebon, pihak KPUD tidak transparan. Misalnya saja dalam penambahan jumlah TPS, ada sekitar 200 TPS, Honor Rp300 ribu untuk petugas pendaftaran pemilih (Pantarlih) tidak diberikan. Menurutnya, banyak sekali pelanggaran dan tidak transparan. Misalnya saja masalah anggaran. Honor penambahan pantarlih untuk 200 TPS dikali Rp300 ribu sama dengan Rp60 juta tidak dibagikan. Dalam menentukan tempat kampanye eks Terminal Weru, KPUD terlalu terburu-buru sehingga ketika sudah ditentukan, KPUD melanggar sendiri. “Formulir DA PPK 10 kecamatan tidak sesuai, sembilan kecamatan rekap kertas suara tidak disegel, ini ada apa? Dalam orasi itu, ketika hasil Pleno seleasai, masyarakat sebenarnya menginginkan untuk satu putaran, logikanya masyarakat tidak mau membuang anggaran. Lebih baik anggaran pilkada ulang untuk kesejahteraan rakyat,\" paparnya. Terpisah, Ketua KPU Drs Iding Wahidin MPd mengatakan, berdasarkan hasil pleno KPU, menetapkan pasangan Jago-Jadi dan Hebat masuk dalam dua putaran. “Nomor dua dan nomor enam masuk, sudah dipastikan masuk dalam putaran kedua,” jelas Iding. Terkait 19 kecamatan yang disebut para saksi tergolong bermasalah, kata Iding, mungkin itu hanya persoalan administrative, dan kehilafan manusiwi. Tetapi secara politis keabsahan penghitungan tersebut sudah diback up dari berbagai data, disamping itu saat membuka kotak untuk penghitungan manual masih dalam keadaan terkunci. “Sehingga tidak ada persoalan dari sisi keabsahan. Dan KPU tidak merasa bersalah, kalau pun salah itu ada di titik mana, untuk 19 kecamatan itu karena kita ada kekeliruan hal administrative, dan kami sudah meminta maaf . tapi yang jelas tidak ada substansi ada permainan politik,” katanya. Menurutnya, back up data itu bukan hanya ada di KPU saja, tapi juga ada di panwaslu dan saksi masing-masing paslon. Artinya tidak ada perbedaan angka satu pun. Kalaupun ada salah satu pasangan yang ingin menggugat KPU sangat dipersilakan karena itu merupakan hak dari seorang warga Negara. “Untuk tuntutan saksi paslon meminta 19 Kecamatan untuk dilakukan pemilu ulang, kita tidak dapat memastikan karena itu bukan ranah kami. Itu kewenanangan dari Mahkamah Konstitusi. KPU tidak bisa berandai-andai,” jelasnya. Saat disinggung terkait minimnya partisipasi masyarakat dalam pilbup, Iding mengaku tidak banyak berkomentar banyak, karena itu adalah hak warga. Kalau mereka tidak berkenan hadir itu tidak dapat dipaksakan. “KPU akan tetap bekerja sesuai prosedur dan porporsi apa yang kita lakukan, karena sesungguhnya sehebat apapun sosialisasi yang kita lakukan pada akhirnya itu tetep kita akan mengirimkan surat panggilan atau undangan,” terangnya. Dia juga mengatakan, bagaimana pun prosedur KPU akan tetap berjalan untuk pilbup putaran kedua. Namun, pihaknya tidak dapat memastikan kapan pelaksanaan putaran kedua. “Yang jelas besok kita akan start lagi untuk putaran kedua, kita langsung pleno lagi. Tapi untuk putaran kedua kami belum tentukan apapun sampai saat ini,” tukasnya. Terpisah, ketua Komisioner Devisi Teknis KPU Abdullah Syafi’i SSi ME menjelaskan, seaindainya ada gugatan dari paslon terkait penyelenggaraan pilbup ke MK, tentu untuk pelaksanaan putaran kedua yang semestinya tanggal 8 November mundur ke 8 Desember 2013. “Kalau gugatan masuk ke MK tentu ada jeda waktu sampai 14 hari untuk penundaan pilbup putaran kedua. Yang jelas kita akan tunggu gugatan dari paslon. Tapi kalau gugatan itu hanya ke bawaslu dan DKPP itu tidak berpengaruh. Di SK awal sudah ditetapkan kalau ada gugatan, pelaksanaan pilbup dua putaran pada tanggal 8 Desember,” ucapnya. Saat disinggung pelaksanaan putaran kedua berdekatand dengan pada tanggal 10 Desember 2013 yang merupakan akhir masa pensiun jabatan bupati, Syafi’i enggan menanggapi hal tersebut, karena itu bukan kewenangan KPU untuk menjawab. (sam/jun/via)
Empat Calon Tolak Tanda Tangan
Minggu 13-10-2013,14:35 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :