Demo Kuwu Karangkendal Rusuh

Selasa 22-10-2013,10:04 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

CIREBON - Demo penolakan atas pelantikan calon kuwu Desa Karangkendal, Sarya berakhir rusuh. Massa yang jumlahnya ratusan orang, merusak balai desa dan rumah Wakil Ketua Panitia 11 Pilwu, Sarim (45). Jendela rumah jebol dilempari batu, satu unit komputer diobrak-abrik, dan seisi rumah diacak-acak. Istri dan dua anak Sarim menangis dan berteriak histeris karena terkurung di dalam rumah. Sebelum demo ke balai desa, ratusan warga Desa Karangkendal, Kecamatan Kapetakan, mengontrog kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Cirebon, Senin (21/10). Mereka mendesak pihak BPMPD segera membatalkan pelantikan Sarya. Pantauan Radar, massa nyaris bentrok dengan petugas keamanan. Pemicunya, tidak ada satu pun perwakilan dari BPMPD memberikan jawaban soal pelantikan kuwu yang dilakukan secara mendadak tanpa pemberitahuan. Padahal, sengketa Pilwu Desa Karangkendal sampai saat ini belum tuntas. Bahkan kasus dugaan kecurangan pilwu sudah masuk ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Setelah setengah jam menunggu, akhirnya 10 perwakilan massa melakukan mediasi dengan pihak BPMPD. Namun sayangnya, mereka tidak puas dengan jawaban dari salah satu pegawai BPMPD. Mereka yang tidak puas pun terpaksa menggebrak meja saat melakukan mediasi. Merasa tidak puas, mereka pun mendatangi dan mengepung kantor bupati dan mendobrak pintu utama. Petugas yang menjaga ketat kantor bupati dapat melumpuhkan para pengunjuk rasa. Meski berhasil meredam amukan massa, pihak kepolisian sepertinya belum juga bisa bernafas lega. Pasalnya, terjadi baku hantam antara massa pendukung masing-masing calon kuwu. “Kami masyarakat Desa Karangkendal dengan tegas menolak hasil pemilihan kuwu pada 28 Agustus 2013 lalu, karena banyak sekali kejanggalan dan kecurangan yang dilakukan panitia,” tegas Korlap Sanadi saat menyampaikan orasinya. Menurutnya, pelantikan kuwu ini banyak sekali kejanggalan. Mereka juga protes atas tidak adanya pemberitahuan sebelumnya. Bahkan, info pelantikan Sarya (calon kuwu nomor satu) itu pun diduga secara sembunyi-sembunyi. “Ada apa sebenarnya ini? Seharusnya kan calon yang kalah ini diberitahu tapi ini tidak. Padahal semalam itu kami sedang rapat sampai jam tiga pagi, tapi tiba-tiba muncul kabar kalau Sarya akan dilantik,” beber Sanadi dengan mimik berang. Dalam tuntutannya, mereka menduga panitia tidak netral, hal ini terbukti dari salah satu anggota panitia pemilihan kuwu bernama Suryana ikut dalam bursa taruhan dengan memegang calon nomor urut 1. Kemudian, pembuatan kotak suara yang mencurigakan, di bawah kotak suara terdapat lubang yang digunakan untuk memasukkan surat suara tambahan. “Tindakan ini sebenarnya diketahui oleh Camat Kapetakan pada malam sebelum pemilihan. Tapi, tidak ada tindakan dari Camat, malah menyuruh pinjam kotak suara ke Desa Grogol,” tegasnya. Selanjutnya, dalam pembuatan surat undangan dan surat suara tidak transparan. Pihaknya menemukan ada sejumlah surat undangan yang kosong dan sudah ditandatangani ketua panitia, hilang. “Ini bisa saja digandakan untuk penggelembungan suara,” imbuhnya. Kemudian, undangan yang dibagikan kepada masyarakat oleh panitia banyak yang hilang. Namun, ketika masyarakat meminta undangan, oleh panitia dibuatkan kembali. Padahal, surat undangan sebelumnya sudah tertulis nama hak pilinya, sehingga ada sejumlah hak pilih yang ganda. Selama proses perhitungan suara, terjadi mark-up waktu yang tidak sesuai dengan jadwal. Perhitungan yang seharusnya dimulai pada pukul 14.00 ternyata baru dimulai pada pukul 16.00. Perhitungan hasil pemungutan suara pun tidak transparan, hal ini dibuktikan ketika selesai perhitungan suara, panitia tidak bisa mengumumkan dan menjelaskan secara rinci mengenai berapa jumlah hak pilih yang masuk dan berapa jumlah perolehan suara masing-masing calon. “Semua proses perhitungan tidak diumumkan,” terangnya. Dari beberapa kejanggalan tersebut, masyarakat berasumsi dan menduga panitia telah melakukan kecurangan dan menganggap panitia telah gagal menyelenggarakan pemilihan kuwu Desa Karangkendal. “Kami menuntut untuk pemilihan kuwu ulang, demi terpenuhinya rasa keadilan masyarakat,” tegasnya. Merasa tidak mendapatkan ruang untuk bertemu dengan Bupati Cirebon, massa pun akhirnya membubarkan diri dengan rencana akan mengepung rumah kuwu yang tengah dilantik. RUSAK BALAI DESA Tak puas dengan hasil demo di BPMPD dan kantor bupati, massa mengarahkan aksinya di Balai Desa Karangkendal sekitar pukul 13.30 WIB. Massa yang sudah tampak emosi karena aksinya tidak menemui hasil yang diharapkan, bertindak anarkistis dengan merusak Balai Desa Karangkendal. Jendela dan pintu kaca pun pecah dilempari massa yang tak puas dengan hasil pilwu. Tak hanya balai desa, rumah Wakil Ketua Panitia 11 Pilwu, Sarim (45) menjadi sasaran amuk massa. Jendela rumahnya jebol dilempari batu. Massa juga masuk ke rumah Sarim dan menghancurkan satu unit monitor LCD 14 inci, serta mengacak-acak isi rumah. Istri dan kedua anak Sarim yang saat itu ada di dalam rumah, menangis histeris dan berteriak meminta tolong. Namun akibat jumlah personel petugas yang jumlahnya kalah banyak, petugas tidak bisa berbuat apa-apa dan menunggu bantuan dari Brimob Datesemen C yang akhirnya datang sekitar pukul 14.30 WIB. Saat ditemui Radar setelah kejadian perusakan rumahnya, istri Sarim, Umenah (38) membeberkan, sebelum kejadian, dirinya kerap mendapatkan teror berupa ancaman dan intimidasi. ”Itu sudah nggak kehitung lagi. Sering sekali saya dapat sms yang isinya mau bakar rumah saya, mau nyelakain keluarga saya,” ucapnya. “Suami saya sekarang tidak ada di rumah, sedang bekerja di daerah Sumber. Saya takut sekali, apalagi dua anak saya yang perempuan juga sedang berada di dalam rumah,” ujar Umenah. TETAP DILANTIK Meskipun didemo, namun Bupati Dedi Supardi tetap melantik Sarya bersama lima kuwu terpilih lainnya, di ruang Paseban kantor Bupati Cirebon, Senin (21/10). Saat disinggung kenapa pihaknya tetap melantik kuwu Sarya yang jelas-jelas mendapat banyak penolakan dari warga, Dedi beranggapan bahwa, proses hukum tetap berjalan sebagaimana mestinya. \"Itu adalah hak berdemokrasi, proses hukum tetap berjalan,\" ungkapnya. Sementara itu, Kabid Pemerintahan Desa dan Kelurahan BPMPD Drs Yadi Wikarsa MSi menegaskan, masyarakat harus mampu membedakan antara ranah hukum dan administrasi, baik yang tertuang dalam peraturan bupati (perbup) dan peraturan daerah (perda). Proses hukum terkait persoalan Pilwu Karangkendal melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kata Yadi, di dalam aturan PTUN menyatakan tidak ada kata-kata penundaan pelantikan kuwu, meskipun itu ada indikasi kecurangan atau sedang dilakukan proses hukum. Hanya saja, pihaknya bersama bupati Cirebon, tetap menunggu hasil proses hukum Pilwu Karangkendal. Jika PTUN menyatakan bahwa, Pilwu Karangkendal harus diulang maka dalam hal ini pihaknya akan mengikuti keputusan tersebut. \"Meskipun proses hukum sedang berlangsung di PTUN, pelantikan kuwu tetap dilaksanakan, karena memang masa jabatan kuwu yang lama telah habis. Dalam aturan PTUN tidak ada yang menyatakan bahwa pelantikan kuwu harus ditunda sebelum proses hukum final. Tetapi kami juga masih menunggu proses hukum. Apabila PTUN menyatakan pilwu cacat hukum dan bermasalah kemudian harus diulang, maka kami pun akan siap memfasilitasinya,\" paparnya. Kapolres Cirebon Kabupaten AKBP Irman Sugema SH SIK juga mengatakan hal yang sama. \"Kami masih menyelidiki dan memeriksa. Kami juga tetap menunggu proses hukum yang berlangsung,\" ujarnya singkat. (sam/jun/dri/via)

Tags :
Kategori :

Terkait