Besek Wadas

Selasa 22-02-2022,08:14 WIB
Reporter : Yuda Sanjaya
Editor : Yuda Sanjaya

Tak lama kemudian datang petugas mengetuk pintu. \"Kami lagi menunggu orang sakit,\" jawab petani itu.

Si petugas, katanya, mengintip dari lubang dinding bambu. Lalu pergi.

Sampai jam lima sore ia di ranjang nenek sakit itu. \"Lapar sekali, tapi saya tahan,\" katanya.

Pukul 17.00 keadaan baru tenang. Ia pulang.

\"Nenek itu sampai sekarang masih sakit?\"

\"Masih. Memang sudah tua sekali,\" jawabnya.

Saya sebenarnya ingin berhenti di tiap rumah. Menikmati kata-kata, gambar-gambar, dan komik yang kritis nan jenaka.

Tapi saya harus pulang. Saya hanya mampir ke sini. Saya ingin pulang lewat Selo —selangkangan dua Mer itu, Merapi dan Merbabu. Dulu, ada selangkangan satu Mer lagi: Anda sudah tahu.

Saya pun pamit ke Kiai Nur.

\"Bisa dapat nomor telepon?\" tanya saya.

\"Hemmmm...\", gumamnya sambil seperti meraba-raba sarungnya. \"Handphone saya disita...,\" katanya.

Ia pun bercerita. Di hari yang mencekam itu ia pilih tinggal di masjid. Bersama lebih 100 orang. Mereka mujahadah —berdzikir sepanjang hari. Dengan begitu mereka tidak akan ditangkap. \"Yang keluar masjid untuk wudu saja ditangkap,\" katanya.

Kiai Nur terhindar, tapi HP-nya belum kembali. Hanya saja anak lelakinya yang sempat dibawa petugas. Satu hari satu malam.

Ia, kata sang bapak, sial saja. Ia sebenarnya lagi mondok di Pondok Lirboyo Kediri. Umurnya 25 tahun.

\"Hari itu anak saya pulang ke Wadas karena kakak saya, Kiai Syamsu meninggal dunia,\" kata kiai Nur. Kini sang anak sudah kembali ke Lirboyo.

Menurut Kiai Nur, penduduk dukuhnya itu memang mayoritas NU. Ada spanduk besar bergambar pendiri NU KH Hasyim Asy\'ari, di simpang jalan dekat masjid. Tiga hari setelah ke masjid pro, Gubernur Ganjar datang ke masjid Krajan ini.

Tags :
Kategori :

Terkait