Radarcirebon.com, JAKARTA – Virus Covid-19 yang menjangkit dunia pada 2020 hingga 2021 membuat ekonomi dunia runtuh.
Memasuki 2022, saat ekonomi mulai menggeliat kembali, langsung dihantam konflik Rusia dan Ukraina.
Ternyata konflik dua negara di Eropa Timur tersebut berbuntut panjang, mulai dari ancaman krisis pangan hingga energi.
BACA JUGA:Ridwan Kamil-Ganjar Pranowo Kandidat Terkuat Pemimpin Nasional 2024
Tahun depan, 2023 pun tampaknya tidak lebih baik dari saat ini. Bahkan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani membeberkan empat risiko terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023.
Hal itu disampaikan Sri Mulyani pada Rapat Kerja Kemenkeu dengan Komisi XI DPR RI, Rabu 31 Agustus 2022.
Resiko yang diambil adalah akan terjadi inflasi global dan saat ini sudah mulai.
Sri Mulyani mengatakan ada potensi inflasi global yang meroket akibat supply disruption dan perang.
BACA JUGA:Dinas Kesehatan Jawa Barat akan Gunakan Skema Ini untuk Cegah Penyebaran HIV-AIDS
"Dikombinasi dengan excessive stimulus fiskal dan moneter sebelum dan selama pandemi di negara maju," ungkap Sri Mulyani.
Kemudian, kenaikan suku bunga bank sentral Menurut Sri Mulyani, perekonomian tahun depan juga dipengaruhi oleh pengetatan likuiditas dan suku bunga yang mengakibatkan volatilitas pasar keuangan global, capital outflow atau aliran modal asing.
"Ada juga pelemahan nilai tukar dan lonjakan biaya utang ( cost of fund)," katanya.
BACA JUGA:Survei Poltracking: Capres Ridwan Kamil Ungguli Erick Thohir dan Puan Maharani
Selanjutnya adalah krisis utang global, bendahara Negara mengatakan banyak negara memiliki rasio utang sangat tinggi di atas 60-100 persen dari produk domestic bruto (PDB).
Selain itu, Sri Mulyani juga mengatakan biaya utang dan revolving atau refinancing risks yang naik tajam.
"Potensi default lebih dari 60 negara yang melonjak," katanya.
Juga bahwa ada pelemahan ekonomi global disertai inflasi tinggi. "Kombinasi yang sangat berbahaya dan rumit, secara kebijakan ekonomi," tegas Sri Mulyani. (jun/jpnn)