BEIJING, RADARCIREBON.COM – Menjawab tudingan negara-negara barat bahwa TikTok menjadi sarana mata-mata, Pemerintah China menyebut jika pihaknya tidak pernah menuntut platform media sosial tersebut unguk menyerahkan informasi penggunanya di Amerika Serikat.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning yang menegaskan jika China tak pernah menuntut TikTok terkait penggunanya di Amerika Serikat.
BACA JUGA:Agar Tubuh Nyaman Saat Puasa Ramadhan, Hindari Makanan yang Mengandung Zat Ini
Ketegasan Pemerintah China disampaikan Mao Ning setelah DPR-nya Amerika Serikat menggelar dengar pendapat dengan CEO TikTok Shou Zi Chew dan jajarannya pada Rabu waktu AS.
Dia menepis tudingan Pemerintah Amerika Serikat bahwa TikTok mengancam keamanan nasional AS yang di negara ini memiliki 150 juta pengguna aktif setiap bulan.
Menurut statistik App Ape, TikTok yang digunakan di 150 negara memiliki 1 miliar pengguna dan di Amerika Serikat saja sudah diunduh sebanyak 210 juta kali.
BACA JUGA:Urai Kemacetan Saat Arus Mudik Lebaran 2023, Menhub Usul Cuti Bersama Mulai 19 April 2023
"Pemerintah AS sejauh ini tak bisa memberikan bukti bahwa TikTok mengancam keamanan nasional AS, tapi berulang kali membuat praduga bersalah dan secara tidak adil menindas perusahaan itu," kata Mao seperti dilansir dari Nikkei Asia, Jumat 24 Maret 2023.
Mao melanjutkan. AS seharusnya menghormati sepenuhnya prinsip-prinsip ekonomi pasar dan kompetisi yang adil.
Pernyataan ini disampaikan sehari setelah CEO TikTok Shou Zi Chew dicecar pertanyaan selama beberapa jam oleh DPR AS dalam dengar pendapat itu.
BACA JUGA:Wali Kota Cirebon Sampaikan LKPj 2022 di Hadapan Paripurna DPRD, Apa Saja yang Sudah Dikerjakan?
Para wakil rakyat AS ragu jika TikTok bisa menolak Pemerintah China untuk memanfaatkan aplikasi ini sebagai alat memata-matai AS dan menjadi sarana menyebarkan disinformasi yang dibuat oleh Partai Komunis China.
Hal yang sama disampaikan oleh CEO TikTok Shou Zi Chew saat melakukan dengar pendapat dengan DPR-nya Amerika Serikat.
Chew mengungkapkan bahwa sejak menjadi CEO TikTok pada 2021, aplikasi berbagi video yang sangat populer di dunia itu, tak pernah diminta menyetorkan informasi para penggunanya di luar negeri, kepada Pemerintah China.
BACA JUGA:Pebalap Astra Honda Optimis Tampil Dominan di Asia
Chew juga membantah tudingan bahwa TikTok menghapus konten-konten berkaitan dengan catatan hak asasi manusia China dan juga Peristiwa Tiananmen 1989.
Eksekutif TikTok yang lahir dan dibesarkan di Singapura serta didikan Barat itu menyatakan justru merekalah yang menganjurkan data pengguna TikTok di AS agar dilindungi.
Chew menegaskan bahwa aplikasi ini, dan juga ByteDance yang menjadi induk perusahaan itu, dimiliki oleh investor-investor global, bukan dikendalikan oleh Pemerintah China.
BACA JUGA:Soal Dukungan Kemerdekaan Negaranya dan Penolakan Timnas U-20 Israel, Begini Kata Dubes Palestina
"Intinya, data Amerika disimpan di bumi Amerika oleh perusahaan Amerika yang diawasi oleh pekerja Amerika," kata Chew dalam dengar pendapat yang berlangsung sengit itu.
Sejumlah negara Barat mencurigai TikTok menjadi alat Pemerintah China, bahkan negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris melarang semua aparatur sipil mereka menggunakan aplikasi ini selagi bekerja.
Terakhir Jumat ini, Prancis juga mengambil langkah serupa terhadap TikTok.
"Demi menjamin keamanan siber pemerintahan dan pegawai negeri kita, pemerintah memutuskan melarang aplikasi-aplikasi rekreatif seperti TikTok dipakai pada ponsel aparatur negara," cuit Menteri Aparatus Sipil Negara Stanislas Guerini di akun Twitter pribadinya. (jun/fin)