Ternyata, Pemkot Belum Layangkan Surat Resmi

Kamis 16-12-2010,07:58 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KEJAKSAN - Hari terakhir berlakunya Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Kota Cirebon dengan Koperasi Mambo Mulya, ternyata belum disikapi pengurus koperasi pengelola Pasar Mambo. Alasanya, meski sudah memasuki batas akhir keberadaan Pasar Mambo, namun belum ada pernyataan resmi dari pemkot kepada pengurus Pasar Mambo. “Ya kita bingung mau bersikapnya gimana. Pernyataan batas akhir MoU cuma disampaikan lewat media massa, sedangkan ke kita-nya nggak ada surat resmi atau pemberitahuan resmi dari walikota,” ujar Ketua Koperasi Mambo Mulya, Agus Saputra, Rabu (15/12). Agus yang sempat menjabat koordinator pedagang makanan minuman Pasar Pagi menyatakan, pihaknya telah mengirimkan surat permohonan perpanjangan kontrak Pasar Mambo. Surat itu resmi ditujukan ke walikota dan ditembuskan ke pihak berwenang lainnya. Tetapi sampai saat ini belum ada respon atas surat itu ataupun pemberitahuan secara resmi dari pemkot ke Koperasi Mambo Mulya. “Padahal etikanya, harusnya kita ngirim surat resmi kan dibalas surat resmi. Tapi sampai sekarang nggak ada tanggapan resmi atau surat resmi dari pemkot,” katanya, saat ditemui Radar di kantor Koperasi Mambo Mulya di bilangan Jl Sukalila Utara. Namun, menanggapi rencana Perusahaan Daerah (PD) Pasar yang akan menempatkan pedagang makanan dan minuman di lantai 2 Pasar Pagi, Agus meminta agar kronologis munculnya Pasar Mambo menjadi pertimbangan pemerintah. Sebab, asal muasal keberadaan Pasar Mambo tidak lepas dari perpindahan pedagang dari lantai 2 Pasar Pagi ke sempadan Sungai Sukalila. “Kami ini pindah dari atas (lantai 2 Pasar Pagi) ke bawah (sempadan Sungai Sukalila) atas kajian dan atas persetujuan Walikota Cirebon saat itu Pak Lasmana. Sekarang kalau kami harus pindah ke atas, ya buat kajian dulu. Kalau pedagang, pastinya nggak mau jatuh ke lubang yang sama,” tegasnya. Agus mengungkapkan, sebelum turun ke Pasar Mambo, pedagang khususnya makanan dan minuman sempat menuruti keinginan pemkot di lantai 2 Pasar Pagi. Tetapi karena sepi pengunjung, akhirnya banyak pedagang yang gulung tikar sehingga akhirnya munculah kebijakan untuk menggunakan sempadan Sungai Sukalila yang kemudian menjadi cikal bakal Pasar Mambo. “Aspek kronologis ini harusnya jadi pertimbangan pemerintah,” ucap dia. Menurutnya, pedagang Pasar Mambo adalah korban dari kebijakan pemerintah. Sebab, bila mengacu pada MoU antara Pemkot dan CV Maximum Promosindo, pada pasal 7 huruf b2, tercantum dengan jelas bahwa bangunan yang dikerjakan oleh CV Maximum adalah semi permanen. Ketika bangunan itu berubah menjadi permanen, pedagang tetap mencicil dengan harga yang ditentukan. Tapi, ketika cicilan pedagang sudah lunas, prospek Pasar Mambo semakin baik dan pedagang mulai bisa menata kembali usahanya, tiba-tiba pemkot mengeluarkan keputusan untuk merelokasi kembali pedagang ke lantai 2 Pasar Pagi. “Ini namanya pedagang dikorbankan, jadi korban,” sesalnya. Sementara itu, PD Pasar masih berupaya melakukan pendataan pedagang yang akan direlokasi ke lantai 2 Pasar Pagi. Seperti yang pernah diutarakan di koran ini, Direktur PD Pasar, Darwin Windarsyah, menyatakan bahwa PD Pasar dalam kasus Pasar Mambo sikapnya pasif dan hanya membuka penawaran. Ketika ada pedagang yang mau direlokasi ke lantai 2 Pasar Pagi, maka PD Pasar akan menyiapkan infrastrukturnya. (yud)

Tags :
Kategori :

Terkait