Gagasan ini muncul setelah seorang tokoh kolonial, Adolf Baars mengkritik harga sewa tanah milik kaum buruh yang terlalu murah untuk dijadikan perkebunan.
Selain itu, para buruh juga melakukan protes karena mereka bekerja dengan upah yang tak layak.
Setelah masa kolonial, momen peringatan Hari Buruh kembali digaungkan di era kemerdekaan.
Pada 1 Mei 1946, Kabinet Sjahrir menganjurkan agar peringatan Hari Buruh ini ditetapkan di Indonesia.
Akhirnya, pada tahun 1948, lewat UU No. 12/1948 diatur bahwa setiap 1 Mei, buruh boleh tidak bekerja.
Selanjutnya, pada 1 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi menetapkan Hari Buruh sebagai Hari Libur Nasional.
Makna peringatan Hari Buruh tak terbatas hanya mengenang perjuangan para buruh. Ada beragam makna yang dapat dipetik dari peringatan momen bersejarah tersebut.
Dikutip dari laman resmi Djuanda University, makna dari peringatan Hari Buruh yaitu pentingnya menghargai jasa mereka yang telah berdedikasi mengerjakan kewajibannya dengan baik.
Buruh dan pekerja merupakan bagian penting untuk kesuksesan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Buruh dan pekerja yang melaksanakan pekerjaannya dengan optimis akan berkontribusi dan bermanfaat untuk kemajuan bangsa dan negara sekaligus.
Bahkan, kehadiran mereka mempu membantu mendorong pemulihan ekonomi.
Dikutip dari laman resmi Kominfo, peringatan Hari Buruh juga dapat dimaknai sebagai momentum kebersamaan bagi pekerja, pengusaha, dan pemerintah untuk saling berdialog dalam mewujudkan ekosistem ketenagakerjaan yang fleksibel di Indonesia.
BACA JUGA:Pastikan Tidak Diracun, Jenazah Polisi yang Tertabrak Kereta Api Diperiksa
Terciptanya kondisi hubungan industrial yang lebih harmonis diyakini akan berdampak positif dalam peningkatan penciptaan lapangan pekerjaan, serta peningkatan terhadap iklim Investasi di Indonesia.