Ternyata mereka gagal melaksanakan misinya untuk menaklukan kerajaan Panjalu. Karena gagal, mereka memilih tidak kembali ke Mataram.
Apalagi mereka tahu, hukuman gagal melaksanakan misi alias kalah perang sangat berat. Mereka bisa dihukum mati.
Akhirnya mereka pun lebih memilih tinggal di sebuah desa yang sekarang bernama Marongge.
Kata Marongge, berawal ketika Mbah Gabug menghilang selama tiga tahun empat puluh satu hari. Mbah Gabug ditemukan saudaranya dalam keadaan tafakur.
BACA JUGA:Penganiayaan dengan Cangkul di Mundu Kabupaten Cirebon, Pelaku Ditangkap, Korban Masih di ICU
Kondisi Mbah Gabug sudah mengkhawatirkan. Bahkan sudah hampir meninggal.
Lalu mereka mendengar suara gaib. Suara itu memerintahkan agar ketiga saudara Mbah Gabug itu untuk mencari “kilaja susu munding” sebagai obat bagi Mbah Gabug.
Setelah sembuh Mbah Gabug justru menyuruh ketiga saudaranya menggali tanah bekas dirinya ditemukan terbaring. Usai digali, Mbah Gabug masuk ke dalamnya.
Sejurus kemudian memerintah ketiga saudaranya untuk menutup lubang galian itu dengan rengge. Rengge adalah sejenis ranting bambu haur. Usai Mbah Gubug ditutupi rengge itu, ketiga saudaranya disuruh pulang.
Karena penasaran dengan apa yang akan dilakukan Mbah Gabug, ketiga saudara ini kembali ke tempat itu menjelang tengah malam.
Mereka sungguh terkejut ketika dari tempat itu terlihat merong atau cahaya memanca. Akan tetapi tubuh Mbah Gabug tidak kelihatan lagi.
Akhirnya nama itu hingga kini disebut Marongge. Berasal dari kata “merong” yang artinya cahaya yang memancar dan “rengge” atau rantinb bambu haur.
Cerita itu sudah berlangsung turun menurun. Warga sekitar pun banyak yakin dengan cerita itu.
BACA JUGA:Media Drive Experience HMID, Pengalaman Mencoba Sendiri Hyundai Stargazer X dari Yogyakarta ke Solo
Nah, itu alasannya mengapa makam Mbah Gubug itu sekarang dikeramatkan. Dengan berbagai alasan, banyak persiaran datang ke makam tersebut.