Di RRI, Dhani sering mendengar Soekarno berpidato menggelorakan semangat perjuangan. Kekagumannya pada sosok Bung Karno mulai tumbuh.
BACA JUGA:Siapapun Capresnya, Ridwan Kamil Cawapres Pilihan Ulama Jawa Barat
BACA JUGA:Pasukan G 30 S PKI yang Dikira Garong, Pagi yang Suram di Kediaman DI Pandjaitan
Pada Juli 1950, Omar Dhani memilih jalan tarung di angkasa. Angkatan Udara RI (AURI) melalui Kementerian Pertahanan membuka penerimaan penerbang dan navigator.
Dhani termasuk salah satu dari 60 kadet AURI yang dikirim untuk belajar di Academy of Aeronautics, Taloa (Trans Ocean Airline Oakland Airport) di California, Amerika Serikat.
“Mereka dikenal sebagai ‘the sixties californians’,” tulis Chappy Hakim dalam Awas Ketabrak Pesawat Terbang.
Di Taloa, para kadet terbagi atas enam grup yang diklasifikasi berdasarkan tinggi tubuh.
Dhani memimpin grup I bersama kawannya yang berpostur jangkung seperti Saleh Basarah, Makki Perdanakusuma, Nursan Iskandar, dan lainnya.
Penghujung Juli 1952, Dhani menamatkan pendidikannya sebagai penerbang lulusan terbaik.
Kembali ke Indonesia, Dhani berdinas sebagai co-pilot pesawat angkut Dacota di pangkalan udara Cililitan.
Setahun kemudian menjadi kapten pilot. Pada 1956, Dhani bertugas belajar di Royal Air Force Staf College di Andover, Inggris.
BACA JUGA:2 Pemain Muda Cirebon Jadi Starter, Persib U-20 Menang 3-0 atas PSS Sleman
BACA JUGA:Meski Mendarat di Bandara Kertajati, Bandung Masih Jadi Tujuan Favorit Turis Malaysia
Kemampuannya di medan tempur teruji ketika menggempur PRRI-Permesta. Dia yang memimpin misi udara dalam dua operasi militer terpenting: Operasi 17 Agustus di Sumatera dan Operasi Merdeka di Sulawesi.
Dari situ kariernya melesat hingga menjadi Deputi I (Direktur Operasi) KSAU.
Di jajaran AU, Dhani termasuk perwira yang menonjol. Pada 1961, dari 60 kadet jebolan Taloa, hanya dia dan Makki Perdanakusuma yang berpangkat kolonel.