Situasi Anak Sepanjang 2023: Save the Children Soroti Dampak Kekeringan Pada Pemenuhan Hak-Hak Anak

Senin 25-12-2023,10:37 WIB
Reporter : Ade Gustiana
Editor : Leni Indarti Hasyim

JAKARTA, RADARCIREBON.COM - Kajian cepat Save the Children Indonesia pada November 2023 tentang dampak kekeringan memaparkan bahwa, kelangkaan air, kerawanan pangan memperburuk situasi masalah kesehatan, gangguan pada pendidikan anak serta mengancam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Penelitian yang dilakukan di 3 Kabupaten (Lombok Barat, Sumba Timur dan Kupang) ini berfokus pada dampak dan langkah kesiapsiagaan yang harus segera dilakukan dalam menghadapi kekeringan di Indonesia.

“Studi kami jelas memaparkan bahwa kelangkaan air berdampak pada kesehatan dan pendidikan anak. Banyak anak di daerah yang terdampak mengalami infeksi saluran pernapasan akut selama kekeringan berkepanjangan dan ini menyebabkan mereka tidak dapat masuk sekolah."

"Belum lagi kerawanan pangan yang mengancam berkontribusi pada angka prevalansi stunting yang tinggi serta risiko angka perkawinan anak yang meningkat karena situasi sulit ini,” tutur Interim Chief of Advocacy, Campaign, Communication & Media – Save the Children Indonesia, Tata Sudrajat.

BACA JUGA:Hugo Samir Dikenal Tengil dan Emosian, Ternyata Punya Target Besar Bersama Timnas U-20 Indonesia di Qatar

BACA JUGA:TNI Gadungan Ditangkap Polisi, Kejahatannya Bukan Sekali Sangat Meresahkan Warga

Di Lombok Barat, Sejak Juli 2023 debit air minum bersih turun dari 100 liter per detik ke 30 liter per detik. Kekeringan ini terjadi lebih awal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi kekeringan, yang ditandai oleh kelangkaan air dan perubahan lingkungan, secara langsung memengaruhi ketersediaan sumber daya pangan dan air.

Kelangkaan ini dapat berkontribusi pada kerawanan pangan dan kurangnya keragaman pangan, yang pada akhirnya memengaruhi asupan gizi kelompok rentan, terutama anak-anak di bawah lima tahun. Selain itu, prevalensi stunting di Lombok Barat tetap tinggi hingga tahun 2023, mencapai 13,63%.

Di Sumba Timur, Masyarakat harus melakukan perjalanan 1,5 – 3 km ke mata air setiap pukul 5 pagi, tidak jarang anak-anak juga dilibatkan dalam pengambilan air. Di Kupang, tingkat air sumur bor dibeberapa titik mengalami penurunan yang signifikan, dan hal ini menganggu distribusi air ke masyarakat setempat termasuk ke area sawah.

Tak jarang dari masyarakat juga harus membeli air di desa-desa terdekat.

Situasi sulit ini menyebabkan peningkatan stres dan tekanan emosional dalam keluarga karena intensifikasi persaingan untuk sumber daya yang langka seperti air. Hal ini dapat menyebabkan konflik rumah tangga yang berujung pada kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.

BACA JUGA:Pendiri Gereja Santo Yusuf Cirebon, Raja Gula Pantura Pemilik Gonsalves & Co

BACA JUGA:Gereja Santo Yusuf Cirebon, Gereja Katolik Tertua di Jawa Barat, Dibangun Oleh Pengusaha Gula

Data UPTD PPA telah menerima dan mengelola lebih dari 200 kasus dari Januari hingga Juli 2023, di antaranya adalah kasus kekerasan fisik dan seksual. Dalam beberapa kasus kesehatan mental orangtua dan anak juga harus menjadi perhatian.

Laporan Global Save the Children “Generation Hope” tahun 2022, memaparkan bahwa diperkirakan 774 juta anak di seluruh dunia—atau sepertiga dari populasi anak dunia—hidup dengan kemiskinan yang parah dan risiko iklim yang tinggi. Indonesia menempati peringkat ke-9 tertinggi secara global terkait jumlah anak yang mengalami kedua ancaman tersebut.

“Dampak Krisis Iklim ini menjelaskan bahwa anak-anak menanggung beban yang tidak proporsional, karena tumbuh dalam situasi yang mengancam dan anak memiliki faktor-faktor yang membuatnya lebih rentan secara fisik, sosial dan ekonomi."

"Krisis iklim adalah krisis hak-hak anak. Maka, di tahun 2024, kami mendorong ada langkah aksi yang nyata untuk lebih banyak mendiskusikan perubahan iklim dari sisi anak-anak."

BACA JUGA:Kapolresta Cirebon Keliling Pantau Kemanan Sejumlah Gereja Jelang Ibadah Malam Natal

BACA JUGA:Timnas Thailand Terancam Kehilangan sang Penyerang Legenda Jelang Piala Asia 2023

"Kita perlu mendorong kebijakan dan program untuk membantu anak dan keluarga, terutama yang paling terdampak oleh krisis iklim, untuk dapat mengatasi kesulitan, beradaptasi serta bersikap dan berperilaku baru sesuai perubahan yang terjadi” beber Tata Sudrajat.

Save the Children Indonesia juga menyuarakan urgensi 2024 menuju Indonesia Emas 2045, di antaranya adalah dengan sinergitas program pemenuhan hak-hak anak dan perlindungan khusus anak, terutama menjangkau anak dan keluarga yang paling terdampak oleh krisis iklim.

Melibatkan anak-anak dan orang muda sebagai pemangku kepentingan yang setara dan penggagas perubahan untuk mengatasi krisis iklim dengan membangun platform yang ramah dan aman.

Kepentingan terbaik bagi anak harus dikedepankan dalam konteks RPJPN 2025 – 2024, RPJMN 2025 – 2029, program penghapusan kemiskinan ekstrem, maupun dalam pendekatan adaptasi iklim yang berpusat pada anak. (rilis)

Kategori :