Menuju Kampanye Pilkada Jawa Barat Yang Ramah, Bukan Marah

Kamis 13-06-2024,22:05 WIB
Reporter : Moh Junaedi
Editor : Moh Junaedi

Kedua, menurut anda bagaimana cara mengantisipasi agar isu SARA tidak mengemuka di Pilkada Jawa Barat?

Sebuah kesalahan besar jika ada yang memandang bahwa Pilkada DKI yang lalu disebabkan kampanye SARA. Memainkan isu SARA dalam ajang pemilihan, hanya dilakukan oleh elit politik yang miskin program.

Kemajemukan, keberagaman dan pluralitas hal yang pasti ada di tengah-tengah masyarakat, terlebih di Provinsi Jawa Barat sebagai wilayah terpadat. 

Pilkada DKI kemarin (beberapa tahun lalu) yang nuansa SARA nya begitu kuat mengemuka ke publik, secara perolehan suara tidak berpengaruh sedikit pun.

BACA JUGA:11 Hari Menuju Sidang Pra Peradilan Pegi Setiawan, Begini Persiapan Tim Kuasa Hukum

Bicara soal pemilihan tentu standar berhasil tidaknya dilihat dari hasil perolehan suara. Dari kedua paslon (kandidat) berdasar keputusan akhir di KPU, keduanya mendapatkan suara yang tidak berbeda jauh. 

Sebagaimana diketahui, pasangan Anis-Sandi memperoleh suara sebanyak 3.240.987 atau 57,96 persen, sementara pasangan Ahok-Djarot memperoleh suara sebanyak 2.350.366 atau 42,04 persen. 

Artinya, jika diasumsikan jumlah pemilih tetap warga DKI yang non muslim (kristen, hindu, budha dan kepercayaan) berjumlah 1,5 juta seperti yang pernah didata oleh Pemprov DKI mengenai penyebaran menurut Agama dan Etnis (dari DPT sejumlah 7.684.000 terdiri Muslim 78 persen, Nasrani 15 persen dan Tionghoa 7 persen).

Maka, ada kelebihan suara milik umat Islam sejumlah lebih dari 800ribu suara di pihak paslon Ahok-Djarot. 

Ini menandakan bahwa isu SARA tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Belum lagi, kalau ternyata warga non muslim pun tidak semuanya memilih pasangan Ahok-Djarot, berarti penduduk muslim di DKI ternyata banyak juga yang memilih pasangan Ahok-Djarot. 

BACA JUGA:Tidak Hanya Bawa Hoki, Ini Alasan STY Pilih Jersey Putih Saat Lawan Filipina

Atau bisa jadi paslon Ahok-Djarot mendapat dukungan penuh dari umat Islam dalam Pilkada DKI kemarin.

Lalu kemana sisa suara tidak sah ? apakah itu milik pemilih non muslim jika masih bersikeras menggiring opini SARA di pilkada DKI kemarin? Dipastikan itu adalah suara umat Islam yang tidak menggunakan hak pilihnya. 

Bahkan, dalam beberapa media menyebutkan alasan mereka tidak menggunakan hak pilihnya dikarenakan apriori, masyarakat DKI sudah stereotip dengan proses pilkada, mereka kecewa dengan tingkah polah/prilaku elit politik yang membawa SARA. Sekitar sejumlah 1,5 juta kartu suara dibiarkan begitu saja. Jumlah yang tidak sedikit, tentunya.

Tidak cukup sampai di situ, bahwa keyakinan isu SARA masih dianggap sebagai alat kampanye yang jitu, itu menjadi barometer publik bahwa figur calon (paslon) tidak memiliki prestasi, rendahnya kapasitas dan bukti lemahnya program pembangunan yang menjadi handalan pada pemerintahan jangka panjang selama lima tahun ke depan. 

Kampanye pada pilkada serentak adalah momentum adu ide, gagasan dan program, bukan strategi adu konten SARA.

Kategori :