Berdasarkan pengakuan dari warga, berikut ini awal mula sengketa tanah terjadi di Jalan Ampera, Kota Cirebon.
Sengketa tanah di Jl Ampera berawal pada tahun 1950-an. Pada saat itu, banyak terdapat buruh pelabuhan yang menetap di kawasan tersebut.
BACA JUGA:Gelar Rakerda di Cirebon, BPD PHRI Jabar Bikin Strategi Hadapi Tantangan di 2026
Ari Sandi Irawan, salah satu warga Jalan Ampera menjelaskan, Pemprov Jabar pada tahun 1950-an menganggap warga sebagai penyewa. Kemudian saat itu warga mengajukan pembuatan sertifikat.
"Tahun 2012, muncul surat dari Sekda yang mengajukan permohonan blokir sertifikat kepada BPN Kota Cirebon sehingga sertifikat tidak bisa digunakan," ujar Ari Sandi Irawan, dikutip dari radarcirebon, Jumat 25 April 2025.
Menurut Ari Sandi, Pemprov Jabar menggunakan PP Nomor 14 Tahun 1958 tentang Kesejahteraan Buruh untuk diterapkan di Jalan Ampera.
"Seiring berjalannya waktu, usai kemerdekaan saat itu sudah ada rumah-rumah di kawasan Jalan Ampera," jelasnya.
Kemudian, lanjutnya, Pemprov Jabar minta sewa kepada warga. Warga pun minta agar dibuatkan sertifikat atas lahan yang mereka tempati.
Setelah itu ada survey yang menyatakan bahwa Jalan Ampera ini tidak terdaftar sebagai milik Pemprov Jabar, di perburuhan juga tidak ada.
"Maka, terbitlah sertifikat pada tahun 1993. Tapi, pada 1999 Pemprov Jabar mencatatkan Jalan Ampera ini sebagai aset," ungkapnya.
Arisandi menegaskan, Pemprov Jabar sudah menerima uang pemasukan negara dari masyarakat yang saat itu memohonkan sertifikat.
"Pemprov Jabar itu sudah terima pemasukan negara dari masyarakat Jalan Ampera yang membuat permohonan sertifikat," sambung Ari Sandi.
Kemudian, lanjutnya, pada 2012 tiba-tiba ada pemblokiran dari BPN atas permintaan Pemprov Jabar.
"Sehingga masyarakat mau jual atau menjaminkan sertifikat itu tidak bisa. Pemprov sudah mendzolimi masyarakat selama bertahun-tahun!," pungkasnya.
Adapun pemblokiran sertifikat milik warga Ampera oleh Pemprov Jabar lewat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Cirebon, sudah berlangsung selama 13 tahun.
Kini, mereka melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, atas pemblokiran sertifikat yang dilakukan oleh BPN Kota Cirebon.