Meski jarak stockpile cukup jauh. Nyatanya ancaman debu batu bara sangat dirasakan warga. Sawud (54), Salah seorang warga Desa Bendungan, Kecamatan Pangenan menyebutkan, setiap angin kencang datang, debu batu bara bertebaran liar ke pemukiman penduduk. \"Kalau angin kencang itu, debu batu bara kelihatan hitam di langit,\" ucapnya. Radius rumah Sawud dengan lokasi batu bara berjarak kurang lebih satu kilometer. Diakuinya, hampir seluruh rumah desa merasakan dampak batu bara. Setiap angin kencang yang membawa batu bara, warga harus mengindar. Debunya bisa mengotori atap dan lantai rumah warga. Bahkan, debu batu bara juga menghujani ladang garam yang berada di pantai. Biasanya kalau debu batu bara akan terpisah sendiri dengan garam, tidak saling bercampur. Secara otomatis, maka akan mengurangi pula produksi garamnya. Secara kesehatan, Sawud mengaku kerap mengeluhkan mengenai debu yang mengenai mata, sehingga matanya menjadi merah dan perih. \"Kalau sesak sih nggak, tapi ke mata suka perih,\" ujarnya. Warsad, warga Desa Bendungan lainnya, juga mengungkapkan hal yang sama. Ketika angin kencang, terutama saat musim kemarau. Debu batu bara berterbangan mengikuti ara angin. Apalagi di Cirebon juga terdapat angin kumbang. Dampak debu, kata dia, dirasakan terutama saat ada aktifitas pengayakan atau penghalusan batu bara. \"Kalau ada pengayakan itu debunya, bisa berterbangan kemana-mana,\" ujarnya. Tak hanya itu, ia yang berkerja sebagai petani itu, juga mengeluhkan karena menurunnya produksi sawahnya. Hal itu akibat adanya debu batu bara. Tak hanya musim kemarau, di musim hujan batu bara yang tercampur dengan air juga bisa merusak tanaman. \"Biasanya satu bibit itu ada 20 cabang, ini hanya 10 saja,\" ujarnya. Di lain sisi, ia juga mengaku dampak juga dirasakan akibat adanya limbah air kayu yang berada di sekitar sawah tersebut. Mengenai dampak kesehatan sendiri, Camat Pangenan, Drs H Nanang Supriyatno MSi mengaku belum ada kompensasi yang diberikan kepada warganya. Padahal dulu, pernah ada keluhan dari warga Desa Ender ke puskemas mengenai penyakit ISPA yang diderita warganya. \"Kalau sekarang stockpile yang di Ender sudah tidak beraktivitas jadi agak berkurang,\" ucapnya. Menurutnya, pengusaha stockpile sendiri hanya memberikan kompensasi dalam bentuk bantuan infrastruktur dan kegiatan desa. \"Untuk kompensasi kesehatan belum ada, ini juga bisa menjadi masukan buat kami ke depan,\" ujarnya. Menurutnya selama dirinya menjabat sebagai camat pangenan, tidak ada masalah yang begitu serius. Namun ada beberapa warga yang memang mengeluhkan. \"Ini akan kita tampung aspirasi warga, dan jadi masukan agar ada pembahasan untuk kompensasi kesehatan warga, apabila ada yang sampai sakit,\" tuturnya. Sementara itu, salah seorang penjaga stockpile, Doli mengaku sudah melakukan upaya minimalisasi batu bara. Salah satunya dengan mamasang jaring dan juga melakukan penyiraman. \"Kita selalau melakukan penyiraman saat kemarau, juga memasang jaring agar debu tidak terlalu berdampak,\" ucapnya. Warga Rawaurip ini mengaku, dirinya juga kerap mengalami ganguan kesehatan selama bekerja di batu bara. Menurutnya adanya batu bara sendiri berdampak postif karena bisa menyerap lapangan kerja. \"Ya ini kan sudah risiko batu bara,\" tukasnya. (jml)
Tidak Ada Kompensasi Kesehatan
Sabtu 24-01-2015,10:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :