Jokowi Adukan Bom ke OKI

Selasa 21-04-2015,09:48 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

KBRI di Yaman Rusak Parah dan Dua Staf Cedera JAKARTA- Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 kemarin (20/4) dikejutkan kabar dari Yaman. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara yang hingga saat ini didera konflik bersenjata itu terkena bom. Meski tak sampai ada korban jiwa, kondisi kantor perwakilan Indonesia di kota Sanaa tersebut rusak parah. Insiden tersebut terjadi pukul 10.45 waktu setempat atau pukul 15.45 WIB. Ketika kabar itu sampai di tengah arena KAA, persidangan paripurna ketiga yang merupakan ujung dari rangkaian ministerial meeting baru saja dimulai. “Kami mengutuk keras serangan bom yang terjadi,” tegas Menteri Luar Negeri Retno Marsudi setelah sidang di Jakarta Convention Center (JCC) kemarin (20/4). Berdasar informasi awal yang diterima Kemenlu, serangan tersebut sebenarnya ditujukan ke salah satu gudang amunisi yang kebetulan berlo­kasi di dekat KBRI. Selain rusaknya KBRI, banyak korban jiwa dari warga sipil di sekitar kawasan tersebut. Protes yang melayang ke koalisi negara Teluk terkait dengan serangan paling baru tidak hanya datang dari Indonesia. Pemerintah Iran juga ikut melayangkan nota kekecewaan ke pemerintah Arab Saudi sebagai pemimpin operasi serangan tersebut. Menurut siaran Fars News Agency, pemerintah Iran memanggil utusan Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran, Iran. Protes tersebut dilayangkan karena guncangan bom merusak gedung Kedutaan Besar Iran di Sanaa. Retno menyatakan akan membawa insiden di Yaman itu ke agenda pertemuan Presiden Indonesia Joko Widodo dengan pemimpin negara-negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam) besok (22/4). Agenda pertemuan tersebut menjadi salah satu rangkaian kegiatan KAA. “Kita lihat perkembangannya seperti apa nanti di sana,” katanya. Konflik di Yaman belakangan membara setelah koalisi Arab yang dipimpin Arab Saudi terus melancarkan serangan udara ke posisi kelompok Syiah Houthi di Yaman. Ibu kota Sanaa termasuk yang luluh lantak karena serangan tersebut. PBB yang masuk menjadi penengah hingga saat ini juga masih gagal mendamaikan. Apakah akan ada semacam peringatan atau teguran ke Arab Saudi yang terus melancarkan serangan bersenjata” Retno belum mau merespons. Dia memilih untuk menegaskan bahwa meski kerusakan cukup parah, KBRI bukan target serangan tersebut. “KBRI kita itu terkena imbas. Gitu ya. Yang lain-lain kita lihat nanti,” elak Menlu Retno. Saat insiden terjadi, ada 17 WNI di kantor KBRI. Mereka terdiri atas 4 anggota tim evakuasi dari Jakarta, 6 orang staf KBRI, 5 buruh migran asal Indonesia, dan 2 mahasiswa Indonesia. Karena pengeboman tersebut, tiga orang menderita luka-luka. Dua di antaranya staf KBRI dan seorang lagi adalah buruh migran asal Indonesia. “Alhamdulillah, hanya luka ringan karena terkena pecahan kaca,” imbuh Juru Bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir saat dihubungi tadi malam. Menurut dia, kerusakan KBRI di Yaman akibat insiden tersebut mencapai 70 persen. Meski secara umum struktur bangunan utama masih berdiri, seluruh kaca pecah. Hingga kemarin sore, menurut dia, belum ada komunikasi antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi pascainsiden bom. Karena itu, Indonesia belum merasa perlu untuk melakukan langkah aktif diplomasi khusus setelah KBRI turut menjadi korban konflik bersenjata di sana. “Kita kan juga belum dapat laporan pasti, siapa yang bertanggung jawab atas pengeboman itu,” kata Arrmanatha. Sejak diberlakukannya intensifikasi evakuasi, pemerintah berhasil mengevakuasi 1.981 WNI keluar dari Yaman. Sebanyak 1.973 di antaranya sudah tiba di Indonesia. Langkah itu berlangsung sejak Desember 2014. Hingga saat ini, tim evakuasi dari Jakarta masih berada di beberapa wilayah di Yaman. “Kami juga terus melakukan upaya persuasi kepada WNI yang belum mau keluar dari Yaman. Insiden KBRI ini membuktikan bahwa situasi di sana yang dalam keadaan konflik bisa berubah kapan saja,” lanjut Arrmanatha. Sementara itu, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNIBHI) Lalu Muhammad Iqbal meluruskan, kerusakan yang diderita KBRI Sanaa bukan dampak ledakan langsung. Namun, karena guncangan yang ditimbulkan. “Jarak antara gudang persenjataan di Gunung Faj Attan dan KBRI sekitar 5 kilometer. Karena ini adalah ledakan terbesar sejak serangan udara, guncangannya pun merusak bangunan sipil. Termasuk KBRI,” terangnya. Namun, dia tetap menyayangkan keputusan tersebut. Sebab, tim evakuasi yang dipimpin Susapto Broto sedang menggunakan fasilitas KBRI untuk mengumpulkan WNI. “Dua hari sebelumnya kami memang mengirim tim dari Hudaidah ke sana karena ada informasi WNI yang terjebak,” ungkapnya. Pasca ledakan bom yang merusak KBRI kemarin, Iqbal memerintah tim evakuasi segera kembali ke Hudaidah. Untuk sementara, rombongan tim evakuasi dan beberapa WNI pindah ke Wisma Duta Besar RI yang jaraknya cukup jauh dari titik konflik. “Kami mengimbau WNI di sana segera menghubungi tim untuk dievakuasi. Dan sampai saat ini jumlah permintaannya terus bertambah. Setelah aman, tim akan langsung keluar dari Sanaa,” jelasnya. Menurut informasi terakhir, ada 35 WNI di Sanaa yang minta dievakuasi. PRESIDEN PELAJARI Kabar ledakan yang merusak KBRI juga direspons Presiden Jokowi. Setelah membuka acara World Economic Forum on East Asia 2015 di Jakarta kemarin (20/4), Jokowi menyatakan sudah mendapat laporan terkait dengan peristiwa tersebut. “Saya baru saja dapat informasinya dari Menteri Luar Negeri (Retno Marsudi),” ujarnya. Namun, Jokowi belum bersedia berkomentar banyak karena masih ingin mendengarkan penjelasan lebih lanjut. Misalnya, perihal detail peristiwa maupun kerusakan yang ditimbulkan. Termasuk informasi WNI yang terluka akibat serangan tersebut. “Kalau sudah dapat informasi detail, baru nanti saya sampaikan lebih lanjut,” katanya. Sementara itu, dalam keterangan resmi yang dirilis tadi malam, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, Presiden Jokowi menyatakan keprihatinan atas kejadian yang menimpa KBRI dan WNI di Yaman. “Kedutaan Besar Republik Indonesia seharusnya bukan sasaran serangan dalam konflik bersenjata,” ujarnya. Pratikno menyebut, Presiden Jokowi juga menyampaikan simpati mendalam kepada para staf KBRI Yaman dan keluarganya yang terimbas oleh kejadian tersebut serta menginstruksikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk memberikan penanganan terbaik kepada korban. “Presiden juga meminta agar situasi di Yaman terus dipantau untuk memastikan keselamatan WNI di sana,” katanya. Menanggapi respons pemerintah atas wilayah berdaulat Republik Indonesia di Yaman, pakar hubungan internasional Timur Tengah Siti Mutiah Setiawati menyatakan, hal tersebut tidak akan efektif. Sebab, KAA merupakan gerakan moral dan solidaritas tanpa ada wadah. Karena itu, agaknya susah bagi peserta KAA menyelesaikan konflik tersebut. “Daripada KAA, memang lebih benar membawa isu ini ke Organisasi Konferensi Islam (OKI). Di sana ada ketentuan konferensi darurat sebagai alat penyelesaian. Masalah alatnya tajam atau tidak, ya itu urusan nanti,” ungkapnya. Dia tidak menampik bahwa Liga Arab termasuk salah satu organisasi regional yang punya ikatan kuat. Dibentuk dengan satu musuh bersama, Israel, orga­nisasi tersebut sudah mem­bentuk sistem untuk menyelesaikan konflik dengan caranya. Karena itu, Indonesia memang tepat mengambil posisi netral. “Sudah benar posisinya. Jangan sampai Indonesia menggurui. Seperti ASEAN menyelesaikan konflik antarnegara dengan cara sendiri, Liga Arab juga punya sistem,” ungkapnya. Di sisi lain, pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah turut mengecam aksi pengeboman yang menimpa KBRI di Sanaa, Yaman. Menurut dia, pemerintah harus membentuk tim investigasi untuk mendalami kasus pengeboman tersebut. Investigasi tersebut diperlukan untuk mengetahui dalang dan motif pengeboman meski pada dugaan awal pengeboman tidak ditujukan langsung ke gedung KBRI. “Pihak PBB juga harus ikut turun tangan. Sebab, wilayah tersebut kan masuk wilayah yang harus aman sesuai dengan konsensus Wina,” ungkapnya saat dihubungi kemarin. Namun, sebelum membentuk tim investigasi, menurut dia, ada hal lain yang mendesak untuk dilakukan pemerintah Indonesia. Yakni, evacuation plan. Pemerintah harus segera memindahkan seluruh staf dan kegiatan KBRI di Yaman. Termasuk para WNI yang masih terjebak di tengah konflik. “Situasi makin tidak terkendali. Saat seperti ini, sangat sulit membedakan mana kawan dan mana lawan. Jadi, harus segera,” katanya. Sementara itu, soal spekulasi Arab Saudi sebagai eksekutor pengeboman, Reza meminta pemerintah tidak gegabah menanggapi. Sebab, langkah pemerintah Indonesia sangat berpengaruh pada WNI yang sedang berada di Saudi. “Jadi, bisa meminta notifikasi dan dipastikan melalui investigasi,” ungkap akademisi Universitas Padjadjaran Bandung itu. (dyn/bil/owi/mia/c6/kim)

Tags :
Kategori :

Terkait