JAKARTA - Indonesia menggugat Australia ke World Trade Organization (WTO) atas kebijakan kemasan polos produk rokok yang diberlakukan sejak tahun 2013. Meski ekspor rokok Indonesia ke negeri kanguru tersebut minim namun dikhawatirkan kebijakan itu akan ditiru negara lain. Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi menegaskan kewajiban menggunakan kemasan polos produk rokok telah mencederai hak anggota WTO di bawah perjanjian Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS).”Pada dasarnya konsumen memiliki hak untuk mengetahui produk yang akan dikonsumsi,” ujarnya dari markas besar WTO Jenewa, akhir pekan lalu (6/6) Seperti diketahui pemerintah Australia melarang peredaran rokok yang mencantumkan merek. Rokok hanya boleh dijual jika kemasannya polos dan wajib mencantumkan larangan serta gambar peringatan bahaya merokok. “Dari sisi lain, produsen juga memiliki hak untuk menggunakan merek dagang secara bebas tanpa hambatan-hambatan yang tidak berdasar,” kata Bachrul. Sengketa dagang ini merupakan yang terbesar yang ditangani WTO sampai saat ini, di mana terdapat tiga anggota WTO lainnya yang ikut menggugat kebijakan yang sama, yaitu Honduras, Republik Dominika, dan Kuba, serta 36 anggota WTO menjadi pihak ketiga yang turut berkepentingan terhadap gugatan ini. “Indonesia tidak sendirian, ada tiga negara lain yang mengajukan gugatan sama,” sebutnya. Gugatan ini dilayangkan untuk menjaga kepentingan nasional. Sebab, kebijakan kemasan polos produk rokok yang diberlakukan Australia berimplikasi luas pada perdagangan dunia, khususnya Indonesia. “Kebijakan Australia menerapkan kemasan polos produk rokok mendapat perhatian sebagian besar anggota WTO karena isu ini bersifat sensitif dan mempunyai implikasi luas,” tandasnya. Alasan itu dapat dimaklumi sebab jika tindakan yang dilakukan Australia ditiru negara-negara lain maka dapat berpotensi menghambat ekspor rokok Indonesia. Lebih jauh lagi hal itu akan berdampak kepada kehidupan petani tembakau dan industri rokok nasional. “Industri rokok menyumbang 1,66 persen total Gross Domestic Product (GDP) Indonesia dan devisa negara melalui ekspor ke dunia yang nilainya triliunan rupiah,” ungkapnya. Karena itu pihaknya berkomitmen untuk terus menjaga kelangsungan hidup industri rokok di tanah air karena sumbangannya terhadap ekonomi nasional sangat besar. Belum lagi jika dilihat industri rokok termasuk padat karya (labor intensif). “Industri rokok menjadi sumber penghidupan bagi 6,1 juta orang yang bekerja secara langsung dan tidak langsung, termasuk 1,8 juta petani tembakau dan cengkih,” jelasnya. (wir/tia)
Soal Kemasan Polos Rokok, RI Gugat Australia ke WTO
Senin 08-06-2015,09:00 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :