Nazar: Anas Pengarah Proyek Hambalang
JAKARTA - Serangan bertubi-tubi kembali dilancarkan ke Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Kemarin (28/6), giliran Muhammad Nazaruddin yang datang dihadirkan sebagai saksi untuk Angelina Sondakh menuduh bahwa Anas telah berbohong lantaran tidak tahu-menahu soal proyek Hambalang. Kata Nazaruddin, Anas adalah di balik penerbitan sertifikat tanah Hambalang.
“Dia pembohong,” kata Nazaruddin saat tiba di gedung KPK pagi kemarin. Menurutnya, Anas adalah orang yang mengarahkan semua hal terkait proyek Hambalang. Karena itu, Anas menerima kompensasi dari jasanya tersebut yang digunakan sebagai dana pemenangan di Kongres Partai Demokrat di Bandung 2010 silam.
Tak hanya itu, dalam kasus korupsi proyek pengadaan di 16 universitas di Kemendikbud yang menjerat Angelina sebagai tersangka, Nazaruddin menuding Anas juga terlibat. Menurutnya, uang yang diterima Anas dari proyek universitas sebesar Rp16 miliar. “Semuanya diberikan ke event organizer (EO, red) yang mengelola acara kongres dan untuk membayar hotel. Semua bukti kuitansinya sudah saya berikan ke penyidik KPK,” imbuhnya.
Pada kesempatan itu juga, Nazaruddin membeberkan kendaraan mahal bermerek Toyota Harrier milik Anas Urbaningrum. Menurut Nazar, mobil diperoleh dari jatah proyek Hambalang. PT Adhi Karya selaku salah satu pemenang proyek Hambalang memberikan uang untuk dibelikan mobil.
“Adhi Karya mengantar uangnya tunai Rp700 juta setelah itu bayarnya ke Duta Motor pakai cek. Setelah itu keluar BPKB atas nama Anas Urbaningrum,” ujar Nazaruddin.
Nazaruddin menyebut pembelian mobil itu terjadi sekitar bulan Oktober tahun 2009. Pihak Adhi Karya sendiri, menyerahkan uang tersebut di Mal Pacific Place disaksikan dirinya, Mahfud dan Anas sendiri. Setelah dilunasi BPKB mobil tersebut dibuat atas nama Anas dan diberi nomor B 15 AUD.
Uang yang digunakan Anas untuk membeli mobil tersebut diduga merupakan fee dari proyek Hambalang yang kontraknya bernilai Rp1,1 triliun. Atas kesepakatan Mahfud Suroso dan PT Adhi Karya disepakati angka 18 persen dari total proyek tersebut. “Itu deal-nya antara Mahfud dan Adhi Karya yang disepakati oleh mas Anas,” kata Nazaruddin.
Dari fee sebesar 18 persen itu, ungkap Nazaruddin, dana sebesar Rp100 miliar dicairkan sebagai dana awal. Uang tersebut, sebagian digunakan untuk memenangkan kompetisi perebutan kursi ketua umum Partai Demokrat di kongres Bandung sebesar Rp50 miliar. “Itupun katanya udah terrelasiasi periode-periode ini,” terang Nazar.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum usai menjalani pemanggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus megaproyek Hambalang senilai Rp1,2 triliun, telah membantah menerima mobil dari proyek itu. “Ada-ada saja sampeyan itu,” kata Anas menjawab sambil duduk di atas tangga lobi gedung KPK.
Nazaruddin sendiri pernah menyebut Anas mendapat jatah dua unit mobil. Dua mobil yang disebut Nazar yakni Toyota Alphard dan Harrier. Bahkan, Nazar juga menyebut Anas kecipratan dana Rp50 miliar dari proyek Hambalang.
Seperti biasa, Anas tidak menanggapi tuduhan yang dilontarkan mantan koleganya separtai itu. Bahkan, Anas menilai nyanyian Nazaruddin itu halusinasi. “Tidak ada itu. Itu cerita mati, halusinasi,” kata Anas lagi.
Sementara itu, terkait salah satu poin pertanyaan KPK terhadap Anas yang menyangkut dirinya, anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrat Ignatius Mulyono akhirnya ikut angkat bicara. Meski menegaskan kalau dirinya memang tidak pernah diperintah Anas mengurus sertifikat, namun, purnawirawan berpangkat terakhir mayjen itu mengakui kalau dirinya benar diminta menanyakan status tanah Hambalang ke BPN. “Yang jelas, Anas tidak menyuruh saya urus sertifikat dan saya memang tidak mengurus sertifikat. Saya hanya diminta menanyakan proses tanah menpora (Hambalang, red) kok tidak selesai-selesai,” beber Ignatius, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Selain Anas yang saat itu bertindak sebagai ketua fraksi, Iganatius juga mengakui kalau M Nazaruddin ikut terlibat dalam permintaan untuk menanyakan proses tanah menpora. Saat itu, Nazaruddin masih menjabat sebagai bendahara fraksi. “Saya angggota fraksi yang patuh dan taat, diminta tolong (menanyakan, red) begitu saja masak enggak bisa,” imbuhnya.
Saat datang ke BPN guna menanyakan proses tanah menpora tersebut, lanjut dia, dirinya akhirnya mendapat penjelasan bahwa sudah ada surat keputusan BPN 6 Januari 2010. Surat keputusan yang memuat nama-nama pihak yang tanahnya dibebaskan itu, menurut Ignatius, sama sekali belum ada nama Hambalang. “Yang saya ambil (surat keputusan, red) itu, bukan sertifikat. Soal sertifikat, saya nggak tahu yang mengurus siapa dan yang menerima siapa karena memang saya enggak (ikut, red) mengurus,” bebernya. (kuh/dyn)