Kubu Suryana Melawan

Jumat 03-08-2012,02:34 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Tak Terima Hukuman Lebih Berat, Segera Ajukan PK CIREBON - Kuasa Hukum Suryana, Gunadi Rasta SH mencium adanya indikasi transaksional dalam kasus APBD Gate. Terlebih, isu putusan kasasi MA yang beredar saat ini memberatkan kliennya, H Suryana dengan vonis 5,5 tahun. “Ini adalah bentuk penzaliman pada klien saya, dan saya melihat ini ada indikasi transaksional,” ujarnya saat bertemu di parkiran Kejaksaan Negeri Kota Cirebon, kemarin. Hingga saat ini, Gunadi mengaku belum menerima surat secara resmi terkait putusan MA. Hanya saja, bila isu yang beredar adalah benar, dirinya tidak segan untuk mengajukan peninjauan kembali (PK). “Kalau ini benar, kami akan melakukan perlawanan dengan mengajukan PK. Kami juga punya bukti yang cukup,” ujarnya lagi. Gunadi mengaku heran pada sikap Kejati. Karena, dalam dakwaan jaksa, dinyatakan kalau dalam kasus APBD Gate terdapat perbuatan melawan hukum. Sementara, dalam surat dari Polda yang diterimanya, tercantum kalau tidak ada perbuatan melawan hukum dalam APBD Gate. “Ini kan aneh. Ada beda pendapat dari insititusi yang sama dalam kasus yang sama. Jelas kalau ini adalah bentuk inkonsistensi dari Kejati,” jelasnya. Gunadi juga menilai, ada indikasi pembunuhan karakter dalam masalah ini. Unsur politis, kata dia, sangat jelas ikut campur dalam masalah APBD Gate. “Hukum dan keadilan dijadikan sarana kepentingan. Ini terlihat seperti ada pembunuhan karakter, karena klien saya akan maju dalam pilkada nanti,” tegasnya. Namun dia berharap, isu putusan kasasi yang beredar saat ini tidaklah benar. “Semoga itu tidak benar. Dan hingga saat ini saya belum menerima laporan secara normatifnya,” tukasnya. Loyalis Suryana, Guntur mengaku belum mengetahui persis kebenaran putusan kasasi atas Suryana. Kalaupun memang benar adanya, maka dalam waktu dekat ini pihaknya akan melakukan konsolidasi sekaligus menyusun kekuatan untuk menyikapi putusan kasasi dari MA itu. Rencananya, Sabtu 4/8), pihaknya akan berkonsolidasi merumuskan langkah yang terbaik. Bagaimana dengan kubu Sunaryo? Mewakili keluarga, putra sulung H Sunaryo, Rudianto membenarkan sudah mendengar putusan kasasi MA kepada orang tuanya. “Ya sudah Mas, tapi saya belum lihat putusannya langsung,” ujarnya, Kamis (2/8). Tapi ia mengaku prihatin dengan putusan tersebut. Karena banyak sekali diskriminasi hukum sehubungan dengan stigma posisi Sunaryo sebagai kepala daerah. “Kami akan terus berjuang mencari keadilan,” katanya saat diwawancara melalui blackberry messenger. Menurutnya, masih banyak prosedur dan mekanisme hukum yang dapat ditempuh. Semua ini merupakan cobaan, dan banyak hikmah yang dapat diambil. “Selain itu bisa dilihat secara jelas positioning sosial dan politik terhadap posisi bapak (Sunaryo, red) dengan stakeholder politiknya,” ungkapnya. Terpisah, salah satu kader Golkar, Andi Riyanto Lie SE mengaku sedih dan prihatin dengan putusan MA terhadap Ketua DPD Partai Golkar Kota Cirebon, Sunaryo. “Karena biar bagaimana pun, beliau adalah orang tua bagi kita, tapi kita juga menghargai keputusan MA. Karena semua proses itu sudah mempertimbangkan semua aspek keadilan,” jelasnya, kemarin. Ia mengatakan, Sunaryo sebenarnya sudah mau menerima vonis Pengadilan Tinggi, hanya saja, jaksa tetap melakukan kasasi. “Pak Naryo sebenarnya sudah mau menerima, dan itu bukti kebesaran beliau yang mau mengaku salah, tapi jaksa tetap kasasi. Andai saja tidak kasasi, berarti sebentar lagi bapak bebas. Kasian bapak, padahal pengabdian dan pengorbanannya pada Kota Cirebon tidak ternilai,” tukasnya. Sementara, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Kota Cirebon, Samir Erdy SH MHum mengaku sebelum berita beredar di koran, dirinya sudah mendengar kabar terkait putusan 4 tahun atas nama H Sunaryo. Hanya saja, karena selentingan, dirinya tidak berani memastikan, karena belum ada penjelasan resmi. Sedangkan putusan kasasi Suryana, justru dirinya baru tahu  ketika membaca di koran. “Saya memang sempat mendengar pak Naryo kasasinya kena 4 tahun, tapi kalau Suryana saya malah belum mendengar,” kata Samir. Disinggung tentang putusan kasasi terhadap Ade Anwar Cs, Achmad Djunaedi Cs dan Z Iskandar Cs, Samir mengaku  hingga saat ini PN Cirebon belum menerima salinan putusan kasasi. Oleh karena itu, dirinya enggan memberikan komentar soal kasasi bagi terdakwa APBD gate yang disidang di PN Cirebon. Menurut Samir, putusan hakim agung di MA sebenarnya sulit ditebak. Bahkan hakim yang menanganinya juga tidak mudah diketahui. Oleh karena itu, sebagai hakim dirinya enggan membuat prediksi putusan MA dengan alasan susah ditebak. Hanya saja, kalaupun memang putusan kasasi Suryana dan Sunaryo memang sudah keluar, semestinya kasasi atas  ketiga berkas APBD Gate lebih dulu diputus MA, karena pengajuan kasasi terhadap Ade Anwar, Achmad Djunaedi dan Z Iskandar sudah dikirimkan sekitar akhir tahun 2011. Sedangkan perkara Suryana dan Sunaryo yang disidangkan Pengadilan Tipikor Bandung, justru baru divonis Januari 2012. “Meskipun terdakwa ditahan, tidak otomatis putusan kasasi didahulukan. Tapi semuanya kewenangan MA,” ujarnya. Akademisi Unswagati, Harmono SH MH menilai, terlepas ada kepentingan politik atau tidak, tren psikologi penegakan hukum memang seperti itu. Jika kasus korupsi dilakukan upaya hukum lebih lanjut, biasanya hukuman selalu bertambah. “Ini supaya ada efek jera, dari sisi normatif penegakan hukum juga tidak ada yang janggal,” kata Harmono. Dia menyayangkan sikap Sunaryo-Suryana yang melakukan upaya banding, karena dengan kasasi malah menambah berat hukuman. “Ibaratnya nasi sudah menjadi bubur, tidak perlu disesali,” ungkapnya. (kmg/abd/hen)

Tags :
Kategori :

Terkait