Rois Diperiksa 6,5 Jam

Jumat 31-08-2012,08:13 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

SURABAYA - Penyidik Polda Jatim mulai memeriksa Roisul Hukamma alias Rois, tersangka kasus bentrokan di Sampang yang menewaskan dua orang. Kemarin, dia diperiksa secara maraton selama tujuh jam di Direktorat Reserse Kriminal Umum polda Jatim. Sekitar pukul 10.00, Rois memasuki ruang penyidik unit Keamanan Negara Subdit Pidana Umum. Dia dicecar sejumlah pertanyaan terkait bentrokan yang juga membuat sejumlah rumah warga terbakar itu. di sela penyidikan, dia sempat keluar sebentar untuk menunaikan salat Zuhur dan Asar. Rois baru bisa keluar sekitar pukul 16.40. Oleh penyidik, dia diberi penutup muka dari sarung. Mengenakan baju tahanan berwarna oranye, dia langsung dibawa petugas masuk ke mobil Kijang Innova putih. Wartawan yang sejak siang menyanggong, tidak diberi kesempatan berbicara dengan adik dari Tajul Muluk itu. Informasi yang dihimpun, Rois dicecar sekitar 20 sampai 25 pertanyaan seputar bentrokan. Dia disangka sebagai otak bentrokan tersebut. Karenanya, dia dijerat sejumlah pasal berlapis. \"Dia dijerat empat pasal,\" terang Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Hilman Thayib. Yakni, pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, pasal 170 tentang pengeroyokan, pasal 55 tentang keikutsertaan dan menyuruh melakukan kejahatan, juga pasal 335 tentang merampas kemerdekaan orang lain. Rois menempati sel tahanan mapolda Jatim. Dia ditempatkan di blok H bersama sejumlah tahanan umum lainnya. Seperti pelaku kejahatan curat, curas, dan curanmor. Rois juga tergolong ramah. Dia beberapa kali menyapa petugas jaga tahanan maupun sesama tahanan lainnya. Hilman memastikan, Rois tidak mendapat perlakuan khusus. Dia diperlakukan sama seperti tahanan Polda Jatim lainnya. \"Yang kami bedakan hanyalah tahanan narkoba. Mereka ditempatkan di blok khusus terpisah dari tahanan lainnya,\" lanjut mantan Kapoltabes Banjarmasin itu. Hal yang sama disampikan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkum HAM Jatim, Y Ambeg Paramarta untuk saudara Rois, Tajul Muluk. Dia menyatakan di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas), pria yang divonis pidana penjara selama dua tahun dalam kasus penistaan agama itu diperlakukan sama. Tidak ada pengistimewaan padanya. Hanya saja untuk hal pengamanan lebih diperhatikan. Mereka tidak mau terjadi hal yang tidak diinginkan di dalam hunian. Ambeg menambahkan, saat dipindah dari Rutan Sampang, pimpinan kelompok Syiah itu langsung dibawa ke Lapas Kelas II A Sidoarjo (Lapas Delta Sidoarjo), bukan Lapas Kelas I Surabaya (Lapas Porong). Dia langsung menjalani masa pidana seperti penghuni lainnya. \"Yang bersangkutan (Tajul Muluk, red) dipindah ke Lapas Sidoarjo kemarin (Rabu, red),\" ungkap Ambeg. Sebagai narapidana yang baru masuk penjara, Tajul Muluk harus menjalani masa Admisi Orientasi terlebih dulu untuk melihat tingkah laku dan adaptasi pada lingkungan, termasuk potensi yang ada pada dirinya. Namun, Ambeg belum bisa memastikan kapan masa tersebut berlangsung. Yang pasti tidak sampai dia selesai menjalani pidana. \"Selama-lamanya sepertiga dari masa hukuman,\" ungkap mantan Kakanwil Kemenkum HAM Sulawesi Utara itu. Bila dilihat Tajul Muluk sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, maka, dia akan ditempatkan di blok tempat penghuni lainnya berada. Tidak berada di blok khusus untuk karantina. Soal besukan, pada masa karantina Tajul Muluk tidak bisa dibesuk sembarangan. Para pembesuk juga harus mengikuti prosedur yang berlaku. Bahkan, Tajul Muluk juga memiliki hak untuk menerima atau tidak kunjungan orang yang ingin bertemu dengan dia. Sementara itu, soal keberadaan Tajul Muluk di Lapas Delta Sidoarjo, para petugas dan pejabat lapas memilih untuk enggan berkomentar. Ketika disinggung tentang penempatan tokoh yang menjadi perhatian publik saat ini mereka juga diam. Saat dihubungi, mereka juga tidak ada balasan.   **Komisi III  DPR Nilai Pemerintah Gagal Setelah pihak eksekutif, kemarin (30/8) giliran rombongan legislatif dari Komisi III DPR RI mendatangi lokasi kerusuhan di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben dan Dusun Gading Laok, Desa Blu’uran, Kec Karang Penang. Seperti halnya rombongan eksekutif, rombongan komisi III juga dalam rangka mengkaji soal peristiwa kerusuhan itu. Kehadiran mereka juga dalam rangka meninjau dan menyelidiki motif kejadian yang sesungguhnya terjadi. Rombongan komisi III datang bersama dengan rombongan dari Irwasum Mabes Polri yang dipimpin Komjen Pol Fajar Prihantoro. Rombongan komisi III terdiri dari I Gede Pasek selaku ketua komisi dan Suhartono Wijaya, keduanya dari Fraksi Demokrat. Lalu, Sayed Mustafa Usaf dan Yahdil Abdhi Harahap dari Fraksi PAN, Martin Hubarat dari Fraksi Gerindra, H Nudirman Munir dari Fraksi Golkar, Ahmad Kurdi Mukrie dari Fraksi PPP. Selain itu, ada Adang Daradjatun dari Fraksi PKS dan Otong Abd Rahman dari Fraksi PKB. Kedatangan rombongan komisi III sendiri setelah sebelumnya menggelar rapat interen pasca meletusnya konflik berbau agama itu. Ketika itu, komisi III langsung mengadakan rapat internal untuk membahas konflik. Dan, pada Senin lalu (26/8) komisi III langsung membentuk Tim Kunker Spesifik. Dalam rapat lanjutan itu akhirnya disepakati agar Tim Kunker Spesifik harus terjun ke lapangan. Setelah tiba di Posko sekitar pukul 11.00 siang, rombongan komisi III langsung menuju tempat kejadian perkara (TKP). Mereka berjalan kaki sekitar 3 km ke Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kec Omben dan Dusun Gadinglaok, Desa Blu’uran, Kec Karangpenang. Salah seorang anggota komisi III Nudirman Munir terlihat tidak mampu melanjutkan perjalanan menuju TKP karena keletihan. Anggota Komisi III Atong Abd Rahman dari Fraksi PKB menyatakan,  maksud kedatangannya berdasarkan hasil rapat koordinasi dengan Mabes Polri Selasa (27/8) lalu untuk meninjau lokasi kejadian. Dari hasil pemantauan dan penyelidikan itu nantinya baru akan dirapatkan lagi di komisi III DPR RI. Lebih jauh dijelaskan, berdasar pembahasan dan melalui berbagai sumber di media massa, konflik sudah terjadi sejak Desember 2011. \"Yang menjadi perhatian komisi III nantinya kenapa konflik yang motifnya sudah hampir sama ini masih terulang lagi. Tapi, yang jelas ada pembahasan komprehensif terkait persoalan ini,\" katanya. Selain akan membahas secara komprehensif, komisi III juga akan menangani masalah faktor keamanan dan perlindungan para korban serta nasibnya pasca kerusuhan. Faktor keamanan terkait sejauh mana tindakan preventif yang dilakukan aparat keamanan hingga konflik pecah kembali. Sedangkan faktor nasib pengungsi ini akan erat kaitannya dengan anggaran untuk menyuplai kebutuhan korban selama di pengungsian. \"Tapi yang jelas kita akan selalu dukung anggaran untuk Mabes Polri,\" tandasnya. Sementara, dari motif di balik kekisruhan akan dititikberatkan pada optimalisasi kinerja aparat keamanan, terutama kerja-kerja intelijen. Sebelum motif kerusuhan itu terpecahkan, akan sulit melacak akar persolaan yang terjadi. Atong mengkhawatir kejadian serupa akan merembet pada daerah lain. Sebab, pengikut ajaran Syiah di Indonesia itu tersebar di berbagai daerah. Anggota Komisi III DPR RI lainnya Sayed Mustafa Usaf menyampaikan komentar kritis terhadap pemerintah. Menurut dia, konflik berujung kerusuhan itu akibat tidak hadirnya pemerintah di tengah-tengah masyarakat, sehingga konflik itu mudah pecah. \"Buktinya, kasus ini kan sudah setahun lalu terjadi dan konfliknya masih melibatkan dua tokoh dalam satu keluarga,\" katanya. Sayed menegaskan, komisi III akan berupaya membuktikan seperti yang disebar di media bahwa telah terjadi proses pembiaran terhadap kasus tersebut. \"Apa benar?\" katanya dengan nada tanya. Menurut dia, jika pihak intelijen tidak lemah, mestinya kasus ini sudah tidak perlu terulang lagi. Posisi Bakesbangpol yang sudah kerap melakukan sosialisasi dan mediasi harusnya bisa menekan konflik tersebut. Di sinilah menurut Sayed pemerintah bisa disebut gagal mencegah adanya konflik. Anggota komisi III lainnya Nudirman Munir menegaskan, apa yang terjadi dipastikan bukan konflik Sunni-Syiah. Menurut dia, konflik lebih kepada persolan di internal keluarga. Jika konflik dibawa ke ranah agama akan lebih berbahaya. Karena itulah, pihaknya akan segera mengkaji dan akan selalu berkoordinasi dengan kepolisian. Nudirman juga menyatakan, konflik yang dipicu persoalan keluarga itu terjadi akibat adanya provokasi. \"Bisa persolaan rebutan pengaruh di mata pengikutnya karena sama-sama sebagai tokoh yang berbeda keyakinan. Bisa juga persoalan kecemburuan sosial menyangkut asmara,\" ucapnya. Sementara itu, Kapolda Jatim Irjen Hadiatmoko di depan anggota komisi III DPR RI menyatakan, pasca meletusnya konflik Tajul-Rois 2011, sebenarnya setelah melalui mediasi keduanya sudah bisa akur kembali. Bahkan, tokoh dua aliran itu hanya memiliki satu masjid. \"Jadi, keduanya bersama-sama pengikutnya saling salat di masjid yang sama. Aneh juga, kenapa sekarang bisa meletus lagi,\" katanya. (edo/zid)

Tags :
Kategori :

Terkait