CIREBON-Peraturan Walikota (Perwali) 36/2015 membuat pelaksanaan Perda 10/2013 jadi tidak maksimal. Aturan yang jadi petunjuk pelaksanaan Perda Diniyah Takmiliyah, justru menghadirkan kesenjangan. Kemudian membuat implementasinya tak tepat sasaran. Ketua Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kota Cirebon, Ahmad Mujtahid Lafif mengatakan, regulasi seharusnya bisa menguatkan madrasah diniyah takmiliyah. Namun perwali malah terbalik. “Ini keliatan sekali, mencolok,” ujar Mujtahid kepada Radar Cirebon. Mujtahid menjelaskan kesenjangan yang dimaksud. Dalam perwali pelaksanaan diniyah diberikan kepada sekolah formal. Padahal perda tidak mengamanatkan demikian. Masalah anggaran juga belum berpihak kepada diniyah takmilyah yang dikelola masyarakat. “Ini jadinya ada kesenjangan, itu yang kita tidak mau,” katanya. Bagaimana perwali bisa lolos dengan klausul demikian? Mujtahid mengungkapkan, saat perwali disusun, FKDT memang diberi draf. Kementerian Agama (Kemenag) Kota Cirebon juga dapat. Tapi, ada tarik ulur klausul tentang menjadikan diniyah takmiliyah ini menjadi ekstrakulikuler sekolah. Ternyata apa yang dikhawatirkan, justru terjadi dalam perwali. Dari sisi anggaran belum berpihak ke diniyaah yang seharusnya dikelola masyarakat. Diniyah ini sekarang dikelola oleh SD. Mujtahid juga menemukan keluhan di lapangan dari sisi administrasi pendidikan. Ranah yang seharusnya ditangani FKDT, tapi saat ini diambil alih SD. Mujtahid menegaskan, temuan ini jauh dari konsep awal. Sebab, kesepakatannya adalah penyelenggaran pendidikaan diniyah itu bisa dilakukan di gedung SD. Tapi istilahnya meminjam. Itu pun kalau lembaga diniyahnya tidak memungkinkan dari sisi sarana pra sarana. Namun prakteknya penyelenggarannya malah seluruhnya harus menginduk ke SD. “Ini namanya mengesampingkan madrasah,” tegasnya. (jml)
Perda dan Perwali Diniyah Ada Kesenjangan
Sabtu 11-08-2018,12:00 WIB
Editor : Dedi Haryadi
Kategori :