Guru Kesenian Mendominasi Permintaan Tenaga Sukwan
KEJAKSAN - Anggota dewan mendesak wali kota melalui Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BK-Diklat) untuk menertibkan seribu honorer yang kini tersebar di banyak organisasi perangkat daerah (OPD).
Anggota Komisi A DPRD, Cecep Suhardiman mengatakan, menindaklanjuti hasil rapat dengan BK-Diklat dalam penertiban tenaga sukwan dan sejenisnya, dewan mendesak wali kota melalui BK-Diklat dan OPD terkait untuk menertibkan tenaga honorer yang berjumlah seribu orang. Penertiban dilakukan agar seribu honorer itu tidak menjadi masalah bagi wali kota dan wakil wali kota yang baru. “Ini menjadi hasil rapat bersama. Penertiban merupakan keharusan,” ucapnya kepada Radar di ruang kerja, Jumat (8/3).
Cecep menuturkan wali kota pun harus menerapkan sistem reward and punishment terhadap oknum OPD yang terindikasi melakukan pungutan atas penempatan tenaga sukwan atau honorer tersebut. Cecep mengingatkan pemerintah untuk memberikan contoh yang baik dalam hal kepegawaian. Di antaranya dengan tidak mempekerjakan orang yang tidak jelas status dan aturannya.
Terkait keluhan masih kurangnya pegawai di setiap OPD, lanjut Cecep, pemerintah pusat telah memberikan kesempatan kepada semua pemerintah daerah (pemda) untuk melakukan rekrutmen CPNS dari jalur umum. “Itu bisa dilakukan setelah moratorium penerimaan CPNS berakhir pada Desember 2012 lalu,” terangnya. Namun, pemerintah pusat memberikan syarat untuk pemda yang akan melakukan penerimaan CPNS, yaitu analisis jabatan dan beban kerja terhadap semua SKPD bisa diselesaikan. Sehingga kebutuhan PNS yang sesuai kompetensi bisa terpenuhi. Harapannya, penambahan tenaga kerja melalui sukwan atau honorer tidak lagi terjadi.
Terpisah, Ketua PGRI Kota Cirebon, Drs H Djodjo Sutardjo SE MM membeberkan, berdasarkan pendataan yang dilakukan rata-rata satu sekolah merekrut empat guru honorer. Jumlah itu belum termasuk pegawai honorer seperti tenaga administrasi. Djodjo yang juga Kepala SMPN 2 Kota Cirebon mengungkapkan, di sekolahnya ada tiga guru honorer dan lima pegawai honorer di bagian administrasi. “Kalau secara umum, rata-rata empat guru honorer. Itu kebutuhan mendesak,” ucapnya.
Djojo menyebutkan SD menempati peringkat pertama paling banyak merekrut tenaga honorer. Guru honor di tingkat SD biasanya merangkap sebagai tenaga administrasi. Tidak hanya di SD, hampir seluruh sekolah SMP dan SMA, dipastikan ada guru atau pegawai honorer. Ditegaskan, semua itu akibat kebutuhan mendesak. Sementara di sisi lain pemerintah melarang perekrutan tenaga honorer. “Kepala sekolah sangat bingung dan dilematis,” ucapnya.
Demi menutup kekurangan guru dan tenaga administrasi, lanjut Djojo, biasanya kepsek mengambil kebijakan merekrut guru honorer yang gajinya dibiayai sekolah. Secara umum, guru kesenian paling banyak dicari. Selain mata pelajaran khusus seperti muatan lokal.
Kepala SMAN 6 Cirebon, Drs Totong Muslihat Nanggadisastra MM mengatakan, di sekolahnya ada tujuh orang tenaga honorer di luar kategori K2. Pihak sekolah melakukan perekrutan karena kebutuhan. Dijelaskan, bila tak ada tenaga honorer untuk bagian tata usaha, sekolahnya hanya punya dua PNS. Sementara dari sisi tugas cukup berat. “Ada dua orang (honorer, red) di TU, ya karena memang kebutuhan,” ujarnya saat ditemui di ruang kerja, kemarin.
Lima tenaga honorer sendiri ditempatkan di posisi guru. “Ada lima guru. Kan tidak mungkin jamnya ada, tapi tidak ada guru. Masa anak-anak dibiarkan begitu saja,” tuturnya.
Agar tidak terjadi salah paham antara pihak sekolah dan tenaga honorer di luar K2 yang direkrut, sambung dia, pada saat awal bekerja pihak sekolah sudah menekankan bahwa tidak ada pengangkatan, dan untuk gaji menjadi urusan sekolah. “Saat pertama bertugas sudah ditekankan bahwa urusan financial, ya dengan sekolah dan juga tidak ada pengangkatan,” tegasnya.
Bagaiman sistem perekrutan honorer dilakukan, Totong menjelaskan, ada yang berasal dari relasi atau bahkan melamar. Bahkan dilakukan juga tes layaknya melamar di instansi lain. “Karena saya tidak mau menerima guru dan staf yang asal-asalan,” ucapnya.
Untuk pembayaran honor sendiri, berasal dari pihak sekolah dan komite. “Pembayarannya berdasarkan jam ngajar. Kami juga memberikan biaya transport,” tuturnya.
Berbeda, Kepala SMPN 5 Cirebon, Karnadi SPd MHum menjelaskan, di sekolahnya tidak terdapat tenaga honorer di luar K2. “Kalau yang K2 ada, baik TU ataupun guru. Kasihan sampai sekarang belum diangkat,” ucapnya singkat. (ysf/kmg)