Embung Baru Rp8,3 Miliar Sia-sia Terbukti, Desa Blender Tetap Diterjang Banjir

Senin 17-02-2020,09:30 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

CIREBON- Embung Sumurkondang yang baru dibangun tahun 2019, dengan harapan bisa menjadi pengendali banjir empat desa, dinilai. Pasalnya, embung yang dibangun dengan anggaran mencapai Rp8,3 miliar tersebut, tidak sanggup menahan banjir. Terbukti, Sabtu petang (15/2), Blok Kliwon Desa Blender mengalami kebanjiran.

Salah satu warga Blok Kliwon Desa Blender, Komarudin kepada Radar Cirebon mengatakan, hujan besar yang terjadi Sabtu siang hingga sore, menyebabkan desanya mengalami banjir. Meski tidak sampai masuk

ke dalam rumah miliknya, namun tetap saja mengganggu aktivitas warga sekitar.

“Nggak sampai masuk rumah, cuma di jalan saja sekitar 20-an cm,” ungkapnya, kemarin.

Selain itu, banjir di desanya tersebut, menggenangi SDN 2 Blender hingga masuk ruang kelas. Sehingga, ruang kelas penuh lumpur.

Komarudin menyinggung keberadaan Embung Sumurkondang yang dibangun dengan anggaran Rp8,3 miliar, namun tetap saja desanya mengalami kebanjiran.

“Katanya kalau sudah ada embung nggak banjir lagi. Ini malah banjir lagi seperti yang dulu-dulu. Jadi nggak berfungsi juga ada embung,” ucapnya dengan nada kesal.

2

Terpisah, Kuwu Sumurkondang, Heriyanto menilai, keberadaan Embung Sumurkondang sangat sia-sia. Karena tidak bisa mengendalikan banjir. “Adanya embung ini kan yang pertama dan utama adalah untuk pengendalian banjir. Kedua, untuk pertanian ketika musim kemarau. Dan yang ketiga untuk agrowisata. Sedangkan di Desa Blender masih tetap terjadi banjir,” jelasnya.

Heri mengatakan, Embung Sumurkondang ini dibangun untuk antisipasi banjir di empat desa. Yakni Desa Blender, Desa Kubangdeleg, Desa Karangwareng, serta Desa Jatipiring. “Namun kita lihat, Desa Blender masih saja banjir. Kan itu sia-sia sekali ada embung nggak bisa mengantisipasi banjir. Jadi ada embung atau tidak ada, ya sama saja tetap banjir,” tuturnya.

Embung yang dibangun di atas lahan satu hektar pada tahun 2019 ini, menghabiskan anggaran sebanyak Rp8,3 miliar. “Padahal musim hujan ini adalah yang pertama sejak dibangun embung pada tahun 2019 kemarin. Ternyata baru pertama kali musim hujan saja, sudah tidak bisa mengendalikan banjir. Lalu bagaimana nanti bisa menampung air untuk digunakan pada musim kemarau? Bisa tidak ini?” tuturnya dengan nada penuh tanya.

Heri melihat, permasalahan yang ada pada embung tersebut sehingga air dengan mudahnya mengalir lalu menyebabkan banjir, yakni spiilway yang sangat rendah. Spiilway adalah sebuah struktur di dam (bendungan) yang sebenarnya adalah metode untuk mengendalikan pelepasan air untuk mengalir dari bendungan atau tanggul ke daerah hilir.

“Jadi, tinggi spiilway itu sekitar satu meter setengah. Sedangkan tinggi limpasan itu mencapai tiga meter. Sehingga jelas air bisa langsung lancar mengalir tidak bisa masuk ke embung. Harusnya spiilway-nya itu ditinggikan, minimal sejajar dengan limpasan,” pungkasnya. (den)

Tags :
Kategori :

Terkait