Anggap Pelanggaran Berlangsung Sistemik
KEJAKSAN - Lama tidak terdengar kabarnya, ternyata bukan berarti padam. Insan pendidikan swasta yang tergabung dalam Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) dan Forum Guru Independen Indonesia (PGII) kemarin, kembali membuka komunikasi dengan Komisi C DPRD Kota Cirebon. Misinya penyelesaian secara terencana problem PPDB tahun ini.
Rabu kemarin (6/10), pengurus BMPS Kota Cirebon bersama para kepala sekolah swasta dari TK sampai SMA/SMK, disertai dengan Forum Guru Independen Indonesia (PGII) melaporkan kerja mereka selama beberapa bulan terakhir. Pekerjaan untuk mencari fakta sebagai dasar melakukan pembenahan terencana pelaksanaan PPDB ke depan.
“Kita tidak diam. Jangan dikira kita sudah hilang, kita tidak akan berhenti sampai ada perubahan,” tandas Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah Swasta (K3S) SMA Kota Cirebon, Drs Abu Malik MPd, Rabu (6/10).
Meski diakui, kata dia, terkadang lelah juga berjuang setiap tahunnya, namun setiap tahun juga menjadi korban dari pelaksanaan PPDB yang tidak konsekuen. Sampai ganti dua kepala dinas, selalu menjadikan pendidikan swasta seperti warga pendidikan kelas dua. Dan tahun ini adalah klimaksnya, karena itu menjadi tekad tidak ingin lagi menjadi korban, akibat pelaksanaan PPDB yang tidak matang dan melukai.
“Untuk melangkah terencana ke depan, harus jelas dulu pertanggungjawabannya. Sekarang data sudah kami pegang, ada sekolah yang satu kelas jumlah siswanya dari 48 sampai 60 siswa. Itu sama sekali artinya mengenyampingkan mutu pendidikan di kota ini,” ungkap pria yang juga Kepala SMA Islam Al Azhar ini usai mengikuti rapat dengar pendapat BMPS dengan Komisi C terkait PPDB di Griya Sawala.
Sementara itu saat rapat, Ketua BMPS Kota Cirebon Drs HA Halim Falatehan MM mencatat tebal, bahwa PPDB dalam setiap penyelenggaraan sampai dengan tahun ini telah terjadi pelanggaran sistemik. Dilakukan oleh pengusul, penyalur dan pelaksana, dan akhirnya pemkot menambah anggaran bagi sekolah negeri untuk membangun ruang kelas baru.
Padahal, kata dia, pelanggaran sistemik ini telah mengakibatkan kerugian negara, karena mutu pendidikan jadi turun. Karena setiap kelas kelebihan siswa barunya, belum lagi tidak senafas dengan UU No 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Atas pelanggaran itu, BMPS meminta kelebihan jumlah siswa yang diakibatkan pelanggaran peraturan secara sistemik, untuk dipindahkan.
“Namun apabila tidak dilaksanakan pemindahan, maka mohon jatuhkan sanksi terhadap pelanggar sesuai aturan. Kepada oknum DPRD yang terlibat, partai harus ambil sikap tegas,” ungkapnya di depan Ketua Komisi C N Djoko Purwanto dan anggota Yayan Sofyan.
Halim menyampaikan, untuk memperoleh hasil seleksi PPDB yang pasti, menghargai hasil ujian nasional, dan tidak melahirkan masalah baru dari proses PPDB, maka untuk tingkat SMP, SMA dan SMK negeri penerimaan siswa baru agar dilaksanakan secara PPDB Online. Dengan kepanitiaan yang melibatkan unsur masyarakat di bidang pendidikan. “Tolong rencanakan ini jauh sebelum pelaskanaannya,” terangnya.
Ketua Forum Komunikasi Kepala Sekolah Swasta SMP/MTs Swasta Kota Cirebon Drs Agus Sunadar mengatakan, aturan PPDB yang dibuat selama ini, ternyata untuk dilanggar. Setiap tahun PPDB selalu jadi lahan percaloan.
Sedangkan Ketua Forum Guru Independen Indonesia, Dede Permana menyayangkan tidak kunjung beresnya persoalan PPDB dari tahun ke tahun. Baik eksekutif maupun legislatif seperti terjangkit penyakit amnesia, sehingga perlu diingatkan setiap tahun. Regulasi yang dibuat mestinya bukan untuk disosialisasikan, tapi diuji publik.
Mungkin, kata dia, jika para guru swasta tidak berani berbicara, sudah mati dari dulu. Karena sudah tidak memiliki standar kehidupan minimum, selalu jadi korban kebijakan pendidikan yang tidak jelas. Membuat pendidikan menjadi hal transaksional, berlindung di balik eksploitasi kemiskinan. Beruntung guru-guru swasta masih memiliki semangat.
“Karena itu, temukan kami dengan walikota. Tegakkan komitmen aturan. Perlu ada rencana tindak lanjut. Jangan dikotomikan swasta negeri. Tapi demi pembenahan pendidikan. Saudara walikota tidak cukup maaf saja saat halal bil halal. Semuanya harus diselesaikan secara terkonsep dan terencana,” ungkapnya.
Seperti bermaksud permakluman, saat berbicara di awal rapat, Ketua Komisi C N Djoko Poerwanto langsung mengutarakan bahwa Komisi C mengaku dan merasa paling besar memiliki kesalahan dalam pelaksanaan PPDB tahun ini. Terkait fungsi pengawasan yang tidak maksimal dalam pelaksanaan PPDB. Dan menilai penyimpangan PPDB bukan lagi kesalahan biasa, tetapi sudah sangat laten.
Dalam pertemuan itu, Komisi C berjanji akan mengawal rencana tindak lanjut masukan dari insan pendidikan swasta. Sekaligus berjanji memfasilitasi pertemuan antara walikota, Dinas Pendidikan, sekolah negeri, DPRD, dan insan pendidikan swasta. “Minimal akhir bulan ini, kita sudah bisa duduk bersama,” janjinya. (hen)
Anggap Pelanggaran Berlangsung SistemikKEJAKSAN - Lama tidak terdengar kabarnya, ternyata bukan berarti padam. Insan pendidikan swasta yang tergabung dalam Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) dan Forum Guru Independen Indonesia (PGII) kemarin, kembali membuka komunikasi dengan Komisi C DPRD Kota Cirebon. Misinya penyelesaian secara terencana problem PPDB tahun ini. Rabu kemarin (6/10), pengurus BMPS Kota Cirebon bersama para kepala sekolah swasta dari TK sampai SMA/SMK, disertai dengan Forum Guru Independen Indonesia (PGII) melaporkan kerja mereka selama beberapa bulan terakhir. Pekerjaan untuk mencari fakta sebagai dasar melakukan pembenahan terencana pelaksanaan PPDB ke depan. “Kita tidak diam. Jangan dikira kita sudah hilang, kita tidak akan berhenti sampai ada perubahan,” tandas Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah Swasta (K3S) SMA Kota Cirebon, Drs Abu Malik MPd, Rabu (6/10). Meski diakui, kata dia, terkadang lelah juga berjuang setiap tahunnya, namun setiap tahun juga menjadi korban dari pelaksanaan PPDB yang tidak konsekuen. Sampai ganti dua kepala dinas, selalu menjadikan pendidikan swasta seperti warga pendidikan kelas dua. Dan tahun ini adalah klimaksnya, karena itu menjadi tekad tidak ingin lagi menjadi korban, akibat pelaksanaan PPDB yang tidak matang dan melukai.“Untuk melangkah terencana ke depan, harus jelas dulu pertanggungjawabannya. Sekarang data sudah kami pegang, ada sekolah yang satu kelas jumlah siswanya dari 48 sampai 60 siswa. Itu sama sekali artinya mengenyampingkan mutu pendidikan di kota ini,” ungkap pria yang juga Kepala SMA Islam Al Azhar ini usai mengikuti rapat dengar pendapat BMPS dengan Komisi C terkait PPDB di Griya Sawala. Sementara itu saat rapat, Ketua BMPS Kota Cirebon Drs HA Halim Falatehan MM mencatat tebal, bahwa PPDB dalam setiap penyelenggaraan sampai dengan tahun ini telah terjadi pelanggaran sistemik. Dilakukan oleh pengusul, penyalur dan pelaksana, dan akhirnya pemkot menambah anggaran bagi sekolah negeri untuk membangun ruang kelas baru. Padahal, kata dia, pelanggaran sistemik ini telah mengakibatkan kerugian negara, karena mutu pendidikan jadi turun. Karena setiap kelas kelebihan siswa barunya, belum lagi tidak senafas dengan UU No 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Atas pelanggaran itu, BMPS meminta kelebihan jumlah siswa yang diakibatkan pelanggaran peraturan secara sistemik, untuk dipindahkan. “Namun apabila tidak dilaksanakan pemindahan, maka mohon jatuhkan sanksi terhadap pelanggar sesuai aturan. Kepada oknum DPRD yang terlibat, partai harus ambil sikap tegas,” ungkapnya di depan Ketua Komisi C N Djoko Purwanto dan anggota Yayan Sofyan. Halim menyampaikan, untuk memperoleh hasil seleksi PPDB yang pasti, menghargai hasil ujian nasional, dan tidak melahirkan masalah baru dari proses PPDB, maka untuk tingkat SMP, SMA dan SMK negeri penerimaan siswa baru agar dilaksanakan secara PPDB Online. Dengan kepanitiaan yang melibatkan unsur masyarakat di bidang pendidikan. “Tolong rencanakan ini jauh sebelum pelaskanaannya,” terangnya. Ketua Forum Komunikasi Kepala Sekolah Swasta SMP/MTs Swasta Kota Cirebon Drs Agus Sunadar mengatakan, aturan PPDB yang dibuat selama ini, ternyata untuk dilanggar. Setiap tahun PPDB selalu jadi lahan percaloan. Sedangkan Ketua Forum Guru Independen Indonesia, Dede Permana menyayangkan tidak kunjung beresnya persoalan PPDB dari tahun ke tahun. Baik eksekutif maupun legislatif seperti terjangkit penyakit amnesia, sehingga perlu diingatkan setiap tahun. Regulasi yang dibuat mestinya bukan untuk disosialisasikan, tapi diuji publik. Mungkin, kata dia, jika para guru swasta tidak berani berbicara, sudah mati dari dulu. Karena sudah tidak memiliki standar kehidupan minimum, selalu jadi korban kebijakan pendidikan yang tidak jelas. Membuat pendidikan menjadi hal transaksional, berlindung di balik eksploitasi kemiskinan. Beruntung guru-guru swasta masih memiliki semangat. “Karena itu, temukan kami dengan walikota. Tegakkan komitmen aturan. Perlu ada rencana tindak lanjut. Jangan dikotomikan swasta negeri. Tapi demi pembenahan pendidikan. Saudara walikota tidak cukup maaf saja saat halal bil halal. Semuanya harus diselesaikan secara terkonsep dan terencana,” ungkapnya. Seperti bermaksud permakluman, saat berbicara di awal rapat, Ketua Komisi C N Djoko Poerwanto langsung mengutarakan bahwa Komisi C mengaku dan merasa paling besar memiliki kesalahan dalam pelaksanaan PPDB tahun ini. Terkait fungsi pengawasan yang tidak maksimal dalam pelaksanaan PPDB. Dan menilai penyimpangan PPDB bukan lagi kesalahan biasa, tetapi sudah sangat laten. Dalam pertemuan itu, Komisi C berjanji akan mengawal rencana tindak lanjut masukan dari insan pendidikan swasta. Sekaligus berjanji memfasilitasi pertemuan antara walikota, Dinas Pendidikan, sekolah negeri, DPRD, dan insan pendidikan swasta. “Minimal akhir bulan ini, kita sudah bisa duduk bersama,” janjinya. (hen)