Menelusuri Jalur KA Palimanan-Gunung Giwur, Pelintasan Khusus untuk Angkut Batu Kricak
Jembatan di Blok Kemadu Wetan, Desa Kepuh, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, menjadi bagian dari jalur kereta api percabangan Palimanan-Gunung Giwur. -KHOIRUL ANWARUDIN-radarcirebon.com
CIREBON, RADARCIREBON.COM - Patok-patok bertuliskan KA berdiri kokoh di antara kios-kios pedagang di Pasar Minggu Palimanan Kabupaten Cirebon. Patok-patok itu menyimpan histori tentang pentingnya peran kereta api, sebelum populernya kendaraan pribadi.
Mungkin belum banyak yang tahu bahwa di daerah Pasar Minggu Palimanan, dahulunya terdapat sebuah jalur perlintasan kereta api. Jalur itu menghubungkan Stasiun Palimanan dan Gunung Giwur yang merupakan salah satu blok di Desa Kepuh.
Jalur ini pernah menjadi urat nadi perekonomian warga. Hasil alam berupa batu Kricak atau Balast diangkut untuk menopang pembangunan rel kereta api di sejunlah jalur perlintasan.
“Kebanyakan orang sini tahunya dulu ada rel kereta api di sini, cuma tidak tahu pasti sejarah dan pengoperasiannya," kata Abdur Rohim, salah satu warga sekitar yang ditemui Radar Cirebon, Jumat (11/4/2025).
BACA JUGA:Diguyur Hujan, Demo Jalan Rusak Cirebon Timur Tetap Digelar, Begini Kondisinya
Ya, selain dari cerita-cerita orang tua dulu, mayoritas warga di Pasar Minggu juga mengetahui bahwa daerah tersebut dulunya merupakan jalur rel kereta api dari adanya patok-patok yang masih berdiri kokoh. Hampir di setiap 100 meter, terdapat tanda bertuliskan KA disertai keterangan kilometer di bawahnya.
Untuk diketahui, pada masa kolonial Hindia Belanda, Cirebon merupakan salah satu kota penting di Jawa Barat. Kota ini memiliki peran strategis sebagai pusat perdagangan dan industri. Untuk mendukung kegiatan ekonomi itu, transportasi menjadi sangat penting. Dan, salah satu moda transportasi yang memiliki peran vital pada saat itu adalah kereta api.
Kereta api pertama kali diperkenalkan di Cirebon pada abad ke-19 oleh pemerintah kolonial Belanda. Jalur kereta api pertama yang dibangun adalah jalur Cirebon-Tegal yang kemudian diperpanjang hingga ke Semarang dan Surabaya. Pembangunan kereta api ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi transportasi barang dan penumpang, serta memperkuat kontrol Belanda atas wilayah Jawa Barat.
Selain jalur utama Cirebon-Tegal, pemerintah kolonial Hindia Belanda melalui Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS) juga membangun jaringan rel kereta api Cirebon-Kadipaten di Majalengka. Jalur tersebut memiliki panjang lintas 48,6 Km.
BACA JUGA:Setelah Jakarta dan Bandung, Dealer Premium Shop Yamaha Kini Hadir di Semarang
Menurut catatan lembaga Kereta Anak Bangsa (2016) tujuan utama pembangunan jalur ini adalah untuk angkutan komoditas gula bagi pabrik-pabrik gula yang ada di daerah tersebut. Pada masa itu, tidak kurang dari lima pabrik gula berada di sekitar jalur ini, yaitu, Pabrik Gula Soerawinangoen, Pabrik Gula Gempol, Pabrik Gula Paroengdjaja, Pabrik Gula Djatiwangi dan Pabrik Gula Kadipaten.
Selain itu, SSC juga membangun jalur cabang khusus yang menghubungkan Palimanan dengan Gunung Giwur yang sekarang masuk dalam wilayah Desa Kepuh. Jalur percabangan ini secara resmi beroperasi pada 1 Juli 1922 dengan panjang lintas hanya 5 kilometer saja.
Jalur ini dimulai dari pemberhentian ketujuh jalur kereta api Cirebon-Kadipaten yang berada di Klangenan. Pemberhentian ini diperkirakan berada di sekitar Pasar Minggu Palimanan, tak jauh dari tempat yang sekarang merupakan kantor Polsek Klangenan.
Jalur kemudian membentang ke selatan di Jalan Baru Pasar Minggu, di mana di sisi kiri nya masih terdapat sejumlah patok beton serta plang bertuliskan aset PT KAI.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


