Diseminisasi Call for Essay - Efisiensi Anggaran; Ancaman atau Peluang bagi Gerakan Difabel?
Kegiatan TEMU INKLUSI #6; Komitmen, Sinergi, Aksi, dan Inovasi Berbasis Kebhinekaan untuk Indonesia Emas 2045 diselenggarakan oleh Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB Indonesia) dengan dukungan salah satunya oleh Program INKLUSI dan diselen-Dokumen-
CIREBON, RADARCIREBON.COM - Pusat Rehabilitasi YAKKUM menjadi salah satu lembaga yang berpartisipasi dalam kegiatan TEMU INKLUSI #6; Komitmen, Sinergi, Aksi, dan Inovasi Berbasis Kebhinekaan untuk Indonesia Emas 2045.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB Indonesia) dengan dukungan salah satunya oleh Program INKLUSI dan diselenggarakan di Desa Durajaya, Kabupaten Cirebon.
Call for essay diadakan sebagai salah satu pre-event temu inklusi dan menjadi upaya untuk menjaring pendapat terhadap dampak langsung dari adanya kebijakan efisiensi anggaran salah satunya bagi penyandang disabilitas. 6 essay dipilih dari 48 essay untuk mewaklli berbagai suara di seluruh Indonesia.
Joni Yulianto selaku Direktur SIGAB Indonesia sekaligus penanggung jawab Temu Inklusi #6 menjelaskan, kegiatan hari ini menjadi kesempatan yang baik untuk memastikan, meski ada efisiensi anggaran tetap, tapi pemenuhan hak bagi difabel ada.
BACA JUGA:Bappenas Dorong Pemda Wujudkan Pembangunan Inklusif Lewat Temu Inklusi 2025
BACA JUGA:Perumnas Perkuat Strategi Pemasaran Inklusif dan Digital untuk Dekatkan Hunian kepada Masyarakat
“Besar harapan kami, kegiatan kita akan memunculkan rekomendasi yang lebih kuat terutama dengan adanya efisiensi anggaran diberbagai hal, untuk nantinya dapat disuarakan bersama dan digunakan sebagai upaya untuk memastikan pemenuhan hak bagi semua orang terutama bagi teman-teman difabel di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Para pemenang call for Essay mengkonfirmasi bahwa efisiensi anggaran sangat berdampak bagi difabel. Salah satunya diungkapkan Hambali dari Kabupaten Tegal yang menuliskan essay; Program Eliminasi Kusta dan Efisiensi Anggaran.
“Efisiensi anggaran berpotensi mempersempit ruang gerak program dan memperburuk akses layanan bagi penyandang disabilitas, secara khusus disabilitas yang disebabkan oleh penyakit kusta dengan dihentikannya program RVS – Rapid Village Survey yang selama ini sudah berjalan dengan baik untuk identifikasi dan penanganan penyakit kusta,” kata dia.
Kegiatan yang diikuti oleh 100 peserta lebih, perwakilan dari organisasi penyandang disabilitas dari seluruh Indonesia, bertujuan untuk memastikan adanya rumusan rekomendasi yang kuat dan membawa dampak melalui terbentuknya kebijakan dan anggaran yang lebih inklusif.
5 penanggap dilibatkan yang meliputi perwakilan dari Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Ombudsman RI selaku perwakilan lembaga yang bertugas untuk lembaga yang mensupervisi program dan layanan publik dan Peneliti sekaligus Dosen Universitas Surakarta yang juga pegiat isu disabilitas dan reviewer Call for Essay.
Mokhamad O. Royani selaku Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas dan Bambang Purwanto SKM MKes selaku Penyulih Kesehatan Ahli Madya Direktorat Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan, Kementerian Kesehatan mengatakan hal yang senada.
“Kami memastikan bahwa efisiensi yang dilakukan adalah efisiensi tidak boleh mengurangi anggaran bantuan sosial dan bantuan permakanan bahkan mengalami peningkatan”.
“Kami sangat mengapresiasi kegiatan pada siang hari ini. Dari Kementerian Kesehatan, kami memiliki rencana strategis baik ditingkat nasional maupun ditingkat provinsi. Rencana strategis tersebut kemudian kami turunkan pada indikator-indikator untuk mengukur capaian pada pelaksanaannya.”
“Acara hari ini oleh karenanya sangat sesuai karena kami tidak bisa dan tidak mau bekerja sendirian. Sehingga kolaborasi lintas kementrian seperti Kemenko PMK dan Kementrian Desa termasuk Universitas dan Organisasi Disabilitas menjadi sangat penting,” bebernya.
Namun demikian, DR Rina Herlina Haryanti SSos MSi selaku peneliti dan Dosen Univesitas Surakarta yang juga selaku pegiat isu disabilitas dan reviewer Call for Essay merumuskan bahwa dari keseluruhan tulisan yang masuk terlihat bahwa persepsi masyarakat dan negara dalam melihat efisiensi anggaran masih berbeda.
BACA JUGA:Dorong Ekonomi Inklusif Tumbuh, Pertamina Patra Niaga JBB Gelar UMK Academy 2025
“Dari 42 tulisan yang telah dibuat, sampling pendapat terhadap efisiensi anggaran adalah (persepsi) negatif. Karena negara menggunakan rasionalitasme dari sudut pandang non disabilitas.”
“Dalam 6 tulisan terlihat adanya perlawanan pemahaman antara masyarakat dan negara. Sehingga negara perlu melakukan tagging kembali dan duduk bersama untuk mengidentifikasi mana saja yang perlu diperbaiki.”
“Kita masih perlu komunikasi dan advokasi kebijakan karena perspektifnya berbeda antara negara dan masyarakat”.
Hal ini juga dikonfirmasi oleh Dan Satriana selaku Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Jawa Barat, yang mengatakan pentingnya difabel untuk melek literasi tentang anggaran.
Jangan terjebak pada judul yang sepertinya sudah mengakomodir hal difabel namun didalamnya besar alokasi untuk pembiayaan yang sifatnya operasional.
Angga Yanuar selaku pegiat isu disabilitas dan juga perumus rekomendasi kegiatan diseminasi call for Essay menyatakan, inisiatif ini tidak hanya merumuskan gagasan kritis tapi juga menyajikan gagasan kritis dark akar rumput. Kegiatan pada siang hari ini membawa pada rumusan yang nantinya akan diusung sebagai:
- Pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas wajib melibatkan kelompok rentan yang masuk dalam kelompok rentan yang masuk dalam RAN HAN dalam melakukan Analisa kesenjangan dampak efisiensi anggaran.
- Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah melakukan identifikasi ulang rencana efisiensi belanja dan memastikan tujuan efisiensi anggaran adalah efisiensi anggaran operasional yang tidak perlu, bukan memotong anggaran layanan public terutama untuk pemenuhan hak dasar.
- Pelibatan perwakilan 4 kelompok sasaran RAN HAM dalam pemantauan dan pelaporan terkait dampak efisiensi anggaran melalui PAN RB, Sekretariat Negara atau Kantor Staf Presiden melalui mekanisme formal seperti konsultasi public dan monitoring RANHAM. (*)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: reportase


