Ok
Daya Motor

Noise vs. Voice Membedakan Kebijaksanaan di Tengah Ledakan Informasi

Noise vs. Voice Membedakan Kebijaksanaan di Tengah Ledakan Informasi

Noise vs. Voice Membedakan Kebijaksanaan di Tengah Ledakan Informasi-facebook-Radar Cirebon

Transformasi Noise menuju Voice

Solusi yang ditawarkan untuk melawan arus informasi palsu dan distraktif (noise) yang lebih kuat daripada suara bijak (voice) dalam ruang digital diawali dari penguatan literasi digital kritis. Remaja tidak cukup hanya tahu cara mengakses informasi, tetapi juga harus mampu memverifikasi kebenarannya. Kemampuan fact-checking dapat dilatih dengan memperkenalkan situs pemeriksa fakta resmi, membandingkan berbagai sumber berita, dan memahami ciri-ciri informasi palsu, seperti judul provokatif atau sumber anonim. Selain itu, penting untuk remaja juga mengenali bias dalam pemberitaan, baik yang bersifat politik, ekonomi, maupun budaya, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang menyesatkan. Pendidikan secara formal dapat menjadi gerbang masuk efektif dengan menyisipkan modul literasi digital pada pelajaran Teknologi Informasi, Bahasa Indonesia, atau bahkan Pendidikan Pancasila, sementara di luar sekolah, komunitas remaja dapat mengembangkan program peer-to-peer learning (pembelajaran berbasis komunitas remaja) yang mendorong teman sebaya saling berbagi keterampilan literasi digital.

BACA JUGA:Jalur Cirebon-Kuningan Berdebu, Pengendara Keluhkan Material Galian Kotori Jalanan

Selain literasi, praktik konsumsi digital yang lebih sadar dan berhati-hati juga penting untuk diterapkan. Remaja dapat dilatih untuk melakukan “diet informasi”, misalnya dengan menetapkan batas waktu harian untuk penggunaan media sosial, mematikan notifikasi yang tidak penting, dan memilih hanya beberapa kanal berita terpercaya untuk diikuti. Praktik sederhana yakni menerapkan prinsip pause before share atau berhenti sejenak untuk memeriksa kebenaran konten sebelum menyebarkannya, dapat secara signifikan mengurangi arus hoaks. Dengan demikian, remaja tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga penjaga aliran informasi yang lebih sehat.

Etika digital yang diperkuat pun juga menjadi aspek yang tidak kalah penting. Dunia maya seharusnya mencerminkan nilai-nilai kesantunan sebagaimana di dunia nyata. Oleh karena itu, remaja perlu membiasakan diri untuk berkomunikasi secara sopan, menghindari ujaran kebencian, mengumpat, dan menghargai perbedaan pendapat. Agar ruang digital tidak hanya dipenuhi dengan konten viral tanpa makna, budaya berbagi konten yang bermanfaat, inspiratif, dan mendidik harus digalakkan. Dengan membangun etika digital yang kuat, remaja dapat menjadi motor penggerak terciptanya lingkungan daring yang sehat, konstruktif, dan berdaya guna.

Akhirnya, upaya menghadirkan voice di tengah derasnya noise memerlukan kolaborasi lintas level. Sekolah dapat berperan melalui kurikulum literasi digital yang sistematis. Guru membantu siswa belajar kebiasaan kritis terhadap informasi, di sisi lain, pemerintah dan platform digital bertanggung jawab untuk membuat peraturan yang jelas untuk mengurangi penyebaran informasi yang salah. Namun, peran paling penting tetap berada di tangan remaja itu sendiri. Dengan memilih untuk selektif, bertanggung jawab, dan kritis dalam bermedia, remaja dapat menjadi agen perubahan yang membawa kebijaksanaan digital di tengah riuhnya arus informasi.

Di tengah derasnya arus informasi, remaja sering bingung antara noise yang menyesakkan dan voice yang menuntun. Kebijaksanaan digital lahir bukan dari jumlah konten yang kita konsumsi, melainkan dari kemampuan memilih, memilah, dan menyuarakan kebenaran. Dengan literasi digital, sikap kritis, dan praktik mindful scrolling, generasi muda dapat menjadikan ruang digital bukan sekadar tempat hiruk-pikuk, melainkan karena bertumbuhnya suara yang sehat, etis, dan bijak. Pada akhirnya, tantangan bukanlah sekadar menghindari kebisingan, tetapi memastikan bahwa suara yang kita ikuti dan yang kita sampaikan adalah suara yang membawa makna.

 Catatan

Oleh:Jason Alexander, Jessie, Kenichi Marciano Halim*)

*   Penulis adalah Siswa SMA KRISTEN PLUS PENABUR Kota Cirebon Kelas XII.

 

** Tulisan ini disusun sebagai bagian dari Pelaksanaan Tugas Pembelajaran Bahasa Indonesia

 

 

 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: