Ok
Daya Motor

Draft Mutasi Pejabat Pemkab Kuningan Diduga Bocor

Draft Mutasi Pejabat Pemkab Kuningan Diduga Bocor

Ketua Fraksi PDIP DPRD Kuningan, Rana Suparman, menyoroti dinamika penempatan dan mutasi pejabat di lingkungan Pemkab Kuningan pasca Pilkada 2024. -Agus Sugiarto-Radar Kuningan

BACA JUGA:Pemprov Jateng Tutup U-Turn di Depan Pabrik Polytron untuk Urai Kemacetan di Sayung Demak

"Pejabat yang realisasi serapan APBD-nya bagus, LPJ-nya rapi, dan punya kontribusi terhadap target visi-misi pemerintahan sebelumnya, seharusnya tidak digeser hanya karena alasan politik. Ini akan terbaca oleh publik,” kata politisi senior tersebut.

Rana juga mengingatkan, bahwa publik akan mampu menilai motif di balik setiap penempatan pejabat, apakah karena prestasi atau kepentingan pragmatis.

"Jadi publik akan membaca kenapa pejabat A ditempatkan di sini, pejabat B ditempatkan di situ, motivasinya apa, atas dasar prestasi atau pragmatis, kan itu pasti terbaca dan kita juga tahu karena punya catatan," jelasnya.

Untuk itu, dirinya menyarankan agar sosok pejabat yang terkena mutasi, dilandasi potensi tepat di instansi yang benar.

"Jadi kalau memang Kuningan ini disepakati ada sesuatu hal yang perlu diluruskan, maka penempatan itu berdasarkan potensi-potensi yang mampu meluruskan sesuatu hal yang belum lurus," ucapnya.

Kaitan mendukung atau tidak dalam pilkada, Ia menyebut, jika itu adalah bagian dari dinamika demokrasi yang tidak bisa dihindari. 

Namun, setelah terpilih, seorang bupati harus berdiri sebagai pemimpin bagi semua, bukan hanya bagi pendukungnya.

"Pertarungan pilkada itu siklus yang tidak bisa dihindari. Pak Dian jadi bupati karena ada siklus itu, kalau tidak ada maka tidak mungkin menjadi bupati," ucapnya.

Dengan begitu, sambungnya, siklus tersebut jangan digunakan untuk menghabisi kekuatan lawan. Walaupun tidak tampak, itu akan menimbulkan reaksi. 

"Jadi kacamatanya harus bagaimana mewujudkan visi misi dengan memanfaatkan potensi yang ada. Karena dukung mendukung itu dalam pilkada tidak bisa dihindari," bebernya.

Dia menegaskan, jika jabatan politik sebagai bupati adalah mandat rakyat. Bupati itu diberi mandat oleh masyarakat Kuningan. 

Ketika jadi bupati, ketika jadi anggota dewan, bukan berarti dia punya otoritas untuk memutus konstituen seenaknya. 

Pilihannya cuma dua, pragmatis atau idealis. Kalau menganggap Kuningan tidak baik-baik saja, dengan beban utang Rp260 miliar, jabatan kosong, kemiskinan ekstrem, pengangguran tinggi, masalah perizinan yang belum beres, maka aparatur juga harus idealis. 

"Ya pragmatis boleh, idealis wajib, politis bisa dipakai asal untuk perbaikan,” tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: