Santri dalam Historiografi: Berdaya-Berbudaya

Santri dalam Historiografi: Berdaya-Berbudaya

Pesantren menjadi lahan subur bagi lahirnya ulama atau kiai untuk kemudian mendirikan pesantren lainnya. Beberapa di antara para santri seusai menempuh pendidikan di satu pesantren ke pesantren lain dalam rangka pengembaraan dan memperdalam berbagai ilmu demi terwujudnya cita-cita besar perubahan di tengah umat. Dari sini kemudian muncul istilah Santri Kelana.

Betapa besar pengaruh golongan santri pedagang-santri kelana ini hingga idiologinya mampu memasuki kawasan pedalaman dan menciptakan jaringan santri pedesaan yang agraris. Di pedalaman Priangan Timur misalnya, wilayah sejuk dengan aliran sungai-sungai kecil dan hamparan sawah menawan (Garut, Sumedang, Tasikmalaya) menyimpan riwayat tokoh-tokoh penyebar Islam yang masih memiliki hubungan dengan penyebar Islam di pesisir utara Jawa hingga Nusantra.
Tentu saja jaringan antarsantri-antarpesantren ini tidak bisa melulu dilihat sebagai manifestasi jaringan antarlembaga Islam tetapi juga harus dilihat sebagai sesuatu yang khas Indonesia.

Bahkan, kelompok santri menjadi salah satu penentu perubahan besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Analisis yang tajam mengenai hal ini bisa kita saksikan pada saat kolonialisasi berlangsung begitu lama di Indonesia di mana Jawa menjadi pusat perhatian utama jajahan Belanda di Timur.

“Pesaing” baru yang datang ke negeri ini perlahan-lahan menguasai jalur perdagangan sekaligus komoditi-komoditi bernilai ekonomis tinggi di pasaran internasional, melakukan penaklukan-penaklukan, serta ekploitasi sumber daya alam sekaligus sumber daya manusia secara besar-besaran hingga terbentuk wilayah jajahan Hindia Belanda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: