Salah Saya

Salah Saya

Tak lama kemudian ketua tim dokter masuk kamar. Tapi saya lagi video call dengan Singapura dan Tiongkok. Beliau keluar lagi ke kamar lain.

Setelah itu saya tidak mau terima telepon. Agar ketika beliau kembali saya sudah siap.

Saya pun diperiksa di bagian dada dan punggung. Dengan stetoskop. Saya disuruh tarik napas dan melepaskannya. Di 8 titik dada dan 8 titik punggung. Saya tahu itu untuk mendeteksi paru-paru. Yakni organ paling menarik perhatian di pasien Covid-19.

Namanya: dr Hanny Handoko. Laki-laki. Ahli paru dari Unair, Surabaya. Yang pernah memperdalam ilmunya di National University Hospital (NUH) dan Tan Tock Seng Novena. Semuanya di Singapura.

Saya nanti akan bertanya tentang stetosskop yang ia gunakan. Kok berbeda dengan stetoskop biasanya yang kita kenal.

Tapi beliau duluan bercerita. \"Kita pernah bertemu di Malang,\" katanya. Lama sekali. Mungkin 20 tahun yang lalu.

Waktu itu dokter Hanny menjadi pejabat di bawah wali kota Malang, ang juga dalang itu. Sebelum akhirnya berlabuh di RSAL Surabaya. Dan sekarang di RS swasta ini.

Umurnya 59 tahun. Anaknya dua. Yang pertama S1 di Melbourne. Kini di fakultas kedokteran Queensland. \"Di sana untuk masuk FK harus S-1 dulu,\" ujar dr Hany. S-1nya 3 tahun. Pendidikan dokternya 4 tahun. Total 7 tahun. Sebenarnya kurang lebih sala dengan waktu pendidikan dokter di Indonesia. Anak keduanya, putri, masih SMA di Surabaya.

Ternyata, menurut beliau, saya sangat kekurangan vitamin D.

Aneh. Benar-benar aneh. Setiap hari saya olahraga satu jam. Di lapangan terbuka. Kok kekurangan vitamin D.

Tapi saya tidak bisa protes. Hasil test: vitamin D saya hanya 23,4. Padhaal setidaknya, harus di atas 40. Antara 40 samapi 100. Berarti vitamin D saya ini rendah sekali.

Itulah sebabnya saya diberi vitamin D (tablet) 5.000.

Mengapa tidak sekalian 10.000?

\"Kalau ketinggian nanti kasihan ginjal. Untuk memberi obat, dokter harus mempertimbangkan banyak hal,\" ujar dokter Hanny.

Di samping itu di Indonesia tidak dijual vitamin D di atas 5.000. \"Di Singapura ada. Bahkan ada yang sampai 20.000,\" katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: