Pedagang Sepakat Bertahan
CIREBON - Tak ingin mengalah begitu saja. Demikian terlihat dari sikap para pedagang Pasar Mambo, merespons keputusan pemkot dan DPRD Kota Cirebon yang sepakat tak lagi memperpanjang kontrak keberadaan pasar di dekat Pusat Grosir Cirebon (PGC) tersebut. Dalam agenda rapat anggota tahunan (RAT) koperasi Mambo Mulya, Minggu (24/10), para pedagang memanfaatkan pertemuan itu untuk membahas kepastian sikap mereka terhadap rencana pengosongan pasar pada 15 Desember mendatang. Diterangkan Ketua Koperasi Mambo Mulya yang juga pedagang setempat, H Agus Saputra, atas nama musyawarah para pedagang diputuskan mereka tetap ingin melanjutkan aktivitas jual-beli di Pasar Mambo. “Sekarang sikap kami sudah bulat, bukan lagi kata perorangan atau mewakili kepentingan tertentu. Kami ingin kontrak Pasar Mambo diperpanjang,” katanya. Agus menegaskan, hasil keputusan para pedagang akan direkomendasikan pada pemkot dan anggota dewan agar bisa dijadikan pertimbangan. Namun bila pihak terkait tetap kukuh pada kebijakan, maka pihaknya berusaha meredam diri melihat perkembangan yang ada. “Tentu bagaimanapun yang berwenang tetap pemkot, tapi kami ingin suara para pedagang juga tak dikesampingkan,” ujarnya seraya menyerahkan sepenuhnya pada perhatian pemkot terkait rencana relokasi ke lantai II bagian belakang Pasar Pagi. Sementara itu, melalui RAT, lanjut Agus, diputuskan kepengurusan Koperasi Mambo Mulya untuk periode 2011-2016 akan berubah. Posisi sekretaris dan bendahara diganti, sedangkan untuk ketua, masih dipercayakan kepadanya. Saat ini ada sekitar 100 pedagang Pasar Mambo yang beraktivitas, baik di ruko maupun tenda-tenda, yang bergabung di Koperasi Mambo Mulya. Terpisah, aktivis Fahmina Institute yang kerap mendampingi para pedagang kaki lima (PKL), Erlinus Tahar mengungkapkan, sejak awal pihaknya telah melakukan kajian terhadap kemungkinan pendirian Pasar Mambo yang sesungguhnya berada di lokasi tidak cocok untuk kegiatan berdagang. Bahkan, hasil kajian sudah direkomendasikan pada pemkot, namun tidak mendapat tanggapan positif. “Sekarang terbukti, pemkot akhirnya tidak memperpanjang kontrak Pasar Mambo. Karena memang secara aturan pendirian Pasar Mambo tidak tepat. Kini keadaannya riskan, konflik horizontal bisa meletup kapan saja jika pembongkaran dilakukan,” tuturnya. WACANA PEMINDAHAN KE PASAR PRONGGOL Selain wacana pemindahan pedagang Pasar Mambo ke lantai II bagian belakang Pasar Pagi, muncul juga wacana baru agar pedagang Pasar Mambo direlokasi ke Pasar Pronggol, Lemahwungkuk. Pemikiran ini didasari keberhasilan memindahkan pedagang yang ada di jalan Lemahwungkuk ke Pasar Pronggol beberapa waktu lalu. Berkenaan dengan hal tersebut, Ketua Ikatan Pedagang Pasar (IPP) Pasar Pronggol, Didi Sunardi menyatakan tidak setuju dengan adanya gagasan memindahkan pedagang Pasar Mambo ke Pasar Pronggol, seperti yang dilakukan kepada pedagang yang ada di jalan Lemahwungkuk. “Kalau pedagang di jalan Lemangwungkuk adalah para pedagang pasar yang berjualan sayur mayur serta sembako, yang menggunakan jalan untuk berjualan, sehingga mengganggu ketertiban pengguna jalan. Tetapi jika hal tersebut diterapkan untuk pedagang Pasar Mambo tidak akan efektif, dan saya tidak setuju,” papar dia. Alasan ketidaksetujuan Didi terhadap wacana relokasi pedagang Pasar Mambo ke Pasar Pronggol, karena kasusnya tidak sama dengan pemindahan pedagang jalan Lemahwungkuk ke Pasar Pronggol. Sebab, jika pedagang jalan Lemahwungkuk merupakan pedagang sayuran dan sembako, sedangkan pedagang Pasar Mambo mayoritas berjualan makanan. Didi justru berpendapat bahwa keberadaan pedagang Pasar Mambo tidak mengganggu lingkungan dan ketertiban bagi masyarakat yang ada di sekitar pasar. Sehingga bila keberadaan pedagang itu menyalahi aturan, maka aturanlah yang harus diganti, sebab kewajiban pemerintah adalah melindungi masyarakat, termasuk para pedagang. “Bahkan, bila nanti pada tanggal 15 Desember izin Pasar Mambo telah habis, pemerintah bisa memperpanjang. Jangan sampai pemerintah memprioritaskan penggusuran, sebab yang namanya penertiban itu bukan penggusuran,” tegas Didi. Pria yang juga kader PDIP ini mengaku heran dengan sikap Pemkot Cirebon terhadap pedagang Pasar Mambo. Awal adanya pedagang Pasar Mambo adalah mereka yang tidak kebagian tempat untuk berjualan di Pasar Pagi, sehingga pemerintah menyediakan fasilitas berupa kios-kios yang saat ini ditempati oleh pedagang. “Selama ini Pemkot Cirebon tidak pernah mampu menyelesaikan persoalan pedagang kaki lima (PKL). Seharusnya, Pemkot Cirebon bisa membuat sebuah peraturan daerah (perda) yang mengatur tentang keberadaan PKL. Sehingga nantinya setiap pengaturan PKL ada dasar hukumnya yakni PKL. Sebab, selama ini penanganan terhadap PKL tidak jelas leading sector-nya apakah PD Pasar atau Pemkot Cirebon,” jelasnya. (ron/mam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: