Opo Tumon?

Opo Tumon?

Beberapa tahun kemudian ada beberapa gempa besar terjadi beruntun di Aceh dan Padang. Ajaib, hampir 100 buah bangunan 2—7 lantai, yang dibangun mempergunakan fondasi karya cipta sepasang gurunya utuh, selamat 100 persen tanpa mengalami kerusakan struktural yang berarti. Dampaknya, kepercayaan masyarakat konstruksi mulai terbentuk.

Banyak proyek dilaksanakan dengan mempergunakan sistem fondasi karya cipta sepasang gurunya yang oleh masyarakat, karena keandalannya diberi gelar “fondasi ramah gempa”. Sepuluh tahun sejak Dia dijadikan mitra usaha, hanya setahun setelah salah satu gurunya meninggal tiba-tiba terungkap bahwa Dia telah melakukan banyak pelanggaran dan ketidakjujuran terhadap isi perjanjian kerja sama dengan kedua gurunya.

Ketika ditegur, bukannya malu dan minta maaf dia malah menjadi-jadi. Kepada banyak orang dia mengaku bahwa karya cipta gurunya itu sekarang miliknya karena sudah dihibahkan kepada dia. Ketika gurunya dikonfrontir perihal proses hibah tersebut, gurunya bertanya balik: beri saya satu alasan yang masuk akal kenapa saya harus menghibahkan karya cipta saya kepada dia.

Ketika mengetahui hal tersebut, Dia malah bersikap kekanak—kanakan persis seperti seorang anak yang ngotot mempertahankan boneka yang diambilnya walaupun boneka tersebut bukan miliknya. Pokoknya, karya cipta tersebut sekarang adalah milikku, begitu kira—kira cara berpikirnya.

Benar—benar sungguh menggelikan Sejak perjanjian kerja sama ditandatangani. Hampir selama 10 tahun setiap minggu gurunya datang ke Jakarta. Rata—rata 2 hari tapi kadang—kadang sampai 4 hari dalam seminggu untuk membuat perencanaan, memeriksa gambar—gambar dan menandatangani gambar—gambar pelaksanaan atau surat pertanggungjawaban teknis.

Setelah kasus ketidakjujuran terungkap gurunya menghentikan kunjungan ke Jakarta dengan harapan agar dia menyadari akan kesalahan—kesalahan yang diperbuat, memperbaiki apa—apa yang salah agar supaya bisa berjalan lagi dengan enak bersama—sama. Yang tidak masuk akal, bukannya minta maaf dan mengembalikan hak paten kepada pemiliknya yang sah. Dia malah nekat memasarkan sendiri walaupun tidak menguasai cara menghitung konstruksinya.

Dia, hanya dengan mengandalkan sistem copy paste nekat memasarkan karya cipta gurunya. Di dalam file komputernya memang ada ratusan desain yang bisa dijadikan referensi. Ini harta karun, begitu kira—kira cara berpikirnya. Padahal gurunya, mengikuti pesan dari mentornya, tokoh konstruksi terkemuka di tahun 1980an, belum pernah mengajarkan ilmu/cara menghitung konstruksi ciptaannya kepada siapa pun. Sistem fondasi ciptaannya walaupun bentuknya sederhana menurut sang mentor adalah ilmu baru yang tidak bisa dicari teori—teori pendukungnya di literatur manapun mengenai ilmu fondasi. Dia lupa bahwa di undang-undang Paten dengan jelas dibedakan antara hak cipta dan hak paten.

Hak cipta itu melekat pada penemu bahkan sampai 75 tahun setelah penemunya meninggal. Penemunya juga sekaligus adalah pemilik dari hak paten. Pemegang hak paten itu hanya menerima hak lisensi hak untuk memasarkan. Pemegang hak paten salah satu tugasnya adalah melindungi penemu atau pemilik hak paten dari upaya—upaya pembajakan atau pemalsuan.

Sekarang yang terjadi Pemegang Hak Paten justru yang berusaha mengambil alih kepemilikan atas Hak Paten dari para penemunya. Dan itu semua dilakukannya dengan menghalalkan segala cara yang jauh dari sopan santun orang Timur. Gurunya khawatir kalau terjadi kesalahan di dalam perencanaan fondasi yang dilakukan dengan cara copy paste yang bisa berakibat fatal terhadap bangunan karena gurunya tahu persis bahwa muridnya yang tidak tahu diri itu tidak menguasai cara menghitung konstruksi.

Oleh karenanya sang guru kemudian mengirimkan surat kepada semua proyek yang mempergunakan fondasi ciptaannya Isi surat menginformasikan 3 hal. Pertama, bahwa desain fondasi yang dipergunakan tidak pernah dikonsultasikan, jadi tergolong karya plagiat.

Kedua, bahwa gurunya belum pernah mengajarkan ilmunya kepada siapa pun termasuk kepada murid yang nakal tersebut.

Ketiga, bahwa yang bersangkutan tidak menguasai ilmu perencanaan sehingga risiko terjadinya kegagalan bangunan sangat besar. Dampaknya luar biasa Respons dari berbagai pihak yang menerima surat macam — macam. ada yang pro dan langsung bereaksi ada yang cuek bebek, proyeknya jalan terus.

Dasar orang kreatif hanya setahun setelah terungkap kalau dikhianati dan tidak lagi melakukan kunjungan ke Jakarta gurunya dapat inspirasi baru untuk menyempurnakan sistem konstruksi fondasi ciptaannya karya cipta yang baru menyempurnakan sistem fondasi yang sudah teruji ramah gempa. Sekarang dengan tambahan temuan yang baru berupa pasak vertikal di samping mempersulit gedung menjadi miring juga sekaligus menjamin proses settlement semakin water pass.

Sang guru kemudian memasarkan sendiri sistem fondasi dengan paten baru. Sang guru mempergunakan nama perusahaan yang berbeda. Mendengar kalau sang gurunya memperoleh proyek dengan mempergunakan paten barunya si murid yang tidak tahu diri menjadi gelap mata.

Si murid membuat laporan polisi dengan tuduhan bahwa proyek yang dibangun dengan sistem fondasi yang direncanakan oleh gurunya menggunakan paten baru adalah menjiplak fondasi yang hak patennya dia pegang. Si murid lupa atau pura—pura lupa bahwa penemu dari sistem fondasi yang hak patennya dia pegang, dengan sistem fondasi dengan paten baru itu penemunya sama yaitu gurunya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: