Tahun Ini Target Parkir Rp4,6 Miliar

Tahun Ini Target Parkir Rp4,6 Miliar

PERATURAN Daerah (Perda) Kota Cirebon 5/2012 tentang Retribusi Jasa Umum sudah usang. Terabaikan di lapangan. Misalnya soal tarif parkir kendaraan roda dua. Hingga sekarang masih berlaku Rp500. Jauh dari kenyataan di lapangan.

Perda itu sedang dalam proses perubahan pertama. Masih menunggu evaluasi gubernur atas beberapa perbaikan yang telah dilengkapi. Nantinya tarif parkir digolongkan menjadi 2 zona: Central Business District (CBD) dan non CBD.

“Roda 2 menjadi Rp2 ribu dan roda 4 menjadi Rp4 ribu. Dan ada progres (penambahan tarif menghitung waktu parkir per jam, red),” ujar Kepala UPT Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Cirebon Agus Gumelar kepada Radar Cirebon kemarin.

Dia menyebut tarif parkir di wilayah CBD. CBD adalah wilayah atau area sibuk dengan volume kendaraan lalu-lalang yang tinggi. Parkir di wilayah itu akan dikenakan tarif lebih besar. Karena dianggap menimbulkan kemacetan yang berimbas pada dampak atau kerugian bagi orang lain yang melintas jalan tersebut. Sehingga ke depan diharapkan pengendara lebih memilih angkutan umum daripada harus membayar parkir yang lebih mahal itu.

Sedang di non CBD kendaraan roda 2 dipatok Rp1.000. Roda 4 Rp2.000. Besaran itu 2 kali lebih tinggi dibanding yang masih berlaku sekarang. Yakni Rp500 untuk roda dua dan Rp1.000 untuk roda empat. Sedikitnya ada 12 titik wilayah CBD yang telah ditetapkan walikota. Di antaranya di Jl Pasuketan, Pekiringan, Karanggetas, Pagongan dan lain-lain.

“Perda teknis (yang mengatur zona CBD dan bukan, red) sudah selesai. Perda tarif yang masih dalam proses. Mudah-mudahan April depan sudah bisa kita terapkan,” jelasnya.

Agus Gumelar mengatakan sudah seharusnya tarif di lapangan disesuaikan dengan Perda. Apalagi jika mempertimbangkan target pemda terhadap retribusi parkir tiap tahunnya selalu mengalami kenaikan. Misalnya tahun 2020 targetnya Rp3,5 miliar. Sementara yang tercapai Rp1,6 miliar saja. Selain karena tarif yang belum diperbaharui, pandemi dijadikan alasan pencapaian jauh dari target.

Di tahun 2021, kata Agus, pendapatan dari retribusi parkir sudah kembali terlihat menggeliat. Sementara target di tahun 2021 sebesar Rp4.673.350.000 atau Rp4,6 miliar.

Agus juga paham betul jika di lapangan mayoritas juru parkir mematok tarif tidak sesuai perda. Itu, katanya, di luar ketentuan dan kemampuan Dishub. “Yang jelas karcis parkir kita masih segitu (Rp500, red). Papan informasi soal tarif ke masyarakat juga masih segitu,” kilahnya seraya menambahkan, sebesar 30 persen dari pendapatan kotor jukir wajib masuk ke kas daerah.

Ditegaskan Agus, meski tarif sesuai perda retribusi masih sangat kecil, namun yang disetorkan itu akumulasi dari pendapatan juru parkir di lapangan. “Kadang ada kesalahpahaman presepsi, di Perda Rp500 sementara bayarnya lebih. Lalu sisanya ke mana? Yang disetorkan ya sesuai potensi dan kondisi di lapangan,” jelasnya.

Dishub, kata Agus, juga keberatan akan target yang telah ditetapkan oleh BKD tersebut. Karena itu dia juga merasa tidak harus ambisi berlebih untuk mengejarnya. Karena mempertimbangkan kondisi atau aturan yang belum disesuaikan itu. Semakin keberatan ketika capaian target itu akan berpengaruh terhadap kinerja instansi, jika terus-terusan tidak bisa dicapai.

Perihal tukang parkir resmi dan tidak, secara kasat mata bisa dibedakan dari pakaian yang dikenakan. Termasuk rompi oranye yang sudah menjadi identitas itu. Namun diakui, sudah 2 tahun terakhir, kata Agus, perlengkapan parkir tidak kunjung di-support pemerintah daerah.

“Sudah sekitar 2 tahun tidak ada pakaian yang diberikan kepada jukir. Padahal itu salah satu bentuk reward ke jukir dan sudah menjadi tanggung jawab pemkot melalui APBD,” bebernya. Ciri berikutnya adalah adanya surat tugas resmi dari UPT Parkir Dinas Perhubungan Kota Cirebon. (ade)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: