Australia Tak Peduli WikiLeaks
SYDNEY - Australia tak menganggap serius pembocoran ratusan ribu dokumen rahasia perang Iraq oleh situs WikiLeaks. Sydney menyatakan bahwa pembocoran dokumen pada Juli lalu tak begitu berpengaruh terhadap operasi militernya di Negeri Seribu Satu Malam itu. Saat ini, Australia tengah mempelajari dokumen perang Iraq terbaru yang kembali dibocorkan situs milik Julian Assange tersebut. Sejumlah pejabat Departemen Pertahanan Australia menyatakan sedang mempelajari 77 ribu dokumen militer AS terkait konflik panjang Afghanistan setelah diunggah dalam WikiLeaks tiga bulan lalu. “Investigasi kami menemukan bahwa dokumen yang bocor tersebut tidak berpengaruh langsung pada kepentingan nasional Australia.” Demikian bunyi rilis resmi dari Pasukan Pertahanan Australia sebagaimana dilansir Agence France-Presse. Rilis itu juga menegaskan bahwa serangkaian langkah telah diambil untuk mengurangi risiko terhadap keamanan operasional. Meski begitu, tak ada penjelasan detail soal langkah-langkah itu. Dari hasil penelitian terhadap dokumen yang bocor tersebut, Australia menyimpulkan bah wa mayoritas isinya terkait dengan aktivitas lapangan seperti patroli, pertempuran lokal, dan operasional rutin. Otoritas Australia kini tengah mempelajari sekitar 400 ribu dokumen perang Iraq yang kembali dibocorkan situs WikiLeaks. Sementara itu, Washington dan London memperingatkan bahwa dokumen tersebut bisa membahayakan pasukan koalisi dan masyarakat sipil Iraq. Australia menambahkan, investigasi terhadap dokumen-dokumen terbaru WikiLeaks itu membutuhkan waktu. Pendiri WikiLeaks, Julian Assange, yang juga berkewarganegaraan Australia menyatakan bahwa pembocoran dokumen tersebut dilakukan demi mengungkap kebenaran tentang perang Iraq. Mantan perdana menteri Australia dari kubu konservatif, John Howard, yang juga pendukung setia mantan Presiden AS George W. Bush mengirimkan pasukan ke Afghanistan dan Iraq sebagai operasi militer melawan terorisme pascatragedi 11 September 2001. Australia menarik pasukan perangnya dari Iraq pada pertengahan 2009. Namun, sekitar 1550 kombatan masih ditempatkan di Afghanistan untuk memerangi Taliban. Sementara itu, Washington menyangkal telah menutup mata terkait kasus penyiksaan oleh militer di Iraq. Itu merupakan respons ribuan data baru yang bocor melalui situs WikiLeaks, termasuk sejumlah gambar penyiksaan oleh personel militer AS. Jenderal George Casey yang bertugas sebagai komandan militer AS di Iraq hingga 2007 menyatakan bahwa semua tentara telah diinstruksi untuk melaporkan setiap dugaan pelanggaran. “Kebijakan kami, jika ada pasukan AS yang menemukan perlakuan kejam terhadap tahanan, mereka wajib menghentikan atau melaporkannya langsung kepada komandan mereka,” tegasnya. Pejabat AS juga menyatakan bahwa tidak ada yang baru dalam dokumen yang dibongkar situs tersebut. Pentagon telah berkali-kali meminta WikiLeaks menyerahkan data rahasia itu dengan alasan membahayakan nyawa tentara AS dan warga sipil Iraq. (cak/c5/dos)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: