Hasil Pemilu Myanmar Belum Jelas

Hasil Pemilu Myanmar Belum Jelas

YANGON - Pemilu pertama Myanmar sejak 20 tahun terakhir selesai dilaksanakan kemarin sore (7/11). Di tengah munculnya berbagai kritikan atas pelaksanannya, pemerintah junta tetap tidak mengumumkan kapan hasil penghitungan suara bisa diketahui publik. Pemerintah hanya menyatakan bahwa semuanya akan berjalan sesuai jadwal. Hampir dipastikan, bahkan sejak sebelum pemilu digelar, bahwa partai yang didukung pemerintah akan menang, meski popularitas oposisi semakin meluas. Mereka adalah Union Solidarity and Development Party (USDP-Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan) dan National Unity Party (NUP-Partai Kesatuan Nasional). Jalanan di Yangon, kota terbesar di Myanmar, lengang ketika pemilu berlangsung. Tingkat partisipasi pemilih rendah. Sejumlah warga menyatakan memilih tinggal di rumah lantaran adanya rumor yang beredar bahwa akan ada ledakan bom. Sekitar 40 ribu tempat pemungutan suara dibuka sejak pukul 06.00 waktu setempat dan ditutup 10 jam kemudian. Polisi anti huru-hara ditempatkan di sejumlah persimpangan jalan utama. Namun tidak tampak personel militer di dekat TPS. USDP menempatkan 1.112 kandidatnya yang akan bersaing memperebutkan total 1.159 kursi di senat dan kongres Myanmar, serta 14 parlemen lokal. Sementara rival terdekatnya, NUP, yang didukung simpatisan mantan penguasa junta menempatkan 995 kandidat. Partai oposisi terbesar, Angkatan Demokrat Nasional, (NDF) mengajukan 164 calon. Aturan main pemilu yang baru berpihak pada partai penguasa. Sementara ratusan politisi dan calon legislator ternama dari partai oposisi, termasuk Aung San Suu Kyi masih berada di dalam penjara. Sejumlah partai telah memprotes adanya tekanan terhadap pemilih agar memilih partai pro junta. Mereka diancam akan kehilangan pekerjaan jika menolak perintah tersebut. Cho Cho Kyaw Nyein, sekretaris jenderal Partai Demokrat menyatakan telah terjadi kecurangan masif yang dilakukan oleh USDP. “Ada laporan bahwa seorang pemilih bisa mewakili seluruh anggota keluarganya di TPS,” ungkapnya. USDP juga mengancam akan menangkap para petani yang tidak memilih partai tersebut. Apa pun hasilnya, konstitusi Myanmar menyatakan bahwa 25 persen kursi parlemen akan dialokasikan untuk calon dari militer. Associated Press melaporkan para pemilih merasa ketakutan dengan ancaman militer. Meski demikian di antara mereka ada yang tetap memilih sesuai hati nurani mereka. “Saya tidak bisa tinggal di rumah dan tidak memilih. Saya harus pergi ke TPS dan tidak memilih USDP,” terang Yi Yi, seorang teknisi komputer. Dia menegaskan bahwa itulah satu-satunya cara untuk menentang militer. “Saya memilih Partai Demokrat pada pemilu 1990. Kali ini adalah pemilu kedua bagi saya,” terang Tin Aung (60), saat ditanya tentang pilihannya. Namun sesaat kemudian dia melirik ke sekitarnya dan berbisik (sebenarnya) saya takut sekali,” ujarnya. Pemilih lainnya menyatakan abstain dalam pemilu. Karena, menurut mereka, memilih berarti melegitimasi pemilu itu sendiri. (cak/dos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: