Partai Pemerintah Menang
YANGON - Partai politik promiliter hampir dipastikan memenangi pemilu Myanmar. Pertimbangannya, banyak daerah pemilihan yang tidak diisi kandidat partai oposisi. Di beberapa daerah pemilihan, persaingan hanya terjadi antara kandidat dari Partai Kesatuan Solidaritas dan Pembangunan (USDP) serta Partai Persatuan Nasional (NUP), yang semuanya sekutu dekat junta militer. Di antara 57 daerah pemilihan, 55 pemilihan hanya diikuti satu kandidat. Meski belum jelas kapan hasil pemilu diumumkan, tampaknya, pemilu pertama sejak 20 tahun terakhir itu sudah berjalan sesuai dengan rencana para jenderal. Apa pun hasilnya, dengan 25 persen kursi parlemen diberikan kepada militer, dua partai pro-junta hanya perlu memenangi 26 persen kursi untuk mengamankan suara mayoritas. Associated Press, yang mengutip media pemerintah junta, melaporkan bahwa 40 kandidat pro-junta telah dinyatakan menang. Dua partai oposisi menuduh USDP telah menggalang suara secara ilegal sebelum pemilu dilaksanakan. Partai Angkatan Nasional Demokrat yang didirikan oleh sejumlah mantan anggota Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) menerima komplain dari warga yang mendapatkan perintah dari USDP bahwa mereka tidak perlu lagi pergi ke TPS untuk menggunakan hak pilih. Sebab, surat suara mereka sudah dikumpulkan sebelumnya. Berbeda dengan partai oposisi lain, Ketua Partai NDF Khin Maung Swe justru optimistis dengan prospek perolehan suara di sejumlah daerah pemilihan basis mereka. “Saya rasa, orang-orang antusias memilih. Sebab, memang sudah lama mereka tidak memilih,” papar dia. Setelah pelaksanaan pemilu, perhatian dunia akan mengarah ke rencana pembebasan Aung San Suu Kyi Sabtu nanti (13/11), ketika masa penahanan rumahnya berakhir. Hingga saat ini, militer belum memastikan jadwal pembebasan ikon demokrasi Myanmar tersebut. Sementara itu, baku tembak terjadi antara kelompok pemberontak dan militer pemerintah Myanmar kemarin (8/11). Kontak senjata tersebut pecah di sepanjang garis perbatasan dengan Thailand sejak Minggu (7/11). Setidaknya tiga warga sipil tewas dan sebelas lainnya terluka gara-gara kontak senjata tersebut. Sementara itu, ratusan warga yang panik mengungsi ke Thailand. Baku tembak dan ledakan mortir terus terjadi secara sporadis di Kota Myawaddy hingga kemarin sore. Sejumlah kelompok masyarakat etnik minoritas, yang jumlahnya terus meningkat hingga 40 persen dari populasi Myanmar, mengingatkan potensi terjadinya perang sipil jika militer berupaya memberlakukan konstitusi yang sentralistis dan melanggar hak asasi manusia. Khin Ohmar, juru bicara Burma Partnership, menyatakan bahwa lima warga Thailand dan lima penduduk Myanmar terluka dalam kontak senjata tersebut. Associated Press melaporkan, sekitar 3.000 pengungsi memasuki wilayah Thailand. Ohmar juga mengungkapkan bahwa sebuah faksi Tentara Buddha Karen (KBA) berhasil merebut kantor polisi dan kantor pos Minggu lalu. KBA berada di pihak junta. Namun, salah satu faksi pecah dan bergabung dengan pemberontak di Negara Bagian Karen untuk melawan pemerintah pusat. Seorang fotografer dari Jepang, Toru Yamaji, 49, ditangkap otoritas setempat Minggu lalu karena dituduh memasuki Myanmar secara ilegal. Kedutaan Besar Jepang menyatakan bahwa Yamaji memasuki Myawaddy, Myanmar, melalui Thailand untuk meliput pelaksanaan pemilu. Yamaji bekerja untuk kantor berita APF, Tokyo. Sejak sebelum pemilu, otoritas Myanmar melarang wartawan dan pemantau asing meliput pesta demokrasi tersebut. Pemerintah menyatakan sudah berpengalaman dalam pelaksanaan pemilu sehingga tidak membutuhkan pemantau asing. (cak/c11/dos)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: