Soal Polemik Kasepuhan, Prabu Diaz: Kalau Jumenengannya Tidak di Prabayaksa Kami Tidak Mengakui itu Sultan

Soal Polemik Kasepuhan, Prabu Diaz: Kalau Jumenengannya Tidak di Prabayaksa Kami Tidak Mengakui itu Sultan

CIREBON - Menanggapi polemik yang terjadi di Keraton Kasepuhan, Laskar Agung Macan Ali Nuswantara Cirebon akhirnya angkat bicara.

Panglima Tinggi Laskar Agung Macan Ali Nuswantara Cirebon, Prabu Diaz menegaskan, bahwa keraton bukan milik salah satu dinasti, namun milik seluruh keluarga Kasultanan Cirebon.

\"Jadi, keraton tidak bisa dimiliki oleh satu kelompok, apalagi memperebutkan, rasa memiliki atau yang merasa lebih berhak. Karena, keraton adalah rumah dinas sultan sebagai pemimpin kelungguhan kami keluarga besarnya,\" tegasnya saat menggelar jumpa pers di Bangsal Jinem Pangrawit Keraton Kasepuhan, Sabtu sore (16/10).

Pria yang akrab disapa Mamo Diaz ini menuturkan, berdasarkan adat istiadat di Kasultanan Cirebon yang berhak menjadi sultan adalah putra dari sultan.

\"Oleh sebab itu, kami Laskar Agung Macan Ali, mengikrarkan diri akan menjaga adat dan tradisi budaya akan menjaga keluarga Kasultanan Kasepuhan yang saat ini sedang memimpin. Dan kami juga akan menjaga peninggalan leluhur orang Cirebon yaitu Keraton Kasepuhan,\" tuturnya.

Mamo Diaz mengimbau kepada semua pihak yang mengaku dan merasa berhak sebagai Sultan Kasepuhan untuk menempuh jalur hukum.

\"Bagi mereka atau siapapun yang mempunyai data atau silsilah trah silahkan silahkan buktikan secara otentik, dan kami akan melakukan kajian ulang jika data itu benar. Ingat! Jangan sekali-sekali mengganggu keberadaan Kasultanan Kasepuhan Cirebon tanpa dasar-dasar yang kuat,\" imbaunya.

Ditanya soal adanya pihak yang telah melakukan Jumenengan sebagai sultan, Prabu Diaz menyatakan bahwa Jumenengan tersebut dianggap ilegal atau tidak sah.

Pasalnya, jumenengan atau penobatan seorang sultan atau raja merupakan prosesi yang sakral dan hanya dilaksanakan di Bangsal Dalem Agung Prabayaksa Keraton Kasepuhan.

\"Saya merasa tidak melihat ada jumenengan lain, jumenengan sendiri adalah adat tradisi yang dilakukan dengan tatanan yang ada salah satunya adalah bertempat di Bangsal Agung Dalem Prabayaksa, jadi kalau jumenengannya tidak di Prabayaksa kami tidak mengakui itu sultan,\" ujarnya.

Masih kata Mamo Diaz, pihaknya mengapresiasi proses hukum yang sedang berjalan. Apapun keputusan hukum nanti, harus bisa diterima oleh semua pihak.

\"Saya juga minta kepada aparat penegak hukum untuk bisa segera mungkin menuntaskan permasalahan ini, sehingga pemik di Keraton Kasepuhan tidak berkepanjangan,\" katanya.

Terkait putusan dari Mahkamah Agung (MA) tahun 1964, Dirinya mengaku tidak mengetahui adanya keputusan tersebut.

\"Kalau memang sudah ada keputusan yang mengikat, kami meminta untuk segera dibuka selebar lebarnya,\"ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: