Aung San Suu Kyi Bantah Dakwaan Penghasutan

Aung San Suu Kyi Bantah Dakwaan Penghasutan

MYANMAR - Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi membantah dakwaan penghasutan yang mengkhawatirkan publik, dalam kesaksian pengadilan pertamanya. Kesaksian itu berlangsung sejak kudeta Februari yang menyeret Myanmar ke dalam kekacauan dan mengakhiri satu dekade reformasi demokrasi, lapor media setempat, Selasa (26/10).

Mengutip tim pengacara, BBC Burma dan Myanmar Now melaporkan Aung San Suu Kyi membantah tuduhan penghasutan sehubungan dengan partainya yang mengeluarkan sepucuk surat pada Februari, yang meminta organisasi internasional tidak menjalin kerja sama dengan junta.

Reuters belum bisa memverifikasi laporan tersebut secara independen. Media pemerintah Myanmar tidak melaporkan perkembangan dalam sejumlah kasus hukum Suu Kyi dan sau-satunya sumber informasi publik tentang persidangannya adalah pengacaranya Khin Maung Zaw, yang mendapat perintah dari otoritas militer awal Oktober ini agar tidak berbicara kepada publik. Perintah itu muncul setelah Khin Maung Zaw awal Oktober ini mengatakan Presiden terguling Myanmar Win Myint bersaksi di pengadilan bahwa militer berupaya memaksanya untuk menyerahkan kekuasaan beberapa jam sebelum kudeta 1 Februari.

Junta militer itu juga memperingatkannya bahwa dia bisa dalam bahaya jika menolak perintah untuk bungkam. Pengacara itu mengatakan Suu Kyi memintanya untuk memublikasikan kesaksian Win Myint di hadapan publik, yang menjadi cerita pertamanya sebelum kudeta.

Suu Kyi ditahan di tempat yang dirahasiakan dan menghadiri persidangan pada Selasa di pengadilan yang dibangun khusus di ibu kota Naypyidaw.

Perempuan berusia 76 tahun itu didakwa dengan serentetan pelanggaran, termasuk pelanggaran protokol kesehatan covid-19, kepemilikan radio dua arah secara ilegal, penerimaan suap berupa uang tunai dan emas batangan, penghasutan yang mengkhawatirkan masyarakat serta pelanggaran terhadap Undang-undang Rahasia Negara. Tim pengacara membantah tuduhan-tuduhan tersebut, yang menurutnya \"tidak masuk akal\". Peraih Hadiah Nobel Perdamaian itu memimpin pemerintahan sipil Myanmar setelah partai yang diusungnya menyapu bersih pemilu 2015, yang digelar setelah setengah abad kekuasaan militer berakhir. (rtr/antara/jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: