Anggap Pemberhentian Cacat Hukum
TUPAREV- Kuasa Hukum empat terdakwa APBD Gate 2004, Dan Bildansyah SH menyebut pemberlakuan surat pemberhentian sementara terhadap kliennya, cacat hukum. “Kami sangat menyesalkan terbitnya surat itu karena dasar penerbitan surat pemberhentian sementara secara hukum cacat. Kita pun sudah upaya judicial review dan secara resmi minta penangguhan,” ujar dia, saat konferensi pers di Rumah Makan Katineung, Jl Tuparev, Selasa (9/11). Bildansyah menjelaskan, surat pemberhentian sementara cacat hukum karena tidak memenuhi tiga aspek teori hukum. Yang pertama adalah aspek normative, di mana surat pemberhentian sementara yang berdasar pada UU 27/2009 dan PP 16/2010 pasal 19 ayat 1 poin a dan b. Dasar hukum surat pemberhentian sementara bertentangan dengan UU yang ada di atasnya, yaitu UUD 1945 pasal 28 menjabarkan dengan jelas mengenai hak asasi manusia (HAM) yang implementasinya ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 8 Tahun 1981 tentang asas praduga tidak bersalah. “Pemberhentian sementara dipandang sebagai sanksi meski sementara. Padahal menurut KUHAP 8 Tahun 1981, tersangka atau terdakwa tidak boleh dijatuhi hukuman apapun sampai kesalahannya terbukti. Yang boleh hanya tindakan polisional seperti penahanan atau penyitaan,” paparnya, didampingi empat kliennya, Agung Cipto, Citoni, Ahmad Djunaedi dan Ade Anwar Sham. Aspek teori hukum yang kedua, lanjut Bildansyah, adalah faktual dan empiris. Mengacu pada teori ini Bildansyaj mempertanyakan pemberlakuan pemberhentian sementara yang hanya diberlakukan di Kota Cirebon. Padahal, di daerah lain yang anggota DPRD-nya terkena jerat hukum justru tidak menerapkan pemberhentian sementara. “Artinya, pemberhentian sementara bukan sesuatu hal yang harus dilaksanakan. Sehingga tidak dipatuhi pun tidak ada sanksi apa-apa. Gubernur tidak bisa semata-mata bicara penegakan hukum dalam pemberlakukan pemberhentian sementara. Jangan bicara penegakan hukum kalau tidak ada keadilan,” tandasnya. Sedangkan teori hukum yang ketiga adalah Aspek evaluatif. Artinya, tidak boleh dalam pelaksanaannya ada perbedaan implementasi. Surat pemberhentian sementara, justru dalam pelaksanaannya menimbulkan ketidakadilan dan perbedaan perlakuan karena surat tersebut hanya berlaku di Kota Cirebon dan tidak di daerah lainnya. Bildansyah mengungkapkan, empat kliennya sudah sepakat untuk menempuh langkah hukum atas pemberlakukan pemberhentian sementara. Rencana-nya surat pemberhentian sementara yang merupakan produk keputusan gubernur akan di ajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Dampaknya tidak menutup kemungkinan sampai ke ketua DPRD dan walikota sebab dalam prosesnya otoritas eksekutif dan legislastif itu ikut dalam proses pengajuan surat pemberhentian sementara. “Langkah hukum kami bukan berarti menolak (implementasi surat pemberhentian sementara). Hanya upaya koreksi,” ucap Bildansyah kepada sejumlah wartawan. Selain mempersoalkan tiga aspek teori hukum yang dilanggar dalam penerbitan surat pemberhentian sementara, Bildansyah juga mempersoalkan interpretasi yang berbeda-beda mengenai implementasi pemberhentian sementara termasuk adanya pasal yang menyebutkan untuk mengembalikan mobil dinas dan hak-hak keuangan (diluar 5 hak keuangan yang masih melekat) yang diterima terhitung 7 hari setelah menjadi terdakwa. “Itu hanya interpretasi mereka. Dalam tatib (tata tertib) atau dalam aturannya tidak disebutkan ada pengembalian mobil dinas dan hak keuangan. Yang diatur hanya hak keuangan yang masih boleh diterima. Hal-hal seperti ini mestinya dalam tatib di rinci,” jelasnya. Sementara itu, salah satu anggota DPRD aktif yang terkena pemberhentian sementara, H Ahmad Djunaedi mengatakan, pihaknya menerima keputusan diberlakukannya pemberhentian sementara. Tetapi, soal pengembalian kendaraan jabatan ataupun hak-hak keuangan tidak akan dipatuhi karena tidak ada aturan yang mendasari dua poin implementasi tersebut. “Yang ditaati cuma hak keuangan yang lima poin itu saja. Yang lainnya cuma pendapat mereka saja,” tuturnya. Lantas, kapan upaya hukum terhadap surat pemberhentian sementara dilaksanakan? Keempat anggota dewan tersebut menjawab serempak. “Secepatnya.” (yud)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: