Kertas Suara PPK Plered Membengkak

Kertas Suara  PPK Plered Membengkak

CIREBON - Penghitungan kertas suara di tingkat PPK Plered berlangsung menegangkan. Pasalnya, berita acara penyerahan surat suara dari KPU tidak sesuai dengan penghitungan yang dilakukan PPK. Kertas suara yang semula berjumlah 40.074, membengkak jadi 40.148 atau selisih 74 kertas suara. Sehingga, para saksi menolak menandatangani berita acara. Saksi tingkat PPK pasangan Jago-Jadi, Kapa Sukanta mengatakan, dirinya enggan menandatangani berita acara hasil penghitungan kertas suara karena ada perselisihan jumlah yang dikirim oleh KPU sebanyak 40.074, namun saat penghitungan menggelembung menjadi 40.148. “Saat di berita acara penyerahan KPU ke PPK 40.074, tapi tiba-tiba nambah jadi 40.148. Terus 74 itu dari mana?” tanya dia. Apakah tidak menandatangani berarti penolakan atas hasil keputusan tersebut? Kapa menegaskan, pihaknya tidak mau tanda tangan bukan berarti menolak hasil, tapi pihaknya meminta penjelasan kenapa selisih bisa terjadi. “Kami jelas mempertanyakan kenapa bisa ada selisih kertas suara. Saksi calon lain pun tidak mau tanda tangan,” ucapnya kepada Radar, kemarin. Ketua tim data pasangan Jago-Jadi, Aan Setiawan juga mengaku heran dengan selisih hingga 74 suara itu. Padahal, kertas suara yang semestinya 40.074 justru bertambah saat diplenokan di tingkat PPK menjadi 40.148 kertas suara. Anehnya lagi, kata Aan, saat dirinya dari awal mengikuti pleno di Kecamatan Plered, hasil penghitungan yang terpampang di depan papan tulis banyak coret-coretan angka. Sehingga, PPK menjadi bahan pembicaraan saksi. Sebab, banyak data yang tidak sesuai dengan berita acara pada saat PPK menuliskan surat suara yang masuk. “Dari perhitungan PPK itu jumlahnya 40.148 kertas suara, tapi pada saat penghitungan saja sudah banyak kekeliruan. Pas dijumlah dengan hitungan kertas suara tidak terpakai, ditambah rusak, dan ditambah terpakai, ternyata hasilnya tidak 40.148, malah lebih 27. Tapi pas kami minta berita acara dari KPU ke PPK, jumlahnya 40.074, lah ini aneh sekali. Pas disinkronkan lagi, malah lebih 74 surat suara,” bebernya. Wakil ketua komisi I itu akhirnya menyimpulkan, ada dua kasus dalam penghitungan surat suara ini. Yang pertama, di dalam berita acara KPU ke PPK kertas suara berjumlah 40.074, saat dihitung dan disinkronkan dari hasil penghitungan justru 40.148 kertas suara. Kemudian kasus kedua, hasil penjumlahan kertas suara yang tidak terpakai, rusak, dan terpakai, surat suara yang ada, salah bahkan ada selisih 27 kertas suara. “Anehkan, aneh, saya juga aneh. Dari mana selisih itu bisa ada coba, ini kan sedikit aneh. Kalau dilihat secara matematik, surat suara yang dipakai 40.148, dikurangi jumlah surat suara yang tidak terpakai dan dikurangi jumlah surat suara yang tidak sah, setelah dijumlah tidak ada kecocokan,” jelas Aan. Seharusnya, kata Aan, penghitungan tersebut menggunakan program exel yang ada di komputer. Jika menggunakan program itu, maka penghitungan pun terjadi secara otomatis, baik itu ditambah atau dikurangi. Tapi justru penghitungan dilakukan dengan manual. Anehnya lagi, saat menghitung melalui komputer hasilnya justru tidak sesuai. “Sebetulnya, ada apa dengan KPU, dan kinerja KPU sangat dipertanyakan. Artinya beberapa kejanggalan yang dilakukan KPU semakin terlihat. Akhirnya kita su’udzon jangan-jangan terjadi di semua kecamatan. Dengan kondisi seperti ini, banyak kejanggalan-kejanggalan KPU yang ditemukan oleh tim Jago-Jadi di lapangan,” jelasnya. Wakil ketua DPC PDIP itu juga menuturkan, contoh di Kecamatan Plered ini sebagai sample yang ditemukan di lapangan. “Jadi kelihatan KPU tidak professional. Jadi, bukan media yang memprovokasi, tapi KPU yang membuat masalah. Karena memang dari awal KPU sudah banyak melakukan kesalahan, mulai dari debat, sortir surat suara, maupun kampanye. Dan ini betul-betul KPU patut dipertanyakan,” tegasnya. Terpisah, H Tasiya Soemadi Al Gotas meminta kepada PPK yang bertugas melakukan rekapituasi suara untuk bertindak dengan benar. Artinya, jangan sampai ada suara yang tercecer, yang berakibat pada menggelembungnya jumlah surat suara. Sebab, jika hal ini terjadi, yang dirugikan adalah masyarakat Kabupaten Cirebon. “Kita ingin suasana kondusif, kasihan rakyat. Uang yang digunakan untuk pemilukada ini adalah uang rakyat sebesar Rp30 miliar. Coba kalau untuk menutupi biaya kesehatan kan lumayan, jangan sampai proses demokrasi ini diciderai,” ujar pria yang biasa disapa Gotas, usai berkunjung ke Kecamatan Plered untuk menyaksikan proses perhitungan suara. Sampai dengan saat ini, pihaknya masih berprasangka baik terhadap proses rekapitulasi suara di tingkat PPK. Gotas hanya ingin terciptanya suasana kondusif, sehingga proses demokrasi di Kabupaten Cirebon ini berjalan dengan lancar. “Saya tetap percaya terhadap PPK, makanya hati-hati dalam menghitung,” imbuhnya. Dihubungi terpisah, Ketua KPU Kabupaten Cirebon Drs Iding Wahidin menjelaskan, selisih yang terjadi hanya kesalahan ikat kertas suara. Seharusnya, kata dia, satu ikat isi 25 kertas suara, tapi bertambah menjadi 26, 27, 28 dan kemungkinan sangat besar. Sebab, pelipatan kertas suara itu dilakukan oleh pegawai sortir dulu. “Namanya juga orang mengikat secara manual, yang penting kan cepat selesai dan tidak ada kejanggalan. Harap maklumlah, kalau ada yang terselip satu atau dua surat suara,” ucapnya. Menurutnya, akumulasi kelainan hitungan itu sesungguhya masih dalam batas toleransi dan tidak ada persoalan. Karena kertas suara itu tetap tidak dipakai, dan tidak mempengaruhi perolehan suara pasangan. “Wajarlah kalau mereka mempertanyakan soal kelebihan surat suara itu. Tapi tidak ada permainan politik, ataupun dipolitisasi. Sesungguhya ini lebih kepada kesalahan teknis di ikatan, secara manusiawi itu adalah human error. Yang jelas pada prinsipnya jumlah surat suara itu sesuai DPT plus 2,5 persen,” pungkasnya. Pantauan Radar, lokasi penghitungan kertas suara disaksikan langsung Kapolres Cirebon AKBP Irman Sugema SIK, Dandim 0620 Letkol Arm Hasbi M Lubis, dan cawabup dari PDIP H Tasiya Soemadi Al Gotas. (sam)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: