Bupati Mutasi Pejabat, Ditengarai sebagai Pengondisian PNS jika Pilbup 2 Putaran
CIREBON - Di tengah memanasnya situasi pasca pencoblosan Pilbup Cirebon, Bupati Dedi Supardi justru membuat kebijakan kontroversial. Informasi yang beredar, suami calon bupati Hj Sri Heviyana itu akan melakukan mutasi besar-besaran dengan merotasi sekitar 100 pejabat di lingkungan Kabupaten Cirebon. Diduga, mutasi ini sebagai langkah persiapan jika Hebat lolos jadi kontestan pada putaran kedua. Seorang pejabat yang enggan disebutkan namanya mengaku, dirinya mendapatkan sms undangan pelantikan mutasi. Undangan sms sekitar pukul 22.00 malam itu, berisi; “Bupati Cirebon dengan hormat mengundang bpk/ibu/sdr untuk menghadiri acara pengambilan sumpah dan pelantikan para pejabat di lingkungan pemerintah Kabupaten Cirebon hari Jumat tanggal 11 Oktober 2013 jam 08.00 wib, tempat diruang pasaeban kantor bupati cirebon sumber, pakaian sipil PSR, TNI, POLRI PDU IV, IBU2 KEBAYA NASOINAL. Dilanjutkan rapat paripurna DPRD perihal penandatanganan nota kesepakatan KUA-PPAS perubahan TA 2013, TEMPAT RUANGAN RAPAT PARIPURNA KANTOR DPRD KABUPATEN CIREBON, PAKAIAN SIPIL, PSR, TNI, POLRI PDU IV. Demikian untuk menjadi maklum atas perhatian dan kehadiran bpk, ibu, sdr, disampaikan terima ksh.” “Info yang saya dapat, pejabat yang akan dimutasi sekitar 100 orang terdiri dari esolon II, III, IV. Mereka yang dimutasi di antaranya Kepala Dinas Pendidikan, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Waled, Kepala Dinas Kesehatan, dan para camat.” Informasi yang beredar, diduga rencana mutasi itu dipicu kalahnya pasangan Heviyana-Rakhmat (Hebat) di beberapa kecamatan. Bahkan untuk mengisi amunisi di putaran kedua, setiap malam pun, Bupati Dedi kerap kali melakukan pertemuan dengan para pejabat PNS di pendopo. Saat dikonfirmasi, salah satu pejabat di lingkungan pemerintah Kabupaten Cirebon Kasat Pol PP Kabupaten Cirebon Drs Abraham Mohamad MSi mengaku telah menerima surat undangan tersebut secara resmi tadi malam sekitar pukul 22.00 malam di kantornya. “Saya baru saja ngambil tadi malam di kantor sekitar jam sepuluh. Kalau untuk sms sih saya tidak terima, saya undangannya resmi kok,” ujar Abraham kepada Radar, Jum’at (11/10) pagi. Menurutnya, meski secara normative dibenarkan bupati melakukan rotasi dan mutasi jabatan. Tapi, momentum tersebut sangat tidak tepat dilakukan saat konstalasi politik di Kabupaten Cirebon sedang tinggi. “Seyognya ditunda dulu, karena situasi dan kondisi ini sedang memanas. Baru saja diselenggarakan pilbup lima hari yang lalu,” jelasnya. Seharusnya, kata Abraham, sebagai seorang pemimpin yang bijak harus mengetahui kapan kapasitasnya sebagai seorang pejabat negara dan seorang pejabat politik. “Bupati kan sebagai pejabat dalam UU 32 tahun 2004 revisi 12 tahun 2008 tentang otonomi daerah. Artinya saya selaku Satpol PP hanya mengingatkan saja untuk menjaga kondusivitas daerah,” ucapnya. Kenapa dirinya mengatakan demikian, supaya tidak menimbulkan praduga yang mengarah dan mengindikasikan sesuatu hal bersifat subjektif. “Artinya jangan memancing-mancing situasi yang bakal menjadikan suasana tidak kondusif,” pungkasnya. Sementara itu, Ketua PMII Cirebon Ibnu Hasanudin menilai, Bupati Dedi Supardi terlalu arogan dalam mengambil sikap dan tindakan untuk melakukan mutasi dan rotasi jabatan PNS di lingkungan pemkab. Tidak hanya itu, momentum pilkada ini juga sepertinya dimanfaatkan untuk melakukan pengondisian suara di lingkungan PNS di putaran kedua pilbup. “Kalau bukan pengondisian lalu apalagi? Apalagi istrinya diprediksi oleh pihak pendopo masuk dalam putaran kedua nanti,” jelasnya. Padahal sampai kapan pun, di dalam aturan pemerintah pusat, pemerintah daerah dalam hal ini bupati tidak diperbolehkan melakukan mutasi pejabat eselon I, II, II, dan IV, enam bulan sebelum pelaksanan pilbup dan setelah pilbup. “Kalau benar-benar hari ini (Jumat) akan dilakukan mutasi oleh bupati, maka akan mempengaruhi kondusivitas daerah. Harusnya bupati memahami dengan konstalasi politik di Kabupaten Cirebon seperti apa, tidak kemudian melakukan manuver politik seperti ini,” tukasnya. Mahasiswa IAIN Syeikh Nur Jati Cirebon itu mendesak bupati membatalkan rencana mutasi pejabat. Hal itu, dilakukan semata untuk menjaga kondusivitas dan meredam emosi dari masyarakat luas, termasuk timses dan para cabup-cawabup. “Lebih baik ditunda. Bupati harus melihat ekses dari itu semua,” pungkasnya. (sam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: