Belum Bisa Jelaskan Gratifikasi Baru

Belum Bisa Jelaskan Gratifikasi Baru

JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar baru saja dijerat dengan pasal baru yakni Pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum bisa menjelaskan lebih detil gratifikasi apa lagi yang diterima Akil. Termasuk berasal dari Pilkada mana pemberian itu berasal. Jubir KPK Johan Budi SP saat konferensi pers kemarin mengatakan kalau sprindik baru belum tindak lanjuti dengan penggeledahan baru. Dia juga belum bisa menjelaskan lebih jauh mengenai dugaan pemberian lain yang diterima Akil. Johan baru bisa menyebut kalau status itu muncul setelah pihaknya melakukan penggeledahan. Lantas, KPK juga mendapat data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Informasi-informasi yang digabungkan itu akhirnya merujuk pada munculnya sprindik baru dan bukti ada gratifikasi lagi. \"Belum tahu (Pilkada mana), tapi bukti sudah didapat. Masih didalami penyidik,\" ujarnya. Untuk bukti, bisa jadi uang Rp2,3 miliar yang ditemukan di rumah Akil saat penggeledahan beberapa waktu lalu. Lantas, ada juga mobil mewah yang beberapa waktu lalu diamankan. Dia memastikan kalau buktinya sudah kuat dan Akil layak dikenakan pasal baru. Soal hingga kini Akil mengaku belum diberitahu KPK ada pasal baru yang siap menjeratnya, Johan menjawab enteng. Baginya, itu bukan masalah besar karena pria asal Putussibau, Kalimantan itu bisa dikasih tahu kapan saja. \"Nanti saat diperiksa bisa diberi tahu,\" imbuhnya. Kabarnya, KPK belum bisa menjelaskan lebih dalam karena tidak ingin para pelaku melarikan diri. Seperti diberitakan sebelumnya, suami Ratu Rita tidak hanya dijerat Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 UU Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Bertambah dengan Pasal 12B karena penyidik menemukan adanya dugaan penerimaan lain. Akil dituding menerima sesuatu yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. \"Yang jelas, tidak hanya dari Pilkada Gunung Mas, Kalimantan dan Pilkada Lebak, Banten,\" katanya. Sementara, KPK menaruh curiga pada tiga mobil mewah milik Akil Mochtar. Setelah Toyota Crown Athlete, Mercedes Benz S 350 dan Audy Q5 milik mantan Ketua MK itu disita, kemarin KPK melakukan penelusuran lebih dalam. Beberapa orang dipanggil untuk menjelaskan pembelian mobil. Mereka yang diperiksa lembaga antirasuah itu adalah pegawai NIAC Motor (Toyota) Wijanarko, pegawai PT Mercindo Autorama (Mercedes Benz) Budi Susilo, dan pegawai PT Wangsa Indra Permana (Audi) Joni Artanto. Satu orang lagi adalah Daryono, sopir pribadi yang namanya digunakan saat membeli Mercedes Benz S 350. Dari empat orang itu, hanya Joni yang tidak memenuhi panggilan KPK. Mereka dipanggil karena dianggap mengetahui, melihat atau menjadi saksi ahli bagi KPK. Apalagi, lembaga itu menduga mobil-mobil yang dibeli merupakan hasil dari tindak pidana korupsi. Sedangkan untuk tersangka Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan, KPK memeriksa Wali Kota Serang, Tubagus Haerul Jaman. Adik tiri Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah diperiksa selama tujuh jam oleh penyidik. Usai diperiksa, dia tidak mau bicara dan memilih untuk berbohong pada wartawan. \"Cuma menjenguk,\" katanya lantas masuk mobil. Haerul kabur dari rombongan wartawan yang sudah menunggunya di depan Gedung KPK. Dia diperiksa karena dianggap tahu, atau pernah mendengar atas kejahatan yang dilakukan Wawan. Yakni, diduga memberikan uang Rp1 miliar kepada Akil untuk Pilkada Lebak, Banten. Selain itu, KPK juga melakukan penyitaan terhadap isi brankas Wawan. Brangkas yang diboyong dari kantor Wawan ke gedung KPK itu kemarin diproses. Suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany itu diminta menyaksikan proses pembukaan dan penyegelan brankas. \"Bukan untuk diperiksa, tapi menyaksikan penyegelan brankas. Isi brankas langsung kami sita,\" kata Johan. Namun, dia mengaku tidak diberitahu oleh penyidik mengenai materi yang disita. Terpisah, Kuasa Hukum Akil Mochtar, Tamsil Sjoekoer saat mendatangi gedung KPK akhirnya membenarkan kliennya ke Singapura tidak hanya untuk berobat. Pengakuan lainnya adalah, Akil pernah menonton balapan Formula 1. Tetapi, dia langsung menegaskan tidak pernah bertemu dengan Wawan dan Ratu Atut. \"Setelah berobat, ada acara F1. Akil beli tiket dan langsung menonton balapan di jalanan Singapura itu,\" jelasnya. Pernyataan itu berbeda dengan sebelumnya yang hanya menyebut Akil ke Singapura untuk berobat. Belakangan juga terungkap fakta kalau Wawan ke Singapura untuk menonton F1. Tidak diketahui apakah Akil bersikap jujur, yang jelas ada pengakuan dari Wawan kalau dirinya diminta Ratu Atut untuk ikut menemui Akil. Pernyataan itu disampaikan oleh kuasa hukum Wawan, Pia Akbar Nasution. Disebutkan kalau pertemuan itu terjadi di Hotel JW Marriott Singapura. Lebih lanjut dia menjelaskan, pertemuan itu untuk membicarakan sengketa pilkada yang masuk ke MK. Versi Akbar, pertemuan itu tidak lama dan Wawan kembali melanjutkan niatannya untuk menonton F1. \"Penyidik sempat tanya soal pertemuan itu, pertemuan itu tak lama hanya 15 menit,\" katanya. MUI KAPOK AJAK POLITISI Mejelis Ulama Indonesia (MUI) merasa terkena getah atas penangkapan anggota komisi II DPR Chairun Nisa oleh KPK terkait dugaan suap di Mahkamah Konstitusi. Politisi partai Golkar itu adalah pengurus teras MUI pusat sebagai bendahara. MUI kapok mengajak politisi di kepengurusan mereka. Ketua MUI Amidhan mengatakan, pengangkatan atau penunjukan Nisa sebagai bendahara MUI pusat adalah hasil musyawarah nasional (munas) untuk masa bakti kepengurusan 2010-2015. \"Meskipun masuk kepengurusan, ibu Nisa ini selama ini hanya empat kali ikut rapat MUI,\" katanya usai bersilaturahmi dengan penerima beasiswa studi ke Tiongkok kamis malam lalu (17/10). Amidhan menuturkan karena tingkat kehadiran Nisa di rapat-rapat MUI sangat minim, posisinya sudah lama dinonaktifkan. Tetapi dia menegaskan, namanya tetap ada di papan struktur pengurus MUI pusat. Dia menyebutkan, status non aktif adalah, tidak memiliki wewenang apa-apa. Pihaknya menampik jika disebut ada uang-uang \"kotor\" yang masuk dari politisi di jajaran pengurus MUI. Terkait penangkapan Nisa bersama Ketua MK Akil Mochtar dan Tubagus Chaeri Wardhana suami Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Amidhan memasrahkan semuanya ke KPK. Dia mengatakan kasus itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan MUI. \"Kepengurusan MUI tetap jalan seperti biasanya. Uang MUI juga tidak ada di bendahara bu Nisa,\" papar Amidhan. Dia menuturkan akan lebih ketat lagi dalam menerima atau merekrut orang-orang di kepengurusan MUI. Saat ini Amidhan mengatakan ada tiga atau empat nama anggota DPR yang duduk di kepengurusan MUI pusat. Diantara nama politisi Senayan yang saat ini menjadi anggota MUI adalah Harry Azhar Azis. Politisi partai Golkar itu duduk sebagai ketua Lembaga Ekonomi dan Keuangan MUI Pusat. Amidhan menghawatirkan gabungnya politisi di kepengurusan MUI memiliki motivasi negatif. \"Bisa saja misalnya ingin numpang tenar saja. Buktinya rapat-rapat tidak pernah ikut,\" papar dia. Dia menegaskan jika dalam munas 2015 nanti masih ada politisi yang mau gabung dengan MUI, akan diseleksi dengan ketat. Khususnya terkait komitmen untuk ikut aktif bersama pengurus lainnya. Sejatinya menurut Amidhan agenda rapat reguler di MUI tidak memakan waktu yang banyak. Dia menyebutkan rapat wajib oleh seluruh pengurus MUI dilaksanakan setiap Selasa saja. Misalnya ada pengurus yang merangkap sebagai anggota DPR, minimal bisa ikut agenda rapat-rapat khusus yang digelar Sabtu dan Minggu. (dim/wan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: