Buruh Ngotot Minta Ubah UMK

Buruh Ngotot Minta Ubah UMK

MAJALENGKA – Untuk kesekian kalinya, ratusan buruh lagi-lagi mengontrog pendopo Majalengka sebagai buntut menolak Upah Minimum Kabupaten (UMK) Majalengka 2014 yang sudah ditetapkan sebesar Rp1 juta. Kali ini, dalam unjuk rasa yang berlangsung Rabu (13/11), selain serikat pekerja di Majalengka juga hadir dari koordinator Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI). Massa buruh yang berunjuk rasa terus bergerumbul melakukan konvoi menggunakan satu unit mobil dan ratusan sepeda motor dari kawasan pabrik yang berlokasi di Sumberjaya seperti sebelumnya menyisir beberapa pabrik. Namun sebelum tiba di wilayah sasaran mereka (Pendopo) Majalengka, ratusan buruh sempat terlibat saling dorong dengan petugas kepolisian yang mengawal di beberapa perusahaan seperti PT Kharisma Indah Lestari dan PT Leetex Garment, Kecamatan Kasokandel akibat para buruh meminta perusahaan mengikutsertakan karyawannya untuk berpartisipasi mengikuti aksi buruh tersebut. Di depan kantor bupati Majalengka, ratusan buruh kembali menyuarakan tuntutan mereka untuk menaikan UMK. Setelah bernegosiasi, 10 perwakilan buruh diperkenankan masuk ke ruangan rapat wakil bupati Majalengka. Mereka diterima oleh Wabup Dr H Karna Sobahi dan Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Drs H Eman Suherman MM. Koordinator KSBSI Baharudin Simbolon dalam kesempatan tersebut menyampaikan, beberapa hari terakhir pihaknya menerima berkas surat rekomendasi yang ditandatangani oleh bupati Majalengka dan telah dikirim ke gubernur Jawa Barat. Pihaknya menilai sebelum UMK itu ditetapkan, surat tersebut sejatinya sudah dikirimkan terlebih dahulu sejak tanggal 31 Oktober lalu kepada gubernur melalui Dewan Pengupahan Provinsi. Artinya, para buruh merasa dibohongi terkait kebijakan tersebut. Padahal, nota komisi D DPRD meminta agar pemerintah daerah (Pemda) Majalengka meninjau ulang tentang keputusan tersebut. “Dari berkas ini, kami semua merasa sakit hati. Karena pada waktu kawan-kawan buruh melakukan rapat menetapkan UMK, tetapi surat itu sudah dikirim ke gubernur. Berarti surat ini kan sudah terlebih dahulu dikirimkan. Apa jangan-jangan ada main mata?,” katanya sambil menunjukkan surat itu. KSBSI juga menilai bahwa UMK di Kabupaten Majalengka jauh lebih kecil ketimbang beberapa 26 kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Artinya, yang menetapkan UMK di bawah KHL hanya ada di Majalengka tersebut. “Seharusnya UMK itu minimalnya sama dengan KHL yang berada pada angka Rp1.130.000. ini malah UMK-nya di bawah KHL. Padahal para pengusaha kembali mempertegas bahwa hal itu tidak mempersoalkan jika upah tinggi. Kalaupun tidak ada klausul untuk penangguhan dan menangguhkan,” katanya diiyakan DPP KSBSI, Ari Joko yang juga hadir dalam aksi tersebut. Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten (DPK) yang juga Kadinsosnakertrans Drs H Eman Suherman MM menjelaskan, jika pertemuan ini merupakan kelima kalinya dalam membahas persoalan yang sama. Pihaknya meyakini kalau beberapa perwakilan buruh menyikapi persoalan ini lebih tahu. Namun, Eman membantah keras bahwasanya tidak ada DPK bermain mata dengan beberapa pihak yang diduga oleh beberapa buruh selama ini. Yang pasti, pihaknya belum menerima nota dari komisi di DPRD terkait UMK. “Muncul di dewan ada ranah dan peluang untuk mengubah UMK. Sepanjang itu disepakati, DPK bisa mengusulkan,” jelasnya. Pihaknya mengakui jika berbagai langkah dan upaya telah ditempuh agar kesejahteraan buruh di Majalengka, tetapi tidak mau keluar dari koridor yang ada karena itu sangat bermasalah. Ia pun kembali menjelaskan bahwa dalam merumuskan dan menetapkan UMK, pihaknya sudah sesuai prosedur dan legal formal yang diatur dalam aturan dan perundang-undangan. DPK yang terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha, akademisi, buruh, dan BPS juga merupakan wadah yang berwenang menentukan penetapan UMK berdasarkan Keputusan Presiden RI No  107 tahun 2004. Dia menyebutkan, beberapa tahapan yang telah dilakukan oleh DPK, adalah menjalankan amanat Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No 13 tahun 2013 tentang perumusan KHL berdasarkan survei di empat pasar tradisional yang mewakili kewilayahan daerah. Pada proses survei ini, kata dia, DPK sudah menyurvei 60 komponen kebutuhan pokok berdasarkan jenis dan merk yang telah disepakati bersama, hingga muncullah angka KHL sebesar Rp1.130.000 per bulan. “Selajutnya, dirumuskanlah UMK oleh DPK yang terdiri dari 9 unsur. Dan muncullah angka UMK 2014 sebesar Rp1 juta per bulan. Selain UMK, disepakati pula besaran Upah Minimum Sektoral (UMS) sebesar RP1.130.000 per bulan, atau sama dengan KHL,” bebernya. Sementara itu, Wabup Dr H Karna Sobahi MMPd menambahkan, pemerintah daerah hanya sebagai fasilitator. Walaupun demikian, pemda mendorong kepada pengusaha untuk memberikan kelayakan dan kewajaran upah agar buruh bisa bekerja dengan aman dan kondusif. “Setelah dibahas dalam DPK, dan usulan dari rekan buruh pun terkait meminta kenaikan upah itu sudah dibahas dan ditindaklanjuti. Kalau memang memungkinkan dana untuk menaikan upah kenapa tidak. Tetapi itu harus melalui kajian dari standard dan kemampuan itu sendiri. Karena yang mempunyai modal, laba, pergerakan barang yang tahu adalah perusahaan,” tambahnya. Dari penjelasan tersebut, perwakilan buruh kembali tidak puas. Usai aksi ini para buruh berjanji jika Selasa (19/11) mendatang kembali akan menuntut sesuai kesepakatan pemda, yakni kembali akan merumuskan dan memanggil seluruh DPK untuk membahas permasalah ini. (ono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: